HIV/AIDS Dan Solusi Islam

Oleh : Tri Silvia 

(Pemerhati Masyarakat) 


Kerusakan generasi sangat sulit terbendung, baik secara psikis maupun fisik. Gaya hidup, cara berpikir dan rusaknya lingkungan menjadi tiga faktor pendukung utama. Ditambah dengan berbagai penyakit menular yang muncul setelahnya, tak ayal menjadi ancaman hebat bagi keberlangsungan generasi. HIV/AIDS salah satunya. 


Begitu seriusnya permasalahan yang disebabkan oleh HIV/AIDS, maka dibuatlah peringatan hari AIDS Internasional, yang jatuh pada tanggal 02 Desember. HIV atau Human Immunodeficiency Virus, merupakan virus yang sangat berbahaya. Ia bisa menyebabkan kerusakan serius pada sistem imun penderitanya, bahkan untuk penyakit-penyakit yang ringan sekalipun. 


Kondisi itulah yang dinamakan dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Mengerikan, hanya itu yang bisa terucap kala melihat bagaimana pasien AIDS bertahan dalam ketiadaan imun tubuh. Badan kurus kering menjadi pemandangan pertama diri mereka. Yang lebih mengerikan lagi, para dokter dan peneliti saat ini masih belum mampu menemukan obat ampuh untuk para penderita AIDS. 


Penyakit ini bukanlah penyakit sembarangan. Pasalnya penyakit ini hanya bisa ditularkan melalui seks bebas, penggunaan jarum suntik yang tidak steril juga transfusi darah. Dari ketiganya, seks bebas menjadi media penyebaran paling masif dan membawa banyak korban, anak-anak dan istri juga (jika dalam kondisi sudah berkeluarga).


HIV/AIDS telah menjadi momok menyeramkan tersendiri di Indonesia. Jumlah penderitanya yang semakin meningkat menjadi indikator terbesar kerusakan generasi saat ini. Mayoritas pengidap HIV berada pada usia produktif, (yakni) antara umur 20-39 tahun.


Adapun terkait jumlah, berdasarkan data Laporan Perkembangan HIV/AIDS Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, hingga Juni 2017, tercatat jumlah pengidap HIV banyak berkumpul di provinsi besar Indonesia. Yakni provinsi DKI Jakarta dengan 48.502 orang, disusul oleh Jawa Timur 35.168 orang, Papua 27.052 orang, Jawa Barat 26.066 orang, Jawa Tengah 19.272 orang, serta Bali 15.873 orang. (Kompas, 28/11/2017) 


Jumlah yang mencengangkan di atas harus menjadi keprihatinan bersama dari negara dan masyarakat. Harus ada solusi konkret untuk menghadapi fenomena penyakit ini. Solusi yang berasal dari akar permasalahan, tepat dan menyelesaikan. Bukan solusi yang sifatnya temporer dan parsial. Sebagaimana asap yang keluar dari api, jika asap itu masalahnya, maka solusi selesaikannya adalah memadamkan api, bukan justru melokalisasinya atau mengaturnya agar tidak menjadi masalah.


Jadi, solusinya bukan dengan pembagian kondom gratis, pembuatan ATM kondom atau sosialisasi program seks sehat. Melainkan harus ada peraturan tegas dari penguasa untuk mencegah terjadinya seks bebas. Di samping perlu juga hukuman bagi para maniak seks, yang dengan sengaja menularkan virus HIV tersebut kepada orang-orang yang tidak bersalah. Dan untuk orang-orang yang telanjur mengidap penyakit itu agar diberi penanganan khusus (dikarantina), dengan fasilitas memadai yang mereka butuhkan. 


Dua solusi di atas hampir tidak mungkin bisa terjadi di negara kita saat ini. Sistem negara yang serba liberal akan menghambat terbentuknya regulasi yang anti seks bebas. Melanggar hak asasi manusia akan menjadi alasan terbesar. Belum lagi terkait penanganan khusus untuk para pengidapnya.


Orang-orang yang mengatasnamakan diri sebagai para pembela HAM pasti akan berteriak meminta kesetaraan. Padahal, karantina dan penanganan khusus yang dilakukan bukan untuk menghinakan, melainkan justru mengistimewakan mereka dan menjaga orang lainnya agar tidak tertular penyakit tersebut. 


Oleh karena itu, kita butuh sebuah sistem negara yang mampu merealisasikan solusi di atas. Dan satu-satunya sistem yang mampu dan mumpuni untuk merealisasikannya adalah Islam. Islam dengan sifatnya yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan hati, akan merealisasikan secara menyeluruh berbagai solusi di atas melalui tiga suksesi. Yakni, ketakwaan individu, kesadaran masyarakat dan ketegasan negara.


Wallahu A'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak