Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Lagi, TKI asal Indonesia dihukum mati. Namun kali ini tanpa pemberitahuan kepada pihak KBRI. Tuty Susilawati TKI yang berasal dari Majalengka, Jawa Barat, salah satu diantara lima TKI yang dihukum mati tanpa notifikasi. Tuti Tursilawati dihukum mati karena telah membunuh orang tua majikannya. Pembunuhan tersebut dilakukan guna menyelamatkan diri dari pelecehan seksual yang sering diterimanya.
Menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Lalu Muhamad Iqbal sejak 2011 hingga 2018, ada 103 WNI yang terancam hukuman mati di Saudi (bbc.com, 31/10/2018).
Masih dari sumber yang sama, dari jumlah tersebut, pemerintah telah berhasil membebaskan 85 WNI dari hukuman mati. Kemudian, sebanyak lima WNI telah dieksekusi salah satunya Tuti Tursilawati pada Senin, 29 Oktober 2018. Ada pun 13 WNI lainnya masih terancam.
Selama ini TKI selalu dianggap sebagai dianggap sebagai pahlawan devisa, namun perlakuan yang diperoleh tak selayaknya pahlawan. Justru lebih mirip tumbal yang disuguhkan untuk meraup devisa. Banyak diantara mereka mendapatkan perlakuan yang tak layak, seperti pelecehan seksual, kekerasan serta tidak mendapatkan upah yang semestinya diterima. Serta perlindungan hukum yang terkesan lembek, jika dibandingkan dengan negara lain yang juga mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri.
Kegagalan pemerintah memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya berimbas pada pengiriman TKI. Ditambah susahnya mencari pekerjaan. Dan bukan rahasia umum bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk. Ditambah lagi lowongan pekerjaan yang tersedia lebih banyak untuk kaum perempuan.
Dengan iming-iming gaji dalam jumlah yang besar menyebabkan kaum perempuan berbondong-bondong mencari peruntungan ke luar negeri. Meskipun tanpa memiliki skill yang memadai mereka tetap nekat menjadi TKI. Semua ini akibat penerapan sistem sekuler yang membiarkan kekayaan dikuasai oleh segelintir orang.
Berbeda jauh dengan Islam yang justru melarang adanya penumpukan kekayaan oleh golongan tertentu. Dalam Islam kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil guna mengentaskan kemiskinan dengan memberikan lapangan pekerjaan bagi para lelaki selaku tulang punggung keluarga. Serta pemerataan kekayaan yang dimiliki negara.
Wanita dikembalikan pada kodratnya sebagai ummu warobatul bait ( ibu dan pengantur rumah tangga). Sehingga tak perlu wanita bersusah payah memeras keringat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Semua ini hanya bisa terwujud jika negara menerapkan Islam kaffah dalam bingkai khilafah