Oleh : Elis Trusina, ST
(Aktivis Komunitas Penulis Bela Islam)
Ada 2 Film baru yang tayang bersamaan di bioskop tanggal 8 November 2018 yaitu A Man Called Ahok dan Hanum & Rangga, dua film profil sosok. Yang pertama adalah A Man Called Ahok. Film pertama, seperti judulnya, bercerita soal masa kecil Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Film kedua adalah kisah Hanum Salsabiel Rais atau Hanum Rais, puteri Amien Rais. (https://mojok.co/yms/ulasan/pojokan/film-ahok-dan-hanum-rais/)
Dua film ini punya banyak kesamaaan. Pertama, sama-sama tayang pada tanggal 8 Novermber 2018. Kedua, sama-sama dianggkat dari buku. A Man Called Ahok diangkat dari sebuah buku dengan judul yang sama karya Rudi Valinka. Sementara itu, Hanum & Rangga diangkat dari buku berjudul Faith and The City karya Hanum Rais sendiri. Ketiga, tokoh pusatnya, sama-sama bersinggungan dengan dunia politik, meski berbeda pandangan. 2 film ini dikait – kaitkan dengan 2 paslon presiden. Kita tau Ahok (pernah) dekat dengan Jokowi, sementara itu Hanum Rais, sesuai pandangan politik bapaknya, mendukung Prabowo. Hanum Rais sendiri terjun ke dunia politik lewat partai PAN dan nyaleg sebagai anggota DPRD DIY dengan dapilnya di Sleman Timur atau dapil 6 DIY. Tak hanya sosoknya yang “politis”, pergeseran jadwal penayangan Hanum & Rangga juga dianggap sebagai taktik yang “politik banget”. (https://mojok.co/yms/ulasan/pojokan/film-ahok-dan-hanum-rais/)
Ini diduga adalah salah satu pendidikan politik yang dilakukan para elite politik untuk mengukur suara keberpihakan dan membangun elektabilitas. Sadar tidak sadar kita sedang diedukasi politik melalui film ini. Jelas fakta di atas menunjukkan keberpihakan ke dua film tersebut pada ke dua kubu yang sedang memerlukan suara, untuk menciptakan elektabilitas yang di bangun dengan dua sisi visual dan audiovisual yang mudah sekali dicerna oleh para penonton, di mana film tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi para penonton.
Sesungguhnya Islam agama yang sempurna memiliki mekanisme edukasi politik yang sempurna, islam bukan agama yang megurusi ibadah ritual saja namun agama yang mengurusi seluruh aspek kehidupan termasuk politik. Islam dan politik satu kesatuan, istilah politik dalam islam sendiri ‘siyasah’. Menurut terminologi bahasa siyasah menunjukkan arti mengatur, memperbaiki dan mendidik. Sedangkan secara etimologi, siyasah (politik) memiliki makna yang berkaitan dengan negara dan kekuasaan.Terbukti dengan ada aktivitas politik Rasulullah dan para sahabat. Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan barangsiapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin).“
Dalam sejarah perjuangan para sahabat terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwasannya agama Islam memang memiliki otoritas terhadap politik. Salah satu yang menjadi bukti sejarah perpolitikan pada masa itu adalah ketika mengangkat seorang khalifah (kepala negara pengganti Rasulullah).Dalam mengangkat seorang khalifah, para sahabat memberikan syarat kepada khalifah agar memegang teguh Al Quran dan As Sunnah. Karena mereka tahu betul bahwa politik tidak bisa dipisahkan dari agama, sehingga dalam pengangkatan khalifah harus didasarkan pada pertimbangan yang terbaik.
Terbukti Islam telah mengedukasi politik sejak manusia mengenal kata memimpin dan dipimpin, maka politik ada saat itu. Proses edukasi yang fokus sesuai arti politik secara etimologi dan terminologi sehingga tidak akan ada pembahasan – pembahasan yang berkutat pada bahasa, seperti sontoloyo, genderewo menjadi topik utama yang membuat gagal fokus, melainkan fokus pada arti politik, bagaimana mengurusi urusan ummat dari mulai urusan bangun tidur sampai tidur kembali.Itulah Politik Islam yang seharus nya menjadi pilihan kaum muslimiin.
Wallahua’alam Biashshowab