Mus'ab Bin Umair : Ispirator Pemuda Masa Depan

Oleh : Ummu Hanik

( Penulis Motivasi Dan Member Revowriter )

Mush'ab bin Umair. Namanya tercatat di dalam sejarah Islam sebagai sosok pemuda yang pantas diidolakn. Bukan karena ketampanannya. Bukan pula karena Kemewahan gaya hidupnya. Namun lebih karena kegigihannya dalam berislam meskipun harus meninggalkan semua kesenangan, kenikmatan dan kemewahan hidup yang sudah dirasakannya dari sejak lahir sampai dewasa.

Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi Saw.  Nabi Muhammad Saw dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.

Pemuda kaya keturunan Quraisy yang bernama asli Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi. Ibu Mush'ab bernama Khunas binti Malik, wanita berpendirian teguh dan cukup disegani dan ditakuti hingga diriwayatkan tiada kekhawatiran dihati Mush'ab ketika memeluk islam selain ibunya sendiri. 

Para muarrikh dan ahli riwayat mendeskripsikan Mush'ab bin Umair dengan kalimat "Seorang warga kota mekah yang mempunyai nama paling harum".

Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami. Pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik. Dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ

“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).

Mush'ab termasuk sahabat yang pertama dalam memeluk Islam setelah Nabi Muhammad saw diangkat sebagai Nabi dan menyebarkan agama Islam. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah Saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam ra. 

Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Saw di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.

Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. 

Saat keislamannya diketahui oleh ibunya, berbagai kesulitan mulai dirasakan oleh Mush'ab. Dengan perasaan kecewa, ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus berdiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya. 

Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.

Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.

Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah Saw di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah Saw melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).

Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah Saw sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi Saw memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. 

Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).

Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. 

Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.

Belajar dari kisah Mush'ab bin Umair diatas, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil :

1. Ketaatan seseorang kepada Allah harus dilebihkan di atas ketaatannya kepada orang tua, terlebih jika orang tua mengajaknya pada kemusyrikan. 

2. Keimanan seseorang kepada Allah perlu pengorbanan. Semakin tinggi iman seseorang, ia akan mampu mengorbankan segala yang dimilikinya termasuk semua Kemewahan hidup di dunia. 

3.  Semangatnya Mush'ab bin Umair dalam berislam dan pengorbanannya dalam menjaga keimanan, hendaknya bisa menjadi contoh bagi para pemuda Islam di masa sekarang. Sehingga di tangan para pemudalah, kejayaan Islam akan kembali terwujud.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak