Oleh : Siti Ruaida, S.Pd
Dunia pendidikan hari ini diwarnai potret buram, mulai dari kasus guru dibully oleh siswa yang terjadi di SMK NU Kendal, yang membuat kita mengurut dada beginilah buramnya generasi yang kehilangan nilai-nilai moral dan agama. Disisi lain kesejahteraan dan nasib guru tidak diperhatikan terbukti dengab aksi demo guru honerer didepan istana bahkan sampai bermalam didepan istana. Seperti disampaikan oleh Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I), Titi Purwaningsih mengatakan, bahwa aksi unjuk rasa itu sudah dilakukan sejak Selasa (30/10/2018). Beliau mengklaim guru honorer yang ikut aksi mencapai 70.000 orang dari 34 provinsi. Mereka berharap bisa bertemu Presiden dan pejabat yang berwenang untuk mendapatkan tanggapan dan perhatian dari pemerintah untuk diaprisiasi apa yang menjadi tuntutan mereka salah satunya adalah menjadi PNS karena pengabdian mereka yang sudah puluhan tahun dan menyangkut peningkatan kesejahteraan mereka yang sudah jamak diketahui umum bergaji rendah dan memprihatinkan.
Sikap Presiden Jokowi yang tidak menemui aksi guru honorer K2 di istana beberapa waktu lalu disayangkan mantan menterinya, Sudirman Said. Menurut Sudirman, pemerintah harus memperhatikan nasib guru honorer karena guru merupakan jembatan bagi generasi agar bisa menjadi bangsa yang cerdas. Beliau juga menuturkan"jika disuruh memilih pada kondisi keterbatasan anggaran maka saya akan memilih mengurusi guru bukan infrastruktur (fisik) (Detik News, 05/10/1).8
Persoalan guru sebenarnya merupakan persoalan bangsa yang urgen yang harus dicarikan solusinya karena menyangkut generasi penerus bangsa yang disitu ada peran besar guru dalam mencerdaskan anak bangsa untuk melahirkan bibit unggul untuk melanjutkan kehidupan bangsa. Melalui pembinaan dan penempaan guru, yang tentu saja mengharuskan negàra untuk serius mengaprisiasi dan memberi kesejahteraan guru, bukan hanya melabeli guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa hingga minim penghargaan. Sosok gurulah yang berperan dalam mengatasi krisis moral generasi terkait perannya sebagai orangtua kedua disekolah. Maka wajar Hirohitu pemimpin Jepang yang menanyakan berapa jumlah guru yang tersisa ketika Jepang diluluh lantakkan bom nuklir oleh Amerika Serikat. Karena Hirohitu menyadari peran penting guru untuk kembali membangun dan membangkitkan Jepang dari keterpurukan dan ini dibuktikan oleh Hirohitu akhirnya Jepang bisa bangkit lagi dari keterpurukannya. Baru kemudian Jepang memikirkan dan membangun infrastruktur fisik hingga hari ini.
Hal ini menunjukkan bahwa guru berperan penting dalam membangun infrastruktur lunak berupa pembentukan aqidah yang akan membentuk karakter anak menjadi beriman dan beramal sholeh karena keterikatannya dengan nilai- nilai agama yang tercermin dari akhlak dan perilakunya. Perilaku generasi yang dilandasi keimanan ini tentu pada gilirannya nanti akan menunjukkan jati dirinya sebagai generasi pemimpin umat, hal ini tentu saja akan bisa terjadi dengan adanya kesejahteraa guru dan kejelasan nasib guru supaya guru bisa totalitas membina dan mengkader generasi agar menjadi generasi yang tangguh dan memiliki jiwa kepempinan dan siap bersaing dalam berbagai bidang keilmuan. Di tunjang dengan anggaran pendidikan yang mampu dan bisa mendukung kegiatan pendidikan disamping untuk kesejahteran guru juga cukup memiliki anggaran untuk pengembangan ilmu dàn biaya riset yang memadai untuk pengembangan ilmu dan teknologi.
Dalam Islam sudah menjadi mekanisme yang baku bahwa guru ada pada posisi yang mulia karena perannya dalam mengangakat derajat anak didiknya, dari tidak tahu menjadi tahu. Dengan menjadikan aqidah sebagai pondasi agar tujuan pendidikan menjadikan generasi yang bersyaksiah Islamiah. Sejarah membuktikan bagaimana Dinasti Abbasiah pada masa kepemimpinan Harun Arrasyid membangun pusat pendidikan yang dikenal dengan nama Baitul Hikmah sebagai pusat bagi pembelajar baik dari Arab maupun non Arab. Khalifah Harun Arrasyid menyiapkan sejumlah guru yang handal, penginapan gratis bagi pelajar dan pasilitas belajar seperti perpustakaan dan mesjid yang kondisinya sangat nyaman dan kondusif. Ilmu dan tsaqafah maupun sains telah ditulis oleh para ilmuwan dalam buku-buku yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa yang ada didunia. Karya para ilmuwan diaprisiasi dengan menimbang berat buku yang menjadi karya mereka kemudian diberikan imbalan emas seberat buku yang dihasilkan.
Sejarah juga mencatat dengan tinta emas bahwa pada masa kekhalifahan Islam, pada masa Umar bin Khatab membuat kebijakan
bahwa ilmu dan sistem pendidikan serta peran guru dalam menghantarkan kesuksesan anak didik agar sukses dunia dan akhirat serta guru diaprisiasi dengan mendapatkan penghasilan yang memuaskan, sebanding dengan jasa mereka yang memang sangat besar untuk umat. Serta guru mendapatkan amal jariah dari ilmu yang diajarkan yang kemudian menginsipirasi anak didik untuk menebarkan kebaikkan untuk umat. Seperti kebijakan pada masa Khulafaur Rasyidin dimana Khalifah Umar bin Khatab menetapkan bahwa "Di Madinah ada tiga orang yang ditugaskan untuk mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar memberikan kepada setiap orangnya 15 dinar setiap bulan.(HR. Ibnu Abi Syaibah). Jika 1 dinar kita hitung kasar bernilai 2 juta saja, berarti gaji mereka 30.000.000 perbulan.
Kurikulum pendidikan yang dibuat oleh negara muatannya harus mampu mengcover apa yang menjadi tujuan negara terhadap generasi bangsa untuk melanjutkan kepemimpinan yang mampu memegang amanah untuk kesejahteraan dan kemashuran sebuah bangsa menjadi mercusuar peradapan dunia. Bukan kurikulum asal comot kemudian menjadikan anak bangsa sebagai kelinci percobaan yang apabila dianggap gagal atau belum mampu mengatasi persoalan generasi, lalu enteng saja menggonta ganti kurikulum tanpa penelitian yang cermat akan kemampuan kurikulum untuk mampu menjadi pondasi, kemudian mampu merangkài menjadi sebuah bangunan yang kokoh yang menjadikan negeri ini terhormàt dan disegani oleh kawan dan lawan. Persoalannya hari ini apakah negara serius dan memiliki cita-cita tinggi serta memiliki langkah-langkah untuk mencapainya. Ini adalah pekerjaan rumah bagi negara dan seluruh elemen masyarakat kalau memang memiliki cita- cita tinggi untuk generasi agar masa depan negeri ini terjamin karena kualitas generasinya yang terpercaya.
Bandingkan dengan kebijakan dibidang pendidikan Pada masa Umayyah bagaimana keseriusan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam bidang pendidikan dengan mengirimkan surat instruksi kepada para gubernurnya : pendataan orang-orang yang berprofesi sebagai pengajar ilmu Fikih, serta lebih sibuk untuk mengajar ketimbang urusan dunia. Setelah itu, serahkan kepada mereka masing-masing uang sebanyak 100 Dinar dari kas negara."Beginilah Islam mengaprisiasi guru dan memberinya penghargaan dan kedudukan yang mulia.
Iklim kapitalisme hari ini yang berorentasi semata-mata pada materi dan angka-angka mengukur kesuksesan seseorang dari materi yang dihasilkan, baru mendapatkan aprisiasi dan penghargaan atau dianggap sukses sebagai lulusan sebuah institusi pendidikan apabila karyanya bernilai materi. Hal inilah yang menghantarkan sistem pendidikan menjadi sekuler, yaitu menjauhkan agama dari kehidupan, walaupun amanah UU Sisdiknas No 20 tahu 2003 pasal 4 ayat 1 berbunyi " pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap serta menjadi warga yang negara yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Entah bagaimana caranya iklim sekularisasi tersebut menjadi semakin merasuk di Indonesia walaupun tidak anti agama seratus persen tapi telah menggerus keimanan. Agama menjadi mandul karena hanya ada diruang individu dan privasi tidak memeliki daya untuk mengatur urusan public termasuk bidang pendidikan. Pendidikan hanya menjadi ajang transfer ilmu dan beorentasi pada materi yang miskin nilai ruhiyah sehingga tidak bisa menjadi energi untuk membentuk Syaksiah Islamiah bagi anak didik yang bisa menghantarkan kesuksesan dunia dan akhirat.
Wallahu a'alam bissawwab
Penulis adalah Pengajar di MT.s Pangeran Antasari
Member AMk Kalsel