Oleh: Endang setyowati
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai gencar dalam melakukan upaya meminimalisir defisit yang terjadi di perusahaan plat merah tersebut. Satu di antaranya mengetatkan sanksi terhadap peserta yang menunggak iuran. Sebenarnya total jumlah peserta BPJS Kesehatan hingga 1 Juli 2018 mencapai 199 juta jiwa atau sekitar 80 persen dari keseluruhan populasi penduduk Indonesia. BPJS Kesehatan menargetkan jumlah peserta meningkat hingga 257 juta orang pada 2019.
Namun, rupanya tidak semua yang sudah terdaftar memenuhi target bayar sesuai yang diinginkan. Maka ada infformasi mulai 1 Januari 2019 akan ada sanksi bagi peserta yang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan. Terkait sanksi tersebut, ia menyatakan BPJS Kesehatan hanya bisa mengimbau dan mengajak masyarakat untuk membayar iuran.
Sementara informasi dari situs TRIBUNNEWSBOGOR.COM (12/11/2018), menyatakan bahwa masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan akan dipaksa menanggung hutang. Bahkan, bakal ada sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran tiap bulan. Sanksinya bagi peserta yang tak patuh tidak akan bisa memperpajang SIM, STNK hingga Paspor.
Langkah "pemaksaan" ini muncul lantaran berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Jumlah tersebut merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni Rp 60,57 triliun dengan beban RP 68,52 triliun. Kepala Humas BPJS kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, perusahaan akan mengetatkan sanksi tersebut terhadap peserta yang termasuk dalam pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Sebab segmen tersebut merupakan salah satu penyumbang defisit yang dialami BPJS kesehatan saat ini.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis meminta BPJS Kesehatan membatalkan tiga aturan baru yang tercantum dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018. Aturan itu berisi tentang pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru dilahirkan, dan rehabilitasi medik. "IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Marsis dalam konfrensi pers di Kantor IDI Pusat, di Jakarta , Kamis (2/8/2018).
Menurut Marsis, salah satu yang terdampak terhadap aturan tersebut adalah dokter. Sejumlah tindakan kedokteran akan dibatasi dengan adanya aturan itu. Hal tersebut, kata Marsis, berpotensi melanggar sumpah dan kode etik yaitu melakukan praktek kedokteran tidak sesuai standar profesi. Penerapan aturan itu juga berpotensi meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
Sungguh miris. Demi alasan finansial, kesehatan manusia seolah dinomor sekiankan. Padahalmelakukan upaya efisiensi, BPJS Kesehatan harusnya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselataman pasien. Sering dijumpai di lapangan bahwa pelayanan bagi peserta BPJS kesehatan saat berobat di klinik maupun di rumah sakitpun hingga saat ini, masih kerap kali di keluhkan masyarakat. Sehingga tak sedikit dari warga yang menjadi peserta BPJS kesehatan tidak menggunakan kartu JKN nya ketika berobat ke rumah sakit atau klinik, karena mereka tidak mau ribet. Juga karena akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik jika melakukan pembayaran tunai tanpa menggunakan kartu JKN atau kartu BPJS kesehatan.
Bagaimana pandangan Islam terhadap BPJS?
BPJS sekarang faktanya adalah asuransi konvensional. Dana premi (iuran) yang dibayarkan peserta BPJS ternyata diinvestasikan dalam usaha-usaha non halal, yaitu deposito dan obligasi konvensional yang berbunga (riba). BPJS tidak sesuai dengan syariah Islam karena sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin kesehatan seluruh rakyatnya secara gratis. Dahulu dimasa Rasulullah SAW, sebagai kepala negara, beliau telah menjamin kesehatan seluruh rakyatnya, dengan menyediakan thabib (dokter), tanpa memungut biaya sepersenpun dari rakyatnya.
Yang benar menurut syariah, BPJS wajib dihapuskan secara total, termasuk menghapuskan pemungutan dana dari masyarakat, sebab negara wajib menjamin kesehatan seluruh rakyatnya secara gratis. Maka sudah saatnya kita kembali kepada Islam secara menyeluruh. Karena Islam mempunyai aturan yang sangat komplit, dimana dari kita bangun tidur, hingga bangun negara.