Celoteh Komika Menista Agama

Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd


Untuk kesekian kalinya, dunia komedi diciderai oleh penistaan agama. Baru-baru ini, Komika Tretan Muslim dan Coki Pardede akhirnya dipolisikan atas dugaan ujaran kebencian dan penistaa agama. Laporan polisi ini dibuat di Subdit V Siber Polda Jawa Timur atas nama Agus Fachruddin. Dalam surat keterangan penerimaan pengaduan yang diterima kiblat.net pada Senin (22/10/2018). Pelapor menekankan bahwa Coki Pardede dan Tretan Muslim menyinggung kata “neraka” dan “cacing pita menjadi mualaf setelah daging babi disiram dengan kurma”. (GELORA, 22/10/2018). 

Menjamurnya ajang dan kontestasi canda’an di negeri ini, adalah imbas dari system Kapitalisme – Demokrasi. Mengkapitalisasi hiburan sebagai sesuatu yang menghasilkan pundi-pundi uang. Tak peduli pada batasan halal dan haram. Mereka (para penggiat komika) berlindung pada asas kebebasan berekspresi sebagaimana disepakati dalam aturan Demokrasi. 

Bisnis ini sengaja mentarget tembakkan para pemuda. Agar para pemuda tidak lagi bicara serius. Apalagi untuk membicarakan agama dan kondisi umat. Mereka justru sibuk dengan materi-materi jenaka untuk menghibur orang-orang yang butuh rileks dari rumitnya kehidupan. Bercanda dijadikan sebagai pelarian bagi mereka yang ingin sejenak melepaskan penatnya pekerjaan dan pendidikan. 

Secara bersamaan, ajang perkomedian sengaja menggiring opini public, bahwa Islam adalah agama yang keras dan terlalu serius. Sedangkan hidup ini harus santai dan tidak usah terikat pada aturan-aturan ribet syari’at. Sadisnya, mereka bisa tertawa sejadi-jadinya diatas musibah yang tengah terjadi atas konflik berkepanjangan negeri-negeri Muslim diluar sana. Ditengah rentetan musibah di negeri ini. 

Komplit memang adanya. Dukungan dari Negara dan fasilitas dari pengusaha melengkapi kesempurnaan kekacauannya. Hingga wajar, jika kasus-kasus penodaan dan penistaan agama dari lisan para komika terulang dan terulang kembali. Karena Negara tidak memiliki antisipasi dan tindakan pencegahan. 

Lantas, apakah agama kita mengatur masalah demikian? Tentu. 

Sebagaimana fokus kita pada pembahasan judul tulisan ini. “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?”. (At Tawbah 65).   

Apa-apa yang kita lihat, kita dengar dan kita ucapkan, akan Allah mintai pertanggung jawaban. Aturan Islam sejatinya untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk merumitkan hidup kita. Karena sudah lumrahnya, jika kita bergurau, pasti ada bumbu-bumbu kebohongan (dusta) agar klimaks jenakanya lebih terasa. Bahasa apa saja, asal ampuh membuat orang tertawa. Islampun mengatur sampai hal yang sedetail ini. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Celakalah bagi orang yang melontarkan suatu perkataan agar orang-orang yang mendengarnya tertawa, lalu ia berdusta. Celakalah, celakalah baginya.” (HR. At Tirmidzi). 

Kita harus mengingatkan saudara-saudara kita akan hal ini. Dan dukungan dari Negara yang punya kuasa dalam kebijakan juga sangat dibutuhkan oleh umat. Namun, jika kita berharap pada system ‘srigala berbulu domba’ seperti sekarang ini dirasa percuma. Karena asas Sekularisme telah menghukum dan menjegal aturan Islam agar tidak hadir dalam kehidupan dan bernegara. 

Olehnya, kita butuh solusi universal. Islam sebagai ideology yang mempunyai seperangkat aturan kehidupan dari sang Maha Suci. Kinilah saatnya kita berjuang menerapkannya. karena hanya dengan adanya daulah Islam maka kemuliaan Islam akan terjaga. Tidak diolok-olok seperti saat ini adanya. Waallahu ‘alamu bishowab. 








Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak