Oleh: Iis Kurniati( Ibu Rumah Tangga, Member Akademi Menulis Kreatif)
Adanya wacana mata pelajaran PMP(Pendidikan Moral Pancasila) yang dihembuskan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan(Kemendikbud) dengan tujuan untuk menguatkan Pancasila khususnya pada generasi muda, menimbulkan pro dan kontra.
Yang setuju dengan wacana itu beralasan karena ada banyak hal yang harus diperbaiki dari bangsa ini, salah satunya adalah melemahnya nilai-nilai Pancasila pada kalangan generasi muda.
Saat ini generasi muda dinilai cenderung sangat individualistik, pragmatis, mengejar kepuasan sesaat dan acuh tak acuh dengan persoalan bangsa, sementara pendidikan tentang nilai-nilai Pancasila tak lagi seperti dulu.
Selain itu, dikhawatirkan para generasi muda mencari ideologi yang lain, karena itu harus ada radikalisasi ideologi Pancasila. Pancasila harus diajarkan secara radikal, kuat, harus menancap di dada anak-anak muda yang sekarang ini hilang, seperti yang dikatakan ketua MPR, Zulkifli Hasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (detik.com, 27/11/2018).
Permasalahan munculnya paham-paham radikalisme dan berbagai paham lain yang bertentangan dengan norma Pancasila sebagai dasar negara pun diakui Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Supriano, menjadi salah satu alasan pendidikan dasar ini mesti kembali diterapkan. Menurutnya, Pancasila bisa digunakan sebagai pondasi untuk membentengi seseorang dari paham-paham radikal yang merusak bangsa.
PMP dinilai sangat dibutuhkan dalam kondisi bangsa saat ini. Generasi muda Indonesia membutuhkan tambahan pelajaran kewarganegaraan.
"PMP kita akan kembalikan lagi karena ini banyak yang harus dihidupkan kembali, bahwa Pancasila ini luar biasa buat bangsa kita, itu mungkin yang akan kita lakukan," kata Supriano usai upacara peringatan hari guru di gedung Kemendiknas, Jakarta Pusat, Senin (detik.com, 26/11/2018).
Pelajaran zaman Orde Baru ini diharapkan bisa memperbaiki mental anak bangsa.
Kalau kita telaah lebih jauh, sebenarnya yang terjadi adalah kepanikan sekelompok orang terhadap bangkitnya Ideologi Islam di tengah masyarakat khususnya generasi muda, yang sudah mulai melek dengan kerusakan sistem sekuler kapitalis ini. Mulai menggeliatnya kesadaran akan keunggulan Ideologi Islam dan kemuliaan serta kesejahteraan yang akan didapatkan jika berhasil menegakkannya, membuat mereka yang tidak menginginkan kebangkitan Islam sontak bangun dan berusaha memghalanginya dengan berbagai cara.
Mulai dari stigma anti Pancasila, anti kebhinekaan, anti toleransi, bahkan radikal kepada yang menyerukan Ideologi Islam. Istilah radikal diidentikkan dengan kekerasan, brutal, dan sesuatu yang negatif. Lucunya, mereka sendiri mengharuskan mengajarkan Pancasila secara radikal.
Tapi apapun upaya mereka dalam mencegah masyarakat khususnya generasi muda dari tercerahkannya pemahaman mereka bahwa Islam adalah sebuah ideologi, bukan semata agama ruhiyah, akan sia-sia saja.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”
[Ali Imran: 54]
Adapun alasan untuk memperbaiki generasi muda yang dinilai cenderung individualistik, pragmatis, mengejar kepuasan sesaat dan acuh tak acuh dengan persoalan bangsa, justru karena sistem sekuler kapitalislah yang melahirkan generasi sepeti itu. Sistem sekarang yang mendewakan materi, di mana segala sesuatu dinilai dengan uang termasuk kesuksesan dan kepuasan, menyebabkan generasi muda egois dan berdiri di atas azas manfaat. Tidak ada keperdulian dengan problema yang terjadi di sekitarnya, termasuk problema bangsa dan negara, selama kepentingannya terjaga.
Sejatinya, hanya Sistem Islamlah yang bisa melahirkan generasi yang unggul, baik dalam akidah, akhlaq, maupun kecerdasan. Mereka akan saling perduli dan tolong menolong karena dipersatukan dengan akidah Islam. Mereka akan menjadikan Syariah Islam sebagai solusi bagi tiap permasalahan dari akarnya secara tuntas dan menyeluruh, bukan sekedar pragmatis.
Karena Islam adalah akidah yang melahirkan aturan, yang melingkupi segenap bidang kehidupan. Islam adalah agama yang sempurna, sehingga kita tidak memerlukan agama dan ideologi lain.
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Wallahu a'lam bishawab.