Nasib Guru Dibuat Haru

Oleh:Rina Tresna Sari, S.Pd.I

(Guru Honorer, tinggal di Kab.Bandung)



Guruku sayang, guruku malang, itu lah kata kata yang pantas keluar dari pikiran kita ketika menyaksikan pemandangan yang menyayat hati menyaksikan teman teman sesama guru honorer yang sedang malakukan aksi di depan istana negara, sebagai mana di lansir oleh RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Puluhan ribu honorer K2 (kategori dua) menggelar aksi demo di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/10/2018). Mereka yang datang dari seluruh Indonesia itu menyuarakan dua tuntutan utama dalam aksi bertajuk 3010 tersebut.



Dua tuntutan itu yakni menolak konsep pengangkatan P3K dan mendesak pemerintah mengangkat semua K2 menjadi CPNS. Tuntutan menjadi CPNS dinilai sudah harga mati,fasalnya mereka menilai pemerintah sudah zalim kepada honorer K2.memeras tenaga honorer K2 tapi tidak memperhatikan kesejahteraan.

Gaji kecil di tengah naiknya harga-harga membuat para pahlawan tanpa tanda jasa ini harus memutar otak mencari penghasilan tambahan. Pemulung, tukang ojeg menjadi pilihan untuk membuat dapur tetap ngebul. Bayangkan gaji mereka bahkan jauh lebih rendah dari UMR kota, konon ada yang kurang dari 500 ribu rupiah. Ironis… Mereka adalah pendidik generasi muda kita yang akan memegang estafet kepemimpinan di masa mendatang. Tapi penghargaan Pemerintah terhadap mereka tak sepadan dengan jasa mereka. Mungkinkah akan ada presiden, menteri, dokter, insinyur, pengacara tanpa adanya para guru ini? Tentu jawabnya adalah tidak mungkin.



Coba bandingkan dengan para selebritis di negeri ini, bahkan penghasilan mereka bisa mencapai puluhan juta sampai ratusan juta rupiah per hari. Sementara para pahlawan tanpa tanda jasa ini, bahkan sekedar untuk makan saja harus berupaya keras. Mereka harus tinggal di rumah sederhana, (mungkin) dengan kendaraan yang apa adanya. Sungguh inilah ironi di negeri kapitalisme, ketika penghargaan terhadap para pahlawan ini kadang hanya terkesan seremonial saja.



Sejatinya Islam memberikan kedudukan yang tinggi terhadap ilmu, orang-orang berilmu dan yang mengajarkan ilmunya. Tak berlebihan kiranya, Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap para guru. Bahkan Khalifah Umar bin Khattab pernah menggaji seorang guru membaca dan menulis sebesar 15 dinar (1 dinar: 4,25 gram emas). Bandingkan dengan gaji guru di masa sekarang, tentu sangat tidak sebanding. Dengan gaji guru yang tinggi dan fasilitas pendidikan yang baik, maka tak mengherankan kiranya pada masa Khilafah banyak bermunculan ilmuwan mumpuni penemu berbagai bidang ilmu. Ibnu Sina, Al Jabar hanyalah sedikit dari contoh ilmuwan-ilmuwan yang lahir pada masa Khilafah Islam. Sudah saatnya kita kembali kepada syariah-Nya  agar tak hanya para guru yang sejahtera tapi lebih dari itu, keberkahan hidup dapat terwujud. Hanya dalam sistem Islam  yang agung perkembangan sains dan teknologi akan semakin pesat dan yang pasti nasib para pahlawan tanpa tanda jasa ini akan terangkat. Aamiin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak