Oleh: Tsani Tsabita Farouq
(Siswi kelas X SMAN 1 Rancaekek)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat untuk pertama kalinya persentase angka kemiskinan di Indonesia mengalami titik terendah, yaitu sebesar 9,82 persen pada Maret 2018.
Setelah BPS mempublikasikan hasil survei kemiskinan per Maret 2018, Rezim Jokowi mencitrakan diri dan membangun opini publik, berhasil urus masalah kemiskinan.
BPS klaim, jumlah orang miskin Maret 2018 menurun hanya tinggal 25,95 juta orang atau 9, 82%, turun dari September 2017, yaitu 26,58 juta orang (10,12 %). Untuk Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp.401.220 perkapita/ bulan, maka pengeluaran dalam sehari sebesar Rp 13.374.
Sekalipun Jokowi berhasil menurunkan jumlah orang miskin, tetapi sangat minim yakni hanya 1,01 % untuk 4 tahun. Rata-rata pertahun 0,25 %. Ironisnya, dana negara habis untuk 1,01% ini Rp.7 triliun atau Rp 2 triliun pertahun. Sebaliknya, orang kaya naik 10% pertahun. Boleh disimpulkan, Rezim Jokowi gagal urus orang miskin. (telusur.co.id)
Dengan sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip ekonomi demikian, dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha yang mencari keuntungan, serta konsumen untuk mendapatkan sisa guna sebesar-besarnya melebihi biaya yang dikeluarkan dan kemampuannya.
Prinsip ekonomi kapitalis pada akhirnya cenderung menyebabkan seseorang untuk berlaku rakus dan tamak terhdap pencarian keuntungan dan pemenuhan kebutuhan. Pada tataran seperti inilah sistem ekonomi kapitalis dibangun.
Kemakmuran di bawah pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dicatatkan oleh Ibnu Abdil Hakam di dalam ‘Sirah Umar bin Abdul Aziz’ yang meriwayatkan bahawa Yahya bin Said, seorang petugas zakat pada masa itu berkata, “Saya pernah diutus Umar Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika.
Setelah memungutnya, saya ingin memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.
Begitulah gambaran kemakmuran dan kesejahteraan di bawah pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang didasari ketakwaan dan penerapan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah), baik dalam sektor ekonomi, politik, sosial, dan lain-lainnya.
Oleh karena itu, dalam mencari kemakmuran dan nafkah di dunia ini, melalui kegiatan ekonomi, umat Islam harus memperhatikan syariah yang telah digariskan Al-Quran dan Al-Hadis. Islam tidak mencegah orang untuk menjadi kaya berkat usahanya, namun perlu diingat dalam mencapai kekayaan tersebut haruslah sesuai dengan syariah Islam dan menimbun kekayaan serta menghambur-hamburkan uang bukanlah perbuatan yang Islami. Hal ini yang tidak ditemukan dalam sistem ekonomi lain, baik kapitalis atau sosialis.
Allaahu a'lam bi ash-shawab