Ammylia Rostikasari, S.S.
(Aktivis Akademi Menulis Kreatif)
Baiq Nuril Maknun, terpidana kasus perekaman dan percakapan mesum, bertekad terus memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. Ia mengatakan, di Indonesia banyak perempuan yang belum berani menyuarakan keinginannya. Terutama dalam hal mencari keadilan.
Mantan pegawai tata usaha honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dipolisikan oleh kepala sekolah tempatnya bekerja. Baiq Nuril dijerat dengan Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ( Liputan6.com/24/11/2018).
Inilah sepenggal kisah Baiq Nuril. Bukti nyata sebagai tumbal dalam penerapan hukum yang tak adil. Hukum ala logika manusia yang mengerdilkan peranan Sang Pencipta sebagai Sang Pembuat Hukum kehidupan manusia. Walhasil yang terjadi adalah tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Pandangan Islam
Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang sempurna. Adanya mengatur seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali kehormatan wanita yang menuntut haknya setelah dilecehkan lewat percakapan.
Islam dan aturan hidup adalah dua mata logam yang tak bisa dipisahkan. Hal demikian karena keimanan kepada Allah bukan semata sebagai Sang Pencipta (Khalik), tetapi juga Sang Pengatur Kehidupan (Mudabir).
Namun seribu sayang, negeri kita telah mengadopsi sekularisme. Paham Barat yang sengaja memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Walhasil dalam mendudukkan persoalan Baiq Nuril ini, kini kondisinya justru menjadi distorsi. Baiq Nuril yang notabene menjadi korban justru divonis sebagai tersangka. Subhanallah, ini sungguh aniaya.
Jika kita berkaca pada penerapan Islam secara kaffah seperti yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Kali pertama di Kota Madinah Al Munawarah, adanya aparat penegak hukum akan memiliki pertanggungan jawab langsung kepada Allah Subhanahu wata’ala. Sehingga ia akan memutuskan perkara sesuai dengan landasan Al Quran dan As Sunah, bukan karena kekuatan kehebatan pengacara pihak pelapor atau korban. Apalagi sampai keliru menjatuhkan hukuman.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walau pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” [An-Nisaa’: 135]
Wallahu’alam bishowab