Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh grup Online BROWNIS
Sungguh! Ketika Islam baik ajaran dan simbol-simbolnya dikriminalisasikan itu adalah suatu perbuatan yang tak termaafkan. Mengingat penghormatan kepada agama-agama yang ada di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang. Dan jelas diajarkan di modul-modul pelajaran sekolah bagaimana menghormati umat yang beragama lain.
Apapun alasannya, tidak akan dibenarkan. Namun, jika anak-anak kita diminta untuk belajar menghormati, tidak dengan pemimpin negeri ini. Pengarusan opini yang dilakukan oleh pemerintah (kapolda, menkopolhukam, menag dan lain-lain) dengan membela fakta pembakaran dan penista agama menjadi tanda tanya besar, kemana arah pembelaan penegak hukum hari ini? kepada kemaslahan dan keamanan umum atau segelintir orang?
Polda Jawa Barat dan Polres Garut telah melakukan gelar perkara terbuka kasus dugaan pembakaran bendera bertuliskan lafaz kalimat Toyyibah, atau yang dinyatakan polisi sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hasil gelar perkara polisi itu akhirnya menyatakan tidak bersalah kepada tiga orang pelaku pembakar bendera di Garut itu. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan alasan memutuskan tidak bersalah kepada tiga orang tersebut karena tidak ditemukan niat jahat. Ketiganya melakukan aksi pembakaran karena spontanitas melihat adanya bendera HTI di tengah-tengah acara peringatan Hari Santri Nasional (HSN)( Republika.co.id/ 25/10/2018).
Padahal sebelumnya Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas menyatakan, bendera yang dibakar dalam insiden pembakaran merupakan bendera tauhid. MUI tidak menjumpai adanya lambang Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) di bendera tersebut. Namun mengapa pendapat MUI yang merupakan representatif seluruh ulama Indonesia itu tidak menjadi pertimbangan?
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kaum muslim hari ini harus lebih jeli melihat fakta yang terjadi. Karena di era miskinnya tabbayun dan bertebarannya fitnah ini, hoax dan realitas menjadi abu-abu. Tak penting lagi menjaga ukhuwah, karena ada anggapan ashobiyyah lebih menguntungkan. Tak penting lagi menjunjung tinggi nilai benar salah itu sesuai syariat jika pendapat seseorang lebih menjanjikan. Inilah bukti kebodohan kaum muslim atas agamanya yang sudah merajalela. Mereka yang mengaku beriman kepada Allah yang satu, mereka yang menjadi pemangku negara telah membiarkan penistaan agama terjadi dan justru mengkriminalisasi ajaran Islam dan memecah belah umat .
Umat ini harus bergerak, sekulerisme yang hari ini mempimpin tidak akan membiarkan Islam dianut secara kaffah. Karena memang landasan akidahnya adalah memisahkan agama dari kehidupan. Maka harus ada yang berani berdiri di barisan terdepan untuk mengajak umat menegakkan sistem Islam yang akan menutup celah penistaan agama. Karena atas nama kebebasan berpendapat dan berprilaku ada pihak-pihak yang sengaja ingin menghancurkan Islam. Dan itu bukan tindakan kriminalitas.
Dosa bisa dianggap besar di sisi Allah jika seorang hamba menganggap remeh dosa tersebut. Oleh karenanya, jika seorang hamba menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah. Sedangkan jika seorang hamba menggaggap kecil (remeh) suatu dosa, maka dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah. Dari sinilah jika seseorang mengganggap besar suatu dosa, maka ia akan segera lari dari dosa dan betul-betul membencinya. Bilal bin Sa’ad rahimahullah mengatakan, “Janganlah engkau melihat kecilnya suatu dosa, namun hendaklah engkau melihat siapa yang engkau durhakai.”
Haruslah dimasifkan upaya syiar terkait bahwa bendera tauhid itu bendera kaum muslim dan sekaligus pemersatu. Baik dalam bentuk tulisan tentang liwa raya secara nash dan sejarah ataupun bertemu langsung dengan umat. Karena dakwah kepada Islam hari ini bisa melalui sarana dan prasarana apapun selama tidak melanggar hukum syara. Dengan tujuan apa, agar makin banyak umat Islam yang paham dan kemudian membelanya. Tidak diam membisu padahal kalimat tauhidlah nantinya yang memuliakannya dunia akhirat. Wallahuallam bi a' showab.