Oleh : Evi soraya (
aktivis dakwah/anggota Amk4)
" World is flat" dunia telah datar. Tidak ada lagi
sekat - sekat , dunia tidak lagi bulat. Ungkapan ini tampaknya tepat
menggambarkan kondisi di era digital saat ini. Komunikasi yang terjadi mampu
menembus batas cakrawala. Memperkecil ruang dan waktu. Peralihan aktivitas
kehidupan dari dunia nyata ke dunia maya terus berkembang. Diantaranya
munculnya industri kreatif dan bisnis seperti ritel, toko buku, pakaian dan
kuliner. Saat ini media virtual juga menjadi tempat edukasi, menyimak berita,
mencari data dan informasi juga komunitas sosial.
Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) dari populasi penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta
orang. Lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung
jaringan internet sepanjang 2017. Dan mayoritas pengguna internet sebanyak
72,41 persen dari kalangan masyarakat urban. Dan Pemanfaatannya sudah lebih
jauh tidak hanya untuk komunikasi tetapi tetapi juga membeli barang, memesan
transportasi hingga berbisnis dan berkarya (KOMPAS.com).
Segala aktifitas tidak luput dari media sosial. Kebutuhan
akan Internet seperti kebutuhan jasmani yang tidak bisa ditunda pemenuhannya.
Hal ini dikarenakan kita sedang memasuki era revolusi industri keempat atau
biasa disebut era 4.0. Dimana perubahan sebuah masa ditandai dengan
perkembangan dalam hal industri khususnya kecanggihan di bidang informasi.
Berawal dari revolusi industri yang lahir pada masa Hindia
Belanda yaitu masa transformasi dari tenaga manusia dan hewan menjadi tenaga
mesin yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt di tahun
1784. Berlanjut ke revolusi industri 2.0 seiring lahirnya otomotif seperti
mobil, motor, pesawat terbang di tahun 1870. Kemudian berlanjut pada revolusi
industri 3.0 yaitu era otomatisasi dengan diciptkananya mesin - mesin
teknologi, alat komunikasi nirkabel seperti handphone, komputer, Internet,
mesin cuci dan lain lain sejak tahun 1969. Dan saat ini kita berada di era 4.0
yaitu adanya revolusi Internet, kecerdasan artfisial, media sosial seperti
Facebook, Whatup, Instagram, Telegram, line, Twitter serta aneka robotik. Nanti
kita akan melihat ada mobil tanpa pengemudi, pom bensin tanpa pegawai, robot
manusia, alat pembayaran digital dan yang lainnya.
Hanya saja kecanggihan teknologi saat ini ibarat dua sisi
mata pisau. Banyak manfaat positif sebenarnya yang kita rasakan dari media
sosial, namun tak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan. Kemajuan dan kecanggihan
teknologi di era 4.0 saat ini tak sejalan dengan moral generasi. Sederet
aplikasi canggih justru menjadi ajang pemenuhan eksistensi diri yang keliru.
Contohnya adalah kasus - kasus rusaknya remaja di kanal media sosial. Munculnya
komunitas gay, lesbi, pelacuran di grup what up dan facebook, youtuber, vlogger
dan selegram yang mengumbar auratnya. Hal ini diakibatkan kesalahan dalam
memanfaatkan teknologi yang justru menjerumuskan generasi pada kerusakan moral.
Di era digital hampir semua orang punya smartphone dan
memiliki akun media sosial, hal ini harus dimanfaatkan oleh Pengemban ideologi
islam untuk menggiring opini umum demi kemenangan islam. Karena Sejatinya musuh
- musuh islam juga menggunakan media untuk menjatuhkan islam dengan membuat
farming jahat terhadap dakwah islam terutama dakwah terhadap syariah dan khilafah. Hal ini bisa
Kita lihat bagaimana lisan para pengusung liberalisme di kreasikan agar indah
didengar, padahal membuat umat tersesat dari jalan keimanan. Media sosial juga
mampu membuat sebuah kebenaran hakiki dijauhi bahkan ditakuti. Islam distigma
negatif oleh musuh - musuh islam sebagai ajaran yang menebar teror, intoleran,
sadis dan terbelakang.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al - anfal :60 yang artinya :
"Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi
dari kuda - kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang selain mereka yang
tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya ".
Ayat ini sesungguhnya telah menginspirasi untuk kita
menciptakan dan menggunakan wasilah apapun untuk bisa mengalahkan musuh - musuh
Allah tak terkecuali media sosial di
dalamnya. Karena pada faktanya dakwah di dunia maya ternyata berefek di dunia
nyata. Contohnya saja kasus pembakaran bendara tauhid yang dilakukan oleh
anggota ormas islam saat perayaan hari santri di Garut menjadi viral dan
mebuat marah umat islam di indonesia
bahkan kaum muslim Syam pun menyampaikan kecaman terhadap tindakan pelaku dan
menuntut agar pelaku pembakaran ditindak tegas.
Dasyatnya efek opini di media sosial juga terlihat ketika
istilah Khilafah yang begitu asing di telinga umat, kini malah menjadi
perbincangan. Jika musuh islam menggiring opini untuk menjatuhkan islam dan
ajarannya maka sebagai pejuang ideologi islam kita juga harus menderaskan opini
Khilafah dan ajarannya dengan membuat tulisan, meme, copas, share atau jempol kita pada status - status dakwah.
Apalagi melihat kondisi umat islam saat ini yang sangat jauh dari islam.
Terlena dengan racun - racun kapitalisme sekuler, hingga tidak sadar bahwa
islam lah yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan yang di hadapinya
dengan tuntas. Sehingga dakwah virtual di era 4.0 ini menjadi aktivitas yang
harus kita ambil bagian di dalamnya. Saatnya meningkatkan amunisi mengambil
bagian dakwah daring tanpa mengabaikan
dakwah luring yang menjadi hakikat dakwah yang utama.
Wallahu a'lam biashshawab