Guru Sejahtera Dalam Naungan Sistem Islam

Oleh : Sera Alfi Hayunda S.Pd.


“Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa”. Ya inilah sepenggal lirik Hymne Guru, sebuah gelar mulia yang diberikan kepada guru di negeri ini. Hal ini tidak salah, karena guru memang sosok berjasa yang berperan penting sebagai pengajar dan pendidik generasi.


Sayangnya, di negeri ini ada dua macam guru, yaitu guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ada honorer. Yang mana mereka memiliki perbedaan yang mencolok bak anak kandung dan anak tiri dalam segi finansialnya.Untuk gaji PNS berkisar 3 sampai 4 juta perbulan plus berbagai tunjangan dari negara. Sedangkan guru honorer adalah seorang guru yang tugasnya sama bahkan kadang lebih berat tapi hanya bergaji berkisar Rp200.000-Rp300.000/bulan. Bahkan ada yang hanya Rp 35.000/bulan (http://jateng.tribunnews.com), dan itupun biasanya tidak tepat waktu dari tanggal perimannya. Bikin ngelus dada kan.


Walaupu gajinya sangat minim dari tahun ke tahun jumlah guru honorer bukan semakin sedikit tapi semakin membengkak saja. Hal ini di karenakan jumlah sarjana yang lulus semakin banyak sementara jumlah sarjana ataupun guru yang diangkat menjadi PNS sangat-sangat sedikit. Ya mau bagaimana lagi ketika sarjana yang lulus setiap tahun membludak sementara mereka juga perlu pekerjaan daripada tidak punya sepeser uang saya kira hal yang wajar jika rela menjadi guru honorer. Masih untung diterima menjadi guru honorer, sebab yang menjadi pengangguran karena penuhnya guru honorer di sekolah-sekolahpun juga banyak.


Sehingga ketika melihat sedikitnya gaji guru honorer plus susahnya menjadi PNS, membuat para guru honorer berfikir keras agar dapur keluarga tetap mengepul. Mereka menjadi guru honorer sambil pontang panting mencari pekerjaan tambahan, ya bagaimana tidak ketika gaji tidak mencukupi sementara kebutuhan semakin banyak, terlebih jika sudah memiliki anak dan istri. Jadi jangankan fokus untuk mendidik generasi menjadi umat terbaik, untuk tambal sulam kebutuhan rumah tangga saja sudah lelah.

Jadi tidak heran jika dari tahun ke tahun generasi negeri ini semakin terpuruk dan tak bermutu.


Sungguh, bukannya para guru honorer ini tidak berupaya agar negara terkhusus pemimpin negeri ini melirik nasib mereka. Melakukan aksi demo dan bermalam di depan Istana Negarapun telah mereka lakukan. Tapi seperti kita tau para elit negara dan pemimpin negeri ini tidak menggubris apirasi mereka, bahkan untuk sekedar menemui saja tidak. Sang pemimpin negara malah lagi sibuk blusukkan ke pasar dan para eit bersangkutan beralasan jadwal padat merayap. (http://makassar.tribunnews.com). Bahkan dilaporkan ada 5 demonstran guru honorer yang meninggal dunia. (https://www.liputan6.com).


Posisi Guru dalam Islam


Dalam Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru adalah sosok yang dikarunia ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik peserta didiknya agar cerdas secara akademik, tetapi juga cerdas secara spritual yakni memiliki kepribadian Islam dan menjadi umat terbaik tentunya.


Sejarah mencatat bahwa guru dalam naungan Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 575.000,- (karena dollar telah tembus di angka Rp 15.000,- ), berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 36.656.250,- ).


Waow menajubkan sekali bukan, ini belum di tambah lagi dengan fasilitas kesehatan yang telah gratis, pendidikan yang telah di gratisi negara, pengolahan SDA dan kebijakan-kebijakan yang sangat pro rakat dsb. Jadi gaji tadi utuh hanya untuk kebutuhan rumah tangga yang belum di akomodasi oleh negara.


Wahh saya jadi berandai-andai, nikmat sekali ya nasib guru di dalam naungan Khilafah. Sudah di jamin kesejahterannya, tidak ada diskriminasi finansial berupa penggolongan nama PNS dan Honorer, mendapatkan banyak perhatian dari negara dan masih banyak lagi. Tanpa harus memikirkan dan membagi waktu dan tenaganya mencari tambahan pendapatan.


Jika begini sang gurupun tanpa diminta akan serius dan fokus menjalankan tugas mulianya untuk mendidik generasi dan saya yakin umat terbaik akan lahir dari iklim yang seperti ini.


Sayangnya, kesejahteraan guru seperti diatas tidak akan didapatkan jika Islam tidak diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena hanya sistem Islam dalam naungan Khilafahlah kesejahteraan dan rahmatan lil alamin akan tercipta. Wallahu A’lam Bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak