Oleh Ainul Mizan
(Pendidik Generasi Juara, Tinggal di Malang)
Melihat kejadian demi kejadian akhir – akhir ini, cukup membuat miris di hati. Memang aneh, Indonesia sebagai negeri muslim terbesar, justru Islam terpinggirkan. Persekusi ulama masih saja terjadi. Habib Rizieq Shihab yang hingga hari ini masih belum bisa kembali ke Indonesia. Kasus Novel Baswedan yang masih belum bisa terungkap dalangnya. Termasuk penghadangan kepada dakwah dari beberapa ustadz, dari Ustadz Felix Siauw, Ustadz Abdul Shomad hingga persekusi terhadap Habib Bahar bin Smith di Bandara Sam Ratulangi. Begitu pula, kasus penistaan terhadap Islam. Dari kasus Ahok hingga pembakaran bendera Tauhid di momen peringatan Hari Santri 2018 di Garut. Termasuk hate speech terhadap bendera Tauhid yang dituduh sebagai benderanya kaum teroris.
Sekarang marilah kita bersama menyadari bahwa Islam sebagai agama mayoritas di negeri ini, adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, berbicara tentang Islam tidak akan bisa dilepaskan dari sosok Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Islam dan sosok yang diharapkan syafaatnya di hari kiamat nanti. Pada momen peringatan Maulid Nabi SAW tahun ini, sangat relevan kita bermuhasabah diri dan bangsa ini akan makna kecintaan kepada Rasulullah SAW.
Sesungguhnya orang yang mencintai sesuatu akan menunjukkan tanda – tanda kecintaannya walau ia berusaha untuk menutupinya. Cinta kepada Rasulullah SAW akan memperlihatkan tanda – tandanya yakni sebagai berikut ini.
Pertama, orang yang cinta Rasulullah SAW akan banyak menyebut namanya dan menjadi khusyu’ serta tawadhu’ ketika disebutkan nama Rasulullah SAW. Ia akan sangat gemar untuk menyebut nama Rasulullah dan melafalkan wejangan – wejangan dari Rasulullah SAW. Di setiap momen ia tidak tabu untuk merujuk dan membacakan hadits – hadits Rasulullah SAW, hingga ketika ia berada di lembaga – lembaga pemerintahan.
Kedua, gemar untuk membaca doa sholawat kepada Rasulullah SAW. Barangsiapa yang membacakan sholawat kepada Rasulullah SAW satu kali, maka Allah SWT akan membalas dengan sholawat kepadanya sebanyak 10 kali. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya.
Ketiga, orang yang cinta kepada Rasulullah SAW adalah meneladani perilaku Rasulullah, mengamalkan ajaran beliau dan meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau SAW baik dalam keadaan suka maupun duka.
Ketika Aisyah rah ditanya tentang akhlaq Rasulullah SAW, maka beliau menjawab bahwa akhlaq Rasulullah SAW adalah Al – Qur’an. Artinya seluruh isi kandungan Al – Qur’an telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Maka sangat tidak layak bagi seorang Muslim masih memilih di antara ajaran yang terkandung di dalam Al – Qur’an. Bukanlah termasuk meneladani Rasulullah SAW dengan mengambil sebagian isi Al – Qur’an yakni hanya membatasi pada ajaran ibadah ritual dan akhlaq. Sedangkan di sisi yang lain mencampakkan ajaran – ajaran al Qur’an dalam aspek politik pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, peradilan dan pertahanan keamanan. Bahkan parahnya melakukan penistaan terhadap ajaran Al – Qur’an yang notabenenya adalah ajaran Islam. Ambil contoh dengan berpandangan bahwa sebagian ajaran Islam sudah tidak berlaku, dan atau dengan menyatakan bahwa al Qur’an sebagai kitab yang menginspirasi terjadinya kekerasan atas nama agama. Sungguh ironis.
Keempat, cinta kepada Rasulullah SAW itu dengan mengagungkan kemuliaan beliau SAW, keluarganya, dan juga para sahabat beliau yang mulia serta semua hal yang berkaitan dengan Rasulullah SAW.
Adalah cinta palsu kepada Rasulullah SAW bila hanya diam saja tidak bergeming ketika Rasulullah SAW dihinakan, dan panji beliau SAW disepelekan bahkan dibakar. Di negeri ini, penghinaan kepada Rasulullah SAW telah berulang terjadi. Dari penghinaan kepada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Koran Jawi Hisworo melalui tulisan DR. Sutomo, termasuk apa yang dilakukan oleh Arswendo, hingga penistaan Ahok kepada Al – Qur’an sebagai alat kebohongan dan Sang pembawanya, Rasul SAW sebagai orang yang berbohong dengan al – Qur’an.
Kelima, cinta kepada Rasulullah SAW adalah dengan memuliakan para ulama dan ustadz sebagai pewaris Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang – orang yang mengambil bagian sebagai penjaga dan pelita umat. Mereka menyampaikan ajaran Rasulullah SAW, walaupun orang – orang kafir dan munafik tidak menyukainya. Mereka adalah orang –orang yang ikhlash di jalan Allah SWT walaupun harus menghadapi celaan orang orang yang suka mencela. Artinya memusuhi, membenci dan menyudutkan mereka sama dengan memusuhi, membenci dan menyudutkan ajaran Islam yang disampaikannya. Kalau sudah seperti itu, yakni memusuhi dan membenci ajaran Islam yang disampaikan oleh para ulama sejatinya memusuhi dan membenci Allah SWT yang menurunkan risalah Islam dan orang yang membawanya yakni Rasulullah Muhammad SAW.
Akhirnya, kami ingin mengetengahkan di ruang baca kita semua, sebuah ungkapan dari kaum Asy’ari dari Yaman yang berbunyi:
غدا تلقى الاحبه محمدا وصحبه
Artinya ; Besok kita akan bertemu dengan orang – orang yang dicintai yakni Rasul Muhammad dan para sahabatnya.
Ini adalah ungkapan kecintaan dan kerinduan kepada Rasulullah SAW dan sahabatnya yang murni dan lahir dari sebuah keimanan yang benar. Kecintaan yang benar hingga menggerakkan orang yang mencintainya rela untuk melakukan perjalanan jauh demi untuk bertemu Rasul SAW, membela Rasul SAW dan menegakkan ajaran – ajaran beliau SAW di dalam kondisi lapang maupun kondisi sempit. Semoga kita dan bangsa ini mampu memaknai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW demi kondisi Indonesia yang lebih baik dan berkah dengan tampilnya kembali penerapan ajaran – ajaran Islam secara paripurna baik ranah individu, keluarga dan ranah kehidupan politik kenegaraan.
# Penulis tinggal di Malang