BPJS, Jaminan Kesehatan untuk Rakyat atau Ladang Meraup Keuntungan?

Oleh Kikit Royani (Ibu Rumah Tangga)


Pada hari Jum'at, 21 September 2018 yang lalu, seperti biasa saya ke warung untuk belanja sayur dan ikan. Baru keluar dari pagar, saya berpapasqn dengan seorang tetangga yang baru pulang dari warung. Katakanlah namanya Bu Yani adalah seorang janda, suami dan anak laki-lakinya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Beliau tinggal sendirian. Terkadang Bu Yani berkunjung ke rumah mantunya di luar kota untuk menjenguk cucu-cucunya. 

Beberapa tahun yang lalu, Bu Yani terlihat sehat, tetapi terakhir bertemu dengannya, beliau terlihat kurus dan kurang sehat. Jalannya pun lebih pelan dari sebelumnya. Beliau mengeluhkan lengan tangannya tiba-tiba sakit sekali. Menurut dokter yang memeriksa beliau, beliau terkena penyakit syaraf. Kemudian beliaupun bermaksud meneruskan pengobatan ke rumah sakit. Beliau menginginkan untuk berobat dimana menantunya tinggal, dengan harapan ada yang menemani. Setelah mencobanya berobat di kota tersebut, ternyata beliau tidak bisa dilayani karena Beliau berobat menggunakan BPJS. Sesuai dengan aturan BPJS bahwa peserta BPJS hanya bisa dilayani di rumah sakit dimana Beliau tinggal. Jadi seperti Bu Yani ini yang tinggal di Bandung tidak bisa berobat ke rumah sakit di kota lain dengan menggunakan BPJS. Ribet ya.. 


Kemudian beliau pergi ke rumah sakit dimana beliau tinggal, lagi-lagu tidak dilayani karena menggunakan BPJS. Hal ini karena BPJS memiliki aturan ketika anggota BPJS mau berobat pertama kali, harus berobat ke faskes 1 (fasilitas Kesehatan) yang ditunjuk, apabila faskes 1 tidak bisa menangani baru bisa berobat ke faskes 2 yaitu rumah sakit. Sistem seperti ini sangat memberatkan anggota BPJS.


Selain kesulitan seperti yang dialami Bu Yani, ternyata masyarakat pun mengeluhkan pelayanan BPJS yang sangat buruk. Selain itu, di sebuah Rumah Sakit terdapat spanduk yang bertuliskan, meminta BPJS untuk segera membayar ongkos berobat pasien anggota BPJS. Di situ pun dituliskan bahwa  BPJS membayar tenaga medis dengan sangat rendah.  Disebutkan juga bahwa Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menyebutkan bahwa BPJS memiliki tunggakan 3,5 T. (Media Umat edisi 227). Jadi pantas kalo ada Rumah Sakit dan tenaga medis yang enggan menangani pasien peserta BPJS. 


Seperti yang kita ketahui bahwa peserta BPJS secara rutin setiap bulannya menyetor sejumlah uang ke BPJS. Artinya setiap bulan BPJS menerima sejumlah uang, milyaran atau triliunan. Tapi kenapa pembayaran ke Rumah Sakit (RSUD Salatiga, RSUD Bantul, RSUD Jepara) ditunggak? Kenapa pembayaran pembayaran ke perusahaan Farmasi ditunggak? Jawabannya adalah karena BPJS bukan sekedar "Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, tapi  sebuah ''Badan Bisnis". (Media Umat, edisi 227). Dari uang yang terkumpul BPJS menginginkan adanya keuntungan, oleh karena itu uang tersebut "diinvestasikan" dalam sebuah bisnis. Bisnis apa, keuntunganya berapa dan kemana? Tidak tahu.


Sebenarnya, fenomena seperti ini tidaklah aneh di sebuah negara yang berideologi kapitalis. Di negara yang berideologi kapitalis, negara dikuasai oleh para pemilik modal (pengusaha sekaligus penguasa), sehingga kebijakan apapun yang dibuat pasti akan berpihak kepada pemilik modal, tidak akan berfihak kepada rakyat. Oleh karena itu, dalam masalah kesehatan rakyatnya, rakyat diminta membiayai dirinya sendiri yaitu dengan dibentuknya sebuah badan untuk mengelola uang rakyat yang disetor sebagai dana untuk kesehatan mereka, yaitu BPJS. Ironisnya uang rakyat yang terkumpul dari iuran BPJS malah diinvestasikan. Berbeda dengan Islam, Islam adalah agama yang sempurna yang sekaligus sebagai ideologi. Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya (ibadah mahdhoh), tapi juga mengatur hubungan antara sesama manusia (ghoir mahdhoh) yang didalamnya terdapat aturan bagaimana mengatur urusan kesehatan rakyat. Rakyat bisa berobat ke rumah sakit tanpa dibeda-bedakan, tidak dikelas-kelas, semuanya bisa mendapatkan pelayanan dengan baik; apakah orang miskin, orang kaya, pejabat semuanya akan mendapat pelayanan yang sama. 


Ketika Rosulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah, diberikan seorang dokter sebagai hadiah. Beliau tugaskan dokter tersebut ke umat Islam. Beliau tidak menggunakan dokter tersebut untuk dirinya sendiri tapi diberikan kepada kaum muslimin. Artinya sebagai kepala negara Beliau sangat peduli terhadap kesehatan rakyatnya. Selain itu pada masa kekhilafahan, Khilafah banyak menyediakan rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota. Misalnya kota Baghdad memiliki 60 rumah sakit dan lebih dari 1000 dokter. Di sebuah rumah sakit yang bernama "Bimaristan Al Mansuri" didirikan di Kairo tahun 1383, mampu mengakomodasi 8000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu untuk pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan. Setiap pasien mendapatkan ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan diberikan makanan dan obat-obatan secara gratis. 

Oleh karena itu, mengapa saat ini banyak kaum muslimin yang menginginkan Hukum Islam ditegakkan kembali. Karena telah terbukti secara historis Islam mampu mengatur urusan rakyatnya termasuk pelayanan kesehatan. Wallahu'alam []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak