Oleh : Vivin Indriani( Anggota Komunitas Revowriter)
Kebutuhan akan women peacekeepers atau perempuan penjaga perdamaian dunia saat ini mengalami peningkatan. Saat ini jumlah peacekeepers perempuan sekitar 3% dari keseluruhan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di sela Mandela Peace Summit, Markas Besar PBB, New York, Senin (24/9/2018).
Menlu Retno juga menyatakan pada dasarnya korban terbanyak saat perang atau pascaperang adalah perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu keberadaan peacekeepers perempuan sangat diperlukan.
"Women peacekeepers, sebagaimana diketahui, baru minggu lalu, para menlu perempuan bertemu di Montreal. Kita bicara masalah bagaimana kita meningkatkan jumlah peacekeepers perempuan ke wilayah-wilayah konflik dan setelah konflik," ujar Menlu Retno sehari sebelum pertemuan tingkat tinggi untuk Penjaga Perdamaian(high-level event action for peacekeeping) di Sidang Umum PBB ke-73, Selasa (24/9) pagi waktu New York atau Selasa (24/9) malam waktu Jakarta. Pertemuan akan dipimpin oleh Sekjen PBB Antonio Guterres.
Kebutuhan Atau Eksploitasi
Kapitalisme menjadikan banyak hal tereksploitasi. Segala ruang yang memungkinkan memiliki nilai jual maka akan di ekspos habis-habisan. Bahkan kapitalisme mengeksploitasi perempuan dari tiap sudut.
Perempuan di jadikan sebagai barang penarik dan penghasil materi. Mulai dari iklan sabun sampai apartemen mewah, semua mengeksploitasi perempuan. Dari mulai obat nyamuk sampai obat flu, tak banyak iklan yang tak menjual perempuan disana. Hingga kebutuhan akan tentara penjaga perdamaian dunia, satu posisi yang sangat rawan bagi perempuan, dianggap sebagai kebutuhan yang sangat penting hari ini.
Banyak fakta seputar kondisi pasukan penjaga perdamaian yang tidak bisa di tutup-tutupi menyisakan tanya dan kengerian. Belum lagi tugas yang berat di medan konflik yang jauh dari rasa aman. Penculikan, teror bom, penyakit menular hingga cuaca ekstrem harus dijalani oleh tentara penjaga perdamaian. Semua itu bukan tugas yang ringan bagi perempuan.
Kasus pelecehan seksual yang di lakukan pasukan penjaga perdamaian pada penduduk di wilayah konflik tiap tahun juga bertambah banyak. Periode 2004-2016, PBB menerima laporan kurang lebih sebanyak 2000 tuduhan eksploitasi seksual dan pelecehan seksual yang dilakukan pasukan penjaga perdamaian.(Sumber : Association Press, Al Jazeera, Human Right Watch).
Menjaga Perdamaian Kewajiban Siapa?
Menjaga perdamaian dunia sesungguhnya membutuhkan komitmen yang kuat semua negara. Tanpa ada satu atau dua negara berhak untuk melanggarnya. Aturan yang di tegakkan juga menjadi poin penting dalam hal menjalin hubungan antar negara.
Saat ini ideologi kapitalisme telah menempatkan perdamaian dunia sebagai pemanis. Jika berkaitan dengan faktor kepentingan suatu negara maka perdamaian boleh di hilangkan di negara itu. Peperangan pun di gelar atas nama kedamaian di negara yang lainnya.
Ketidak adilan nampak nyata di mata dunia. Dimana negeri-negeri muslim seringkali menjadi negeri sasaran ketidak adilan dalam mendapatkan kedamaian. Serangan terhadap negeri-negeri mereka oleh pasukan negara-negara besar acapkali melanggar ide perdamaian dunia yang mereka dengungkan selama ini.
Dunia membutuhkan satu aturan yang tegas, disiplin dan tidak tebang pilih untuk menciptakan perdamaian dunia. Sehingga misi perdamaian tidak lagi sekedar hiasan semata.
Sepanjang masa peradaban Islam, tentu perdamaian dunia bisa di rasakan oleh negeri-negeri di sekitar wilayah kekhalifahan Islam. Dengan mengikat perjanjian damai antar negara, maka negara Islam telah ikut memberikan penjagaan dan perlindungan dari siapapun yang mencoba memgusik perdamaian tersebut.
Perempuan Dan Tugas Perdamaian
Dalam Islam, perempuan telah purna dengan tugasnya sebagai umm wa rabbatul baith(ibu dan pengatur rumah tangga). Peran strategis dalam mencetak generasi yang berkepribadian adil dan mencintai kedamaian menjadi wilayah tugas mereka. Meski tidak ada larangan aktif dalam kegiatan publik, peran ini tidak bisa di tinggalkan. Justru di sinilah peran besar sebagai pendidik generasi yang kuat bagi negara layak di utamakan.
Maka sungguh kesalahan jika menjadikan perempuan sebagai martir penjaga perdamaian hari ini. Dimana perempuan harus pergi meninggalkan anak-anak dan suami, tempat tugas utamanya. Sekaligus dalam waktu bersamaan menjadikan mereka martir yang langsung berhadapan dengan musuh di daerah-daerah konflik.
Peran perempuan yang begitu mulia(sebagai ibu dan pendidik generasi), tidak bisa digantikan oleh siapapun. Menempatkan perempuan sebagai garda perdamaian dunia sama saja menimbulkan persoalan yang jauh lebih besar lagi.
Ancaman yang cukup besar di daerah konflik. Belum lagi kesempatan memperoleh pelecehan seksual di area tugas menjadi pertimbangan yang sangat penting agar perempuan lebih terjaga.
Demikian harusnya menempatkan perempuan bukan untuk di eksploitasi dan di tempatkan pada posisi yang rawan. Buah penerapan ideologi kapitalisme selayaknya tidak boleh terjadi dalam kehidupan perempuan terutama wanita muslimah. Sungguh, hanya Islam yang mampu memberikan rasa aman dan damai, serta menciptakan keberpihakan pada perlindungan perempuan.
Wallahu'alam bish shawab