Oleh : Siti Ruaida, SP.d
Generasi muda adàlah generasi penerus bangsa. Besar hàrapan disandarkan kepada mereka untuk penerus perjuangan dalam rangka memastikan, kedepan mereka mampu menjadi generasi yang tangguh, mampu memegang amanah besar untuk mengelola negeri. Dalam rangka menyiapkan generasi dan menangkal kerusakan moral generasi hari ini, telah banyak program yang dicanangkan dan digadang- gadang mampu menuntaskan persoalan kerusakan moral generasi. Pencanangkan pendidikan karakter sebagai salah satu program nawacita diharapkan mampu menyelesailan persoalan kerusakan moral remaja di era milenial. Harapannya adalah Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
Hal inilah yang melandasi kebijakan diberbagai daerah termasuk Banjarbaru menjadikannya sebagai agenda untuk perbaikan mutu pendidikan, seperti diwartakan oleh PROKAL.CO, BANJARBARU - Semenjak di bawah kepemimpinan Nadjmi Adhani, Kota Banjarbaru menerapkan pendidikan berkarakter. Dengan cara menanamkan pelajaran akhlak, sopan santun, keimanan, cinta lingkungan, cinta tanah air dan kewirausahaan. Namun, ironisnya karakter tersebut masih belum terlihat.
Apa mau dikata hal yang mencengangkan malah terjadi, saat personel Polres Banjarbaru menjadi pengajar di salah satu SMP Negeri di Banjarbaru, Kamis (27/9) tadi. Mereka menemukan fakta mengejutkan saat memeriksa dan mengintrogasi para siswa dan siswi di sekolah itu. Ada siswa yang terang-terangan memiliki tato di tubuhnya. Adapula seorang siswi yang kedapatan sengaja menggores tangannya menggunakan pisau layaknya pecandu narkoba. Fakta ini sebenarnya jamak terjadi dikalangan generasi milineal hari ini, apalagi kalau rajin dan rutin melakukan pemeriksaan secara mendadak. Bahkan masih banyak pagi kerusakan moral yang menimpa generasi milineal.seperti narkoba, pergaulan bebas dan menjadi penikmat pornografi dengan rutin menonton video porno karena mudahnya akses internet, minum-minuman keras,merokok, membawa senjata tajam, berkelahi dan lain-lain karena mudahnya akses internet, termasuk hura-hura ke tempat hiburan malam (THM).
Langkah penyelesaian juga sudah tidak terhitung banyaknya yang dilakukan oleh guru di sekolah untuk upaya pencegahan dan upaya penanganan agar kasusnya tidak berulang termasuk dengan mengundang orang tua siswa untuk memberitahu perilaku anak mereka, dan menjalin kerjasama untuk menyelesaikan dan menguraikan masalah, termasuk pemberian poin apabila perilaku negatif, sebagai pengingat agar tidak mengulang pelanggaran karena Jika siswa banyak mendapatkan poin, maka akan memperoleh hukuman berat. Bahkan, bisa sampai dikeluarkan dari sekolah. Tapi apalah daya kerusakan moràl generasi semakin menggurita sehingga membuat guru dan orang tua pusing tujuh keliling. Sebenarnya apa yang menjadi persoalan mendasar sehingga masalah kerusakan moral generasi milineal ini sulit diuraikan apalagi mendapatkan solosi yang tepat dan paripurna sehingga masalahnya tidak berulang. Revolusi mental sudah mulai dijalankan di sekolah dengan program-program bahkan melibatkan institusi seperti kepolisian dan institusi lainnya yang ditujukan untuk merevolusi mental para siswa, Seperti wajib mengikuti kegiatan Paskibra setiap hari dan seabrek kegiatan lainnya. Hal itu bertujuan untuk menanamkan kedisiplinan dan ketaatan pada aturan yang ada di sekolah, dengan harapan perilaku mereka bisa berubah dan agar mereka teralihkan agar tidak melakukan hal-hal negatif karena terpengaruh lingkungan yang buruk, yang tentu bisa mengancam masa depan mereka menjadi suram.
Beginilah potret sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekularisme-kapitalisme hanya akan berujung pada output pendidikan yang dalam tanda kutip bermasalah karena terkontaminasi pemahaman liberalisme kapitalisme.
Berkenaan dengan hal itu, pemahaman terhadap karakter sebuah ideologi merupakan langkah awal dan mendasar ketika membicarakan sistem pendidikan. Ketidak paham terhadap basis sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan. Dalam masyarakat yang bertumpu pada ideologi sekularisme-kapitalisme, misalnya, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumberdaya manusia (peserta didik) yang berpikir profit oriented dan menjadi economic animal. Penanaman ideologi sekular (pemisahan agama dan kehidupan) telah mendorong masyarakat mengambil keputusan untuk menyimpan nilai-nilai agamanya dalam suatu benteng yang tidak berjendela dan berpintu. Mereka menutup tempat tersebut dan memandangnya sebagai suatu tradisi yang sudah menjadi endapan dan bagian masa lalu. Sehingga di sistem hari wajar kalau siswa atau generasi muda mengalami keterpurukan akhlak.
Kapitalisasi dalam bidang pendidikan sendiri dimulai dari keputusan Indonesia untuk tunduk pada arahan WTO melalui perumusan General Aggrement Tariffs dan Trade (GATT). Ini adalah awal yang menyebabkan jebolnya dinding-dinding proteksi negara dalam perdagangan. Konspirasi berlanjut dengan dirumuskannya The Washington Consensus (1989-1990) yang salah satu butirnya tentang public expenditure. Public expenditure sendiri adalah pengarahan kembali pengeluaran masyarakat untuk bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, sehingga beban tanggung jawab pemerintah berkurang disebabkan partisipasi masyarakat termasuk dalam bidang pendidikan dengan adanya komite sekolah yang dilibatkan dalam kebijakan sekolah.
Kebijakan di era Soeharto tertuang dalam UU no,74 tahun 1994. Kemudian mempersilahkan World Bank merambah masuk dalam dunia pendidikan dengan proyek-proyek berkedok program derma (sosial), University Research For Graduate Education (URGE), Development of Undegraduate Education, Quality of Undergraduate Education (QUE). Kemudian proyek berlanjut dibiayai oleh UNESCO yakni Higher Educations for Competitiveness Project (HECP) yang kemudian berevolusi menjadi Indonesia Managing Higher Education for Relevance And Efficiency (IMHERE).
Adanya proyek-proyek liberasisasi pendidikan ini tentu memberi dampak di sektor pendidikan : 1) pendidikan hanya dipandang sebagai proses menghasilkan manusia siap pakai di industri, 2)peserta didik adalah konsumen, 3)guru adalah pekerja, 4)pengelola lembaga adalah manager, 5) lembaga pendidikan.
Demikianlah Kebijakan pendidikan Kapitalisme Sekularisme telah berbuah rusaknya sistem pendidikan yang ditandai dengan rusaknya moral pelajar, padahal mereka adalah generasi penerus negeri yang akan menentukan nasib negeri ini kedepannya. Baik buruknya generasi akan menjadi cerminan masa depan negeri ini. Kemandirian dan kekuatan sebuah negeri ada dipundak generasi muda. Maka apa yang kita tànam hari ini akan menuai hasil, tentu kita tidak ingin musibah besar berupa kehancuran dan tidak berdàulatnya negeri ini akan menjadi taruhannya. Semakin rapuhnya mereka Maka semakin mudahlah orang asing menguasai negeri ini dengan segala potensinya karena kelemehan mereka.
Wallahualam