Oleh. Mulyaningsih, S. Pt ( Anggota Akademi Menulis Kreatif )
Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram kini tiba-tiba menjadi terkenal. Lantaran kasusnya yang membuat semua orang merapat padanya guna membantunya. Guru tersebut ternyata telah merekam pembicaraannya dengan mantan kepala sekolah dimana ia mengajar pada tahun 2017 silam. Isinya adalah hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan resminya. Nuril merekam percakapan tersebut sebagai cara untuk melindungi dirinya serta bukti bahwa dia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku.
Nuril dilaporkan pimpinannya itu karena dituduh menyebarkan rekaman tersebut. Dipersidangan, terungkap bahwa tidak ada unsur kesengajaan dan tanpa hak mendistribusi informasi yang dituduhkan. Majelis Hakim pada persidangan 2017 lalu menyatakan yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah. Jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis tersebut. Dan akhirnya Nuril dinyatakan bersalah dengan hukuman penjara selama enam bulan dan denda Rp 500 juta subside tiga bulan kurungan. (m.republika.co.id, 19/11)
Wakil Ketua MPR RI Abdul Muhaimin Iskandar ikut mengomentari tentang kasus hukum yang saat ini menimpa Baiq Nuril. Cak Imin mengatakan, kasus Ibu Nuril mencederai rasa keadilan di masyarakat dan mendesak agar Ibu Nuril dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
“Ini yang saya maksud bahwa Ibu Nuril korban dari relasi kuasa. Dia merekam pembicaraan untuk melindungi dirinya dari fitnah. Lalu dia dipecat, dilaporkan dan sekarang mau dihukum. Rasa keadilannya tidak ada,” kata Cak Imin.
Cak Imin berharap segera ada upaya hukum untuk memastikan Baiq Nuril tidak ditahan. Menurutnya, pelecehan seksual yang dialami oleh Ibu Nuril adalah bukti dari relasi kuasa yang menempatkan Ibu Nuril pada posisi tidak berkuasa ketika peristiwa itu terjadi (m.republika.co.id, 17/11).
Melihat kondisi diatas membuat kita merasa heran terhadap keadilan di negeri ini. Terkesan seperti pisau, yang tajam kebawah namun tumpul di atasnya. Mengapa kejadian seperti ini kerapkali selalu terjadi dan terulang kembali? Harusnya selalu rakyat jelata yang menjadi bulan-bulanan mereka? Kapankah semua ini berkesudahan? Mungkin itu pertanyaan yang akhirnya muncul dalam benak kita.
Pandangan Islam
Islam (Al-Islâm) adalah agama (dîn) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW lewat perantara malaikat Jibril. Di dalam Islam terdapat pola pengaturan manusia dalam kancah kehidupannya. Pengaturan tersebut berupa pola interaksi manusia dengan Tuhannya (Rabb), dirinya sendiri dan orang lain.
Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT, Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu, Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Tak terkecuali di bidang hukum. Islam punya rambu-rambu yang jelas dan tegas. Tidak berat sebelah ketika memandang sebuah permasalahan manusia. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang terkait dengan hal itu, “Amma ba’du, Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang miskin maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila Fatimah anak Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari)
Begitulah Sabda Nabi Muhammad SAW bahwa hukum harus ditegakkan, tidak peduli orang tersebut kaya atau miskin. Uang tidak boleh menjadi penolong seseorang agar lolos dari hukuman. Hukum akan terus diterapkan tanpa membeda-bedakan status sosial, kekayaan, jabatan dan keturunan. Semuanya harus berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Apabila bersalah maka ia harus dihukum sesuai dengan kesalahannya. Berbeda halnya dengan kenyataan yang sekarang. Orang yang jelas-jelas terbukti bersalah saja masih bisa bebas berkeliaran, tidak bisa terkena sangsi hukum. Hal tersebut dikarenakan, dalam sistem kapitalis-sekuler ini tidak menafikan adanya suap-menyuap dalam hal keadilan. Ditambah lagi dengan adanya undang-undang karet yang bisa dimainkan sehingga semuanya bisa diatur. Itulah gambaran nyata di negeri ini. Keadilan itu hanya milik orang-orang tertentu saja. Pada orang yang berduit serta punya jabatan. Sedangkan bagi orang yang dibawah maka selalu saja terkena tajamnya pisau hukum. Sangat banyak sekali fakta yang kita lihat. Seperti nenek yang mencuri buah kakao milik sebuah perusahaan. Ternyata yang dinyatakan bersalah malah si nenek, padahal sejatinya beliau hanya memungut buah kakao yang telah jatuh dari pohon.
Sudah saatnya kita menerapkan sistem yang mampu memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Keadilan yang nyata terwujud dalam kehidupan, tidak membedakan status sosial, kekayaan serta jabatan. Semua itu hanya bisa diterapkan manakala kita mengambil sistem Islam. Karena dalam Islam semua manusia itu sama, yang membedakannya hanya keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Dengan begitu adil dapat terwujud dan dirasakan oleh semua pihak. Wallahu A’lam. [ ]