Kesenjangan Ciptaan Kapitalisme

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Pengasuh Grup Online BROWNIS


Dalam kehidupan segala sesuatu diciptakan Allah berpasangan, ada malam ada siang, ada perempuan ada laki-laki, demikian seterusnya hingga ada kaya ada miskin. Hal itulah yang disebut Sunnatullah. Namun, hari ini jika melihat betapa kesenjangan yang tampak kasat mata di masyarakat adalah  yang kaya tak tersentuh dan  yang miskin tak terhitung. Bahkan sudah tercipta keadaan yang di luar nalar manusia. Keji dan tidak berprikemanusiaan.

Dalam Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air. Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Artinya pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini hanya dinikmati oleh sebagian orang-orang tajir di negeri ini. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa ketimpangan kekayaan di Indonesia masih cukup tinggi sehingga bisa menjadi masalah yang serius di kemudian hari (databoks.katadata.co.id/ 25 /10/2018 ).

Bagaimana terjadinya kenyataan bahwa hanya 1% orang terkaya yang bisa menguasai 46,6% total kekayaan penduduk di  tanah air ? dan jika diingat kembali kesenjangan ini telah lama terjadi dan berlarut - larut hingga muncul opini di masyarakat bahwa   ini sengaja dipelihara oleh negara. Angka yang tercantum bisa saja berupa gunung es yang ternyata menunjukkan angka yang lebih  besar lagi. Namun, ketika Calon presiden  Prabowo Subianto mengungkapkan 99% rakyat Indonesia hidup pas-pasan. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskina saat ini berada di angka 9,82%. Hal ini menjadi gaduh dan saling tuduh. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika pun mempertanyakan kenapa hal ini baru ramai di tahun politik. Termasuk soal standar garis kemiskinan yang ditetapkan BPS.

Lepas dari apakah opini yang  dilontarkan bagian dari manuver politik salah satu paslon atau bukan, namun fakta, selama empat tahun rezim ini  berkuasa rakyat belum bisa dikategorikan mendapatkan keadilan dan kesejahteraan yang hakiki. Janji demi janji meluncur tanpa  ada kepastian . Justru menambah  penderitaan pada masyarakat lebih luas lagi. Berbagai program dan agenda politik neoliberal juga yang terhimpun pada program SDGs (Sustainable Development Goals) sekilas tampak maslahat namun bila ditelisik yang ada hanyalah fasad. Ini diperparah oleh pemanfaatan kemajuan teknologi RI 4.0 yang berbasis  sistem kehidupan sekuler kapitalistik. Meski dinarasikan rezim sebaliknya, namun realitas cukup menjadi bukti. Rezim gagal mengentaskan kemiskinan. 

Mengapa demikian? Karena secara keseluruhan negara kita , sebagaimana negara- negara yang lainnya menganut  sistem kapitalisme, dimana sistem ini berlandaskan kepada ide pemisahan agama dari kehidupan. Solusi bagi setiap permasalahan manusia disandarkan kepada manusia yang lain, dengan kata lain, karena sistem sekuler ini memisahkan agama dari kehidupan, maka aturan jelas dibuat oleh manusia. Yang jelas-jelas secara logika ia adalah makluk yang punya sifat terbatas , maka  tak bisa diharapkan membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Kapitalisme justru menjadi jalan penguasaan kekayaan oleh segelintir orang saja. Karena tak ada lagi pembedaan dalam hal kepemilikan harta.

Setiap individu dijamin oleh UU untuk mengeksplore apapun itu, selagi dia mampu. Tak masalah apakah yang akan jadi proyek adalah kepemilikan umum atau negara. Maka sudah bisa dipastikan siapa yang lebih kuat, secara modal, akan mendapatkan akses masuk utk berinvestasi lebih besar, tak peduli apakah modal berasal dari cara halal atau haram.

Islam satu-satunya  sistem yg menjamin  kesejahteraan bagi semua. Karena definisi kesejahteraan dan keadilan bagi Islam sungguh bertolak belakang dengan apa yang digagas hari ini oleh kapitalisme. Islam sangat ketat dalam hal pengaturan kepemilikan .  Ada kepemilikan individu, negara dan umum. Dan yang membuat sesuatu tersebut sebagai kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah), dan mencegah individu tertentu untuk memilikinya, tidak lain adalah karena semua manusia sangat membutuhkannya. Sehingga ia merupakan fasilitas publik yang sangat dibutuhkan oleh komunitas selamanya. Inilah yang hari ini terjadi dalam sistem kapitalisme, hingga kesenjangan taraf kesejahteraan sangat lebar. Karena dibolehkannya individu menguasai sesuatu yang menjadi milik umum. 

Dan asy-Syâri’ (pembuat hukum) telah mewakilkan tugas penggunaan dan pengaturan kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah) ini kepada negara, sehingga semua manusia memungkinkan untuk memanfaatkannya dan mencegah individu-individu tertentu dari mengontrol dan menguasainya. Semua itu untuk melindungi hak-hak rakyat, menjaga stabilitas masyarakat Muslim, serta untuk menjamin ketenangan semua individu rakyat.

Wallahu a'lam biashowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak