Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh Grup Online Obrolan Wanita Islamis (BROWNIS)
Masih hangat di media massa bagaimana Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie membeberkan tiga misi partainya jika kelak diberi amanat oleh rakyat untuk duduk di parlemen. Salah satunya, mencegah diskriminasi dengan tidak akan pernah mendukung Perda Injil atau Perda Syariah diterapkan di Indonesia ( tempo.co/11/11/2018).
Secara runut Grace Natalie menjelaskan misi pertama PSI adalah memproteksi para pemimpin reformis di tingkat nasional dan lokal dari gangguan para politikus hitam. Misi kedua, ujar Grace. PSI ingin menghentikan praktik pemborosan dan kebocoran anggaran di parlemen. "Tidak boleh lagi ada sepeserpun pun uang rakyat yang bisa dihambur-hamburkan dan dikorupsi," ujar Grace. Misi ketiga, PSI ingin mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi dan seluruh tindak intoleransi di Indonesia. "Partai ini tidak akan pernah mendukung Perda Injil atau Perda Syariah. Tidak boleh ada lagi penutupan rumah ibadah secara paksa," ujar Grace Natalie.
Pernyataan ketua umum PSI sontak membuat kaum muslimin kembali menggeliat. Sakit. Pasalnya belum lama berselang bangsa ini merayakan hari pahlawan yang identik dengan pertarungan hidup dan mati di Surabaya. Dimana bung Tomo viral membakar semangat para anak muda Surabaya, meneriakkan yel-yel hidup atau mati kemudian diiringi dengan kalimat Allah Akbar. Demikian pula gelora perjuangan yang dibuncahkan oleh KH Wahid Hasyim Ashari kepada para santrinya untuk merebut kemerdekaan dan mengenyahkan penjajahan dengan gerakan resolusi jihadnya. Kedua peristiwa fenomenal itu tak lepas dari semangat jihad fi sabilillah. Yang mengakar dan membakar semangat para pemuda kala itu. Dengan dada terbusung dan ungkapan cinta kepada sifat Allah. Allah Maha Besar, mereka menantang maut. Bersiap mati syahid atau hidup mulia dengan keadaan merdeka. Karena dalam syariat Allah, pantang menjadikan kaum penjajah sebagai penguasa di negeri kaum mukmin. Maka, bagaimana mungkin syariah dipisahkan dari agama?.
Hal semacam ini hanya ada dalam sistem demokrasi. Dimana kelompok atau parpol sekulerisme Pluralisme ( sipilis ) berani unjuk gigi. Di mana kebebasan individu , berpendapat dan beragama amat sangat dijunjung tinggi. Tak ada nilai tertinggi yang diraih kecuali kemanfaatan duniawi. Mereka tak terpikirkan lagi tentang hari penghisaban, di mana seluruh amal perbuatan manusia ketika di dunia diperhitungkan dan di balas dengan balasan yang setimpal.
Jika dibiarkan, tanpa ada pengawasan dan pengontrolan lebih lanjut maka akan menimbulkan bahaya dikarenakan sistem demokrasi yang tegak di atas asas sekulerisme dan liberalisme. Urusan keagamaan hanyalah urusan individu saja. Sementara di ranah sosial simpan islam pada tempatnya. Lebih jauh lagi sistem ini tidak memanusiakan manusia dalam kapasitasnya sebagai bagian dari masyarakat. Tidak ada jalan lain kecuali demokrasi wajib dicampakkan.
Dalam islam, di mana negara harus berdasarkan syariat maka jangankan gerakan yang mengarah kepada makar, menolah syariat. Sekedar eksis ide sesatnya tidak akan terjadi karena akan dicegah dengan peran tiga pilar negara yaitu pertama adalah ketaqwaan individu. Ketaqwaan individu adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah swt kepada setiap umatnya
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (QS at-Tahrim”. [66]: 6)
Kedua adalah Masyarakat harus saling peduli antara satu dengan yang lainnya, hidup harus saling mengingatkan, menyerukan kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar agar menjadi umat yang terbaik dimata Allah swt.
‘’ Perumpaan orang yang teguh menjalankan hukum- hukum Allah dan orang yang terjerumus didalamnya bagaikan kelompok orang yang berada didalam sebuah perahu. Sebagian mereka berada diatas dan sebagian mereka dibawah, adapun mereka yang dibawah bila memerlukan air minum, maka mereka harus naik keatas dan melewati orang-orang yang berada diatas, sehingga mereka berkata : “lebih baik kita lubangi saja perahu ini agar tidak mengganggu saudara-saudara kita yang berada diatas” , maka bila mereka yang berada diatas membiarkan niat orang-orang yang berada dibawah, niscaya binasalah mereka semua. Akan tetapi bila mereka mencegahnya maka akan selamatlah mereka semua”. (HR Bukhari). Dan memang definisi masyarakat sesungguhnya dalam Islam adalah individu-individu yang saling berinteraksi dan memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama.
Pilar yang ketiga adalah negara yang menerapkan syariah. Pilar ketiga inilah yang sampai sekarang belum terwujud, karena saat ini system yang diberlakukan adalah system sekularisme dimana memisahkan antara agama dan kehidupan. Padahal sesungguhnya, peranan negara yang menerapkan syariah yang sangat dibutuhkan untuk menjayakan islam kembali. Maka kita sebagai kaum mukmin yang beriman kepada hari akhir bahwa segala amalan kita akan dihisab Allah, hendaknya segera mewujudkan ketiga pilar ini agar tidak ada lagi hal-hal yang mengguncang akidah kita dan berdiri seenaknya mengangkangi islam. Kita adalah umat terbaik, itu janji Allah maka harus kita buktikan kebenarannya.
Wallahu a' lam bi ash showab.