Oleh : Messy (Aktivis Mahasiswa)
Pada tanggal 30 Oktober 2018 lalu, merupakan peristiwa bersejarah bagi para guru honorer. Pasalnya sekitar 74.000 guru honorer yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia, melakukan unjuk rasa di depan istana merdeka. Mereka menagih janji Presiden untuk memperbaiki nasib mereka. Masa demo menuntut dan mendesak untuk di angkat menjadi PNS tanpa tes dan batasan umur sebagaimana yang disampaikan oleh Nurbaiti Purwaningsih (Ketua Forum Honorer K2 Indonesia)
Demi mewujudkan tuntutannya, mereka bahkan rela menginap di istana negara. Bagaimana tidak, para guru honorer selama ini digaji jauh dari kata layak, yakni 400-500 ribu/bulan. Bahkan di beberapa daerah lainnya ada yang lebih kecil lagi dari jumlah tersebut.
Padahal biaya hidup kian hari kian meningkat, bagaimana mungkin melanjutkan hidup hanya dengan ratusan ribu per bulan? Tidak sekedar itu, pendapatan sejumlah itu jelas tidak sebanding dengan pengabdian mereka untuk mencerdaskan generasi bangsa. Para guru bertugas membentuk dan mendidik generasi bangsa yang memiliki akhlak yang baik dan berintelektual tinggi.
Aktivitas yang di lakukan tidaklah mudah melainkan membutuhkan proses yang panjang, tetapi balasan yang di dapatkan dari pemerintah sungguh miris dan memprihatinkan. Hal ini mrmbuat para guru honorer enggan untuk kembali mengajar jika tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah.
Sayangnya Presiden Jokowi tidak bersedia memberikan tanggapan terhadap aksi tersebut. Sebagaimana dilansir oelh kompas.com bahwa beliau ditemui wartawan seusai menghadiri Sains Expo di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Kamis (1/10/2018), Jokowi hanya tersenyum kecil meninggalkan wartawan saat ditanya soal guru honorer.
Akhirnya mereka harus pulang dengan menelan kekecewaan atas ketidakjelasan nasib mereka.
Sebelumnya, pihak pemerintah sendiri yang diwakili oleh Yanuar Nugroho sebagai Deputi II Staf Presiden di Istana Bogor mengatakan setidaknya ada tiga alternatif solusi yang diberikan Kantor Staf Presiden bersama Kementrian terkait upaya peningkatan kesejahteraan guru honorer.
“Opsi pertama, membuka solusi CPNS 2018. Opsi ini dipilih untuk penyelesaian isu krusial status tenaga honorer K-2 dibidang tertentu. Kebijakan ini dilakukan secara hati-hati, berbasis pada proses verifikasi pada validasi data yang dilakukan oleh BKD, BKN, Kepala Daerah serta Kementrian PAN dan RB dengan supervisi dari BPKP.
Opsi kedua adalah memberi status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Opsi ini dari aspek tertentu lebih fleksibel dibandingkan dengan PNS. Contohnya terkait Batas Usia Pelamar (diats usia 35 tahun) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Opsi ketiga adalah pendekatan kesejahteraan. Bagi tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS dan nantinya (apabila PP manajemen P3K sudah ditetapkan dan terimplementasi) tidak juga lolos seleksi P3K, terdapat opsi pendekatan kesejahteraan”, jelas Yanuar yang dikutip dari Liputan6.com pada (02/11/2018).
Pemerintah Lalai dalam Menyejahterakan Guru Honorer
Nampaknya pemerintah tidak serius dalam menangani masalah tersebut, ini dilihat bagaimana nasib ketidakjelasan yang dirasakan oleh para guru honorer selama bertahun-tahun. Solusi yang diberikan pemerintah terkesan lama dan tidak jelas wujud nyata dari tindakan tersebut yang membuat mereka hanya menelan pahit kekecewaan.
Seharusnya mereka menempati posisi terhormat karena keluhuran profesi tapi sejauh ini yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini terjadi sebagai dampak diterapkannya sistem buatan manusia yang jelas-jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Solusi yang diberikan pun tidak menyelesaikan masalah malah menimbulkan masalah baru.
Penghargaan Negara
Di masa kejayaan Islam, guru begitu dihormati baik oleh negara dan masyarakat. Mahdi Nakosteeen misalnya, dalam buku “Kontribusi Islam atas Intelektual Dunia Barat” (1996: 76-77) mencatat bahwa guru dalam pendidikan muslim begitu dihormati. Para pelajar muslim (mahasiswa) mempunyai perhatian besar terhadap gurunya. Bahkan, sering kali suka berhubungan intelektual secara langsung dengan gurunya daripada dengan tulisan-tulisan mereka.
Penghormatan yang diberikan negara Islam kepada guru bisa dibaca keterangan dari Abdullah bin Mubarak Rahimahullah menuturkan ia belum pernah menjumpai guru, ahli Al-Qur’an, orang-orang yang berlomba-lomba melakukan kebaikan dan menjaga diri dari larangan-larangan Allah sejak masa Rasulullah hingga sekarang melebihi apa yang ada di zaman Harun Ar-Rasyid.
Pada masanya, anak kecil usia 8 tahun hafal Al-Qur’an atau anak usia 11 tahun menguasai fiqih dan ilmu lain, meriwayatkan hadis, berdialog dengan guru sudah hal lumrah pada saat itu. Apa rahasianya? Ini tidak lain karena kepedulian Khalifah Harun kepada ilimu, guru serta murid sejak dini. Untuk menggapai tujuan itu, banyak sekali dana yang dikeluarkan olehnya. Marwah guru dimata beliau sangat agung sehingga diperlakukan dengan rasa hormat dan martabat tinggi.
Solusi Islam
Dalam Islam, guru mendapatkan posisi dan perlakuan yang mulia, karena posisi mereka sebagai orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu serta posisi strategis sebagai salah satu pilar pencetak generasi cemerlang. Selain itu, para guru juga membutuhkan kehadiran sistem Islam dan wajib bagi mereka terlibat dalam perjuangan mewujudkannya.
Solusi hakiki yang mampu menyelesaikan semua masalah termasuk masalah tersebut ialah Islam. Karena hanya Islam, satu-satunya sistem kehidupan yang bersumber dari aturan Sang Pencipta.