Oleh : Ilma Kurnia P, S.P
(Pemerhati Generasi, Member Revowriter)
Diputuskan dari hasil rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Ancol, Jakarta ketua MUI Ma’ruf Amin menyatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan bank syariah memakai dana nonhalal untuk kemaslahatan umat (CNN Indonesia, 09/11/2018). Dana nonhalal yang dimaksutkan adalah segala pendapatan Bank Syariah yang bersumber dari kegiatan yang tidak halal. Seperti contohnya pendapatan berupa denda saat nasabah terlambat mengembalikan pinjaman. Lalu pendapatan dari kegiatan penjualan produk seperti makanan dan minuman halal. Pernyataan ini sontak membuat publik bertanya-tanya bagaimana mungkin dana yang jelas non halal boleh digunakan untuk kepentingan sosial terlebih kepentingan umat. Seperti yang disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin yang menyatakan “Dana nonhalal wajib digunakan dan disalurkan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat”. Sumber dari dana nonhalal ini berasa dari internal dan eksternal bank. Sumber internal meliputi infaq, sedaqah, dan hibah. Sedangkan suber dana eksternal meliputi denda, dana nonhalal misalnya bunga bank dan lain sebagainya. Padahal jika kita ketahui dana nonhalal merupakan dana yang berasal dari sesuatu yang tidak halal yakni dana yang berasal dari sesuatu yang jelas haram hukumnya.
Akibat Sistem Jahat
Hal ini terjadi akibat dari penerapan sistem jahat yakni sistem sekuler buah hasil sistem demokrasi. Dimana sistem sekuler inilah yang menganut asas kebebasan sehingga tidak adanya ikatan antara kehidupan dunia dengan agama. Padahal jelas didalam islam yang namanya sesuatu yang haram itu tidak boleh dilakukan bahkan harus dijauhi karena dapat mengakibatkan dosa besar. Masalah haram tetap dinilai haram betapapun baik dan mulianya niat dan tujuannya itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama hal itu tidak dibenarkan didalam islam selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk mencapai tujuan yang terpuji. Oleh karena itu didalam sistem sekuler inilah yang mengakibatkan sesuatu yang jelas haramnya menjadi halal karena sistem sekuler tak pernah melihat halal haramnya selagi apa yang dilakukan itu membawa kebahagiaan menurut mereka. Karena sistem sekuler memisahkan kehidupan dengan agama. Sehingga halal haram menurut agama tak mereka hiraukan.
Islamlah Solusinya
Didalam islam jelas Allah SWT melarang perbuatan atau sesuatu hal yang menghasilkan riba. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” {TQS. Ali Imran :130}
Di surat lainnya Allah SWT berfirman :
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” {TSQ. Al-Baqarah : 279}
Syariat islam tidak membenarkan prinsip apa yang disebut al-Ghayah tubittul wasilah (tujuan menghalalkan segala cara) atau suatu prinsip yang mengatakan al-wushulu ilal haq bil khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik, boleh diakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah sebaliknya dimana setiap tujuan baik harus dicapai dengan cara yang baik pula. Karena islam merupakan agama yang rahmatan lilalamin dimana Allah akan memebrikan rahmatNya tatkala kita melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Dan janganlah kita mendekati sesuatu yang buruk yang jelas itu dilarang oleh Allah karena Allah akan memberikan azab yang pedih. Wallahu’alam bi ash-showab....