Rezim Dracula, Hisap Rakyat Lewat Pajak
Oleh : Fenny Susanti, ST
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mencatat utang pemerintah pada Oktober 2018 naik menjadi Rp 4.478,57 triliun. Sebelumnya di September utang pemerintah sebesar Rp 4.416,37 triliun,
detikfinance detik.com (Jumat,16/11/ 2018).
Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia saat ini adalah akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme.
Sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Sayangnya pemerintah gagal memahami kondisi ekonomi yang buruk ini dengan menggenjot pajak di berbagai sektor. Salah satu sasaran wajib pajak adalah mahasiswa yang akan wisuda direncanakan sudah harus mengantongi NPWP. Dilansir dari katadata.co.id. Jumat (11/8/2017) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak mahasiswa untuk lebih banyak berkontribusi kepada masyarakat. Caranya, dengan giat belajar serta patuh membayar pajak, atau setidaknya membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Mahasiswa yang punya NPWP itu yang keren,” kata Sri Mulyani saat menggelar acara “Pajak Bertutur” di Kantor Pusat Pajak, Jakarta, Jumat (11/8). Dengan memiliki NPWP, maka mahasiswa terdata sebagai basis pajak Indonesia dan saat memiliki penghasilan bisa berkontribusi untuk mendanai pembangunan.
Menyelesaikan masalah ekonomi dengan menggenjot pajak adalah bukti pragmatis pemerintah dalam memandang masalah ekonomi yang ada dan keliru dalam membedakan ilmu dan sistem ekonomi.
Lalu darimana pendapatan negara diperoleh jika bukan dari pajak? Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang berlimpah dengan baik oleh negara akan menjadi sumber pendapatan utama, bukan dengan menyerahkannya pada orang asing, kemudian memasifkan pendapatan dari pajak.
Ditambah lagi rentetan kasus korupsi dari pendapatan pajak semakin menambah daftar preseden buruk kinerja pemerintah. Lebih aneh lagi di tengah integritas rakyat yang turun drastis akibat pejabat korupsi tersebut, pemerintah semakin memasifkan pajak kepada rakyat. Upaya pengenalan pajak sejak dini di sekolah-sekolah pun mulai digencarkan. Hampir di setiap aktivitas rakyat dikenakan pajak, makan kena pajak, belanja ditarik pajak, punya mobil, motor, rumah harus rutin bayar pajak, naik angkot pun bisa kena pajak. Negara tak henti-hentinya malak rakyat lewat pajak. Tiap tahun bukan berkurang malah bertambah peraturan pajak ini dan itu, namun yang di dapat rakyat bukanlah semakin sejahtera, sebaliknya semakin miskin, sengsara dan menderita.
Bagaimana agama yang haq (Islam) memandang pajak? Pajak dalam Islam dikenal dengan istilah dharibah. Al-‘Allamah Syaikh Rawwas Qal’ah Jie menyebutnya dengan, “Apa yang ditetapkan sebagai kewajiban atas harta maupun orang di luar kewajiban syara’.” [Mu’jam Lughat al-Fuqaha’, hal. 256]. Sedangkan al-‘Allamah Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum, mendefinisikannya dengan, “harta yang diwajibkan Allah kepada kaum Muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di Baitul Mal kaum Muslim untuk membiayainya.” [al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, hal. 129].
Pendapatan ini bersifat instrumental dan insidental. Bersifat instrumental, karena Islam menetapkan kepada kaum Muslim fardhu kifayah untuk memikul kewajiban pembiayaan, ketika dana tidak ada di Baitul Mal. Karena itu, ini menjadi instrumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi negara, yang dibebankan hanya kepada umat Islam. Disebut insidental, karena tidak diambil secara tetap, bergantung kebutuhan yang dibenarkan oleh syara’ untuk mengambilnya. Mengutip penjelasan Ustadz Hafidz Abdurrahman dalam kaskus.co.id.
Mengatasi permasalahan ekonomi negara ini harus dengan solusi yang sistemik dan komprehensif, bukan solusi yang parsial dan pragmatis. Sistem ekonomi islamlah yang mampu menyelesaikan kondisi ekonomi yang terpuruk ini. Dalam sistem ekonomi islam regulasi yang berkaitan dengan ekonomi haruslah dirumuskan berdasar dalil-dalil hukum islam yang kemudian diadopsi oleh kepala negara untuk diterapkan kepada seluruh warga negaranya.
Hanya sistem ekonomi islam dalam bingkai Daulah Islamlah yang mampu menyejahterakan rakyat tanpa memaksa warga negara membayar pajak. Pajak dan jizyah hanya dikenakan kepada warga yang kaya saja bukan pada yang tidak mampu.
Berbagai kegiatan ekonomi berjalan dalam rangka mencapai satu tujuan, menciptakan kesejahteraan menyeluruh bagi setiap individu rakyat baik Muslim maupun non-Muslim yang hidup dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Hal ini karena semua kegiatan ekonomi diarahkan untuk mewujudkan penerapan politik-ekonomi Islam, yaitu menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, pemenuhan berbagai kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka. Politik-ekonomi seperti ini pada akhirnya akan menciptakan kehidupan ekonomi yang sejahtera, penuh ketenangan dan kesederhanaan, namun tetap produktif dan inovatif.