Oleh: Sa’adah., S. Pd (Aktivis Dakwah dan Pengajar)
Beberapa hari yang lalu pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang ‘absurd’ yakni terkait mahasiswa yang akan langsung mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pasca kelulusan. Bukan merupakan hal yang tabu memang persoalan pajak ini, namun kebijakan baru ini menunjukkan kepayahan pemerintah dalam mengurusi ekonomi negara hingga akhirnya mahasiswa pun jadi korban.
Menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta para rektor mengurus para mahasiswa wisuda untuk langsung mendapatkan NPWP. Adapun jumlah mahasiswa yang lulus setiap tahun mencapai 1,8 juta orang. “Sehingga kalau ini sekaligus dia keluar saat wisuda dia sekaligus menerima kartu NPWP itu akan bagus sekali. Di satu sisi pembelajaran harus dilanjutkan, di sisi lain ini harus ditindaklanjuti,” kata dia dalam acara Pajak Bertutur di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (9/11) (katadata.co.id). Dengan adanya kebijakan tersebut, ia berharap para mahasiswa yang lulus bisa menjadi wajib pajak yang patuh. Kebijakan ini, menurutnya dalam upaya membangun negara, pun kebijakan tersebut diamini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sementara itu, pemerintah bertekad mencetak generasi patuh pajak dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan. Salah satu upaya agar hal itu terwujud yaitu dengan memasukkan materi kesadaran pajak ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Dikutip dalam kompas.com bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bahkan sudah menandatangani perjanjian kerja sama Eselon I di lingkungan Kemendikbud terkait pembelajaran materi kesadaran pajak di SD, SMP, SMA, dan jenjang perguruan tinggi.
Fenomena ini jelas sangat merugikan rakyat, ini sama saja dengan pemerintah (lagi-lagi) mencekik rakyat. Bagaimana bisa mahasiswa yang baru lulus langsung diwajibkan mendapatkan NPWP, sedangkan mencari perkerjaan saja sangat sulit di rezim saat ini. Ini menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah dalam mengurusi umat hingga pajak pun tetap dan bahkan akan terus menjadi solusi ekonomi paling utama. Kenapa tidak? dalam sekuler-demokrasi negara kapitalis objek; pajak memang merupakan sumber utama pendapatan negara. Menyoal pajak ini, pemerintah telah benar-benar kebangetan malak rakyat. Alih-alih memecahkan masalah justru menimpa masalah dengan masalah. Itulah solusi pragmatis yang kerap dijadikan andalan rezim saat ini.
Berbeda jauh dengan pemerintahan Islam yang telah menguasai dunia selama 13 abad lamanya. Pajak hanya dikenakan kepada mereka para aghniya saja (orang kaya) itupun diambil insidental bukan bersifat rutin. Islam tidak menjadikan pajak sebagai pendapatan utama negara, karena pendapatan utama dalam negara Islam hanyalah zakat dan ushur, adapun pendapatan-pendapatan lainnya berupa pendapatan tambahan (sekunder).
Dari sini, sejarah jelas telah mencatat kesejahteraan umat (baik muslim maupun non muslim) di bawah sistem perekonomian islam tatkala sistem pemerintahan Islam diterapkan sebagai satu-satunya aturan hidup manusia. Selain menjamin kesejahteraan rakyat, sistem Islam pun mejadi satu-satunya sistem yang Allah ridhai.
Berbagai fenomena diatas kembali membuka mata dan hati kita bahwa dalam menangani berbagai masalah perekonomian negara sudah seharusnya kita kembalikan pada aturan Sang Maha Pembuat hukum; Allah SWT yang dikemas rapi dalam sistem perekonomian Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bi shawab.