Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md
(Member Akademi Menulis Kreatif)
"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya". (HR. Bukhari)
Keadaan di atas, bila dikaitkan dengan keadaan saat ini, jauh panggang dari api.
Dilansir oleh TribunNewsBogor.com pada tanggal 12 November 2018, dinyatakan bahwa masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS kesehatan akan dipaksa menanggung utang. Bahkan, bakal ada sanksi bagi peserta BPJS kesehatan yang menunggak iuran tiap bulan. Sanksinya bagi peserta yang tak patuh tidak akan bisa memperpanjang SIM, STNK hingga paspor. Dikatakan bahwa berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS kesehatan mencapai Rp. 7,95 triliun.
Alih-alih memudahkan, BPJS terus dijadikan alat penyempitan kehidupan rakyat. Rakyat terus menerus didzalimi, bukti rezim tak berpihak pada rakyatnya, memaksa dengan berbagai cara agar rakyat tunduk pada kemauannya. Ini dikarenakan rezim menganut kepemimpinan sekuler, yaitu pemisahan agama(Islam) dari kehidupan.
Dalam Islam, negara wajib mengurus rakyatnya dengan maksimal, tidak boleh membebani rakyat dengan kewajiban yang memberatkan, apalagi merampas hak milik mereka dengam berbagai cara.
"Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya." (HR. Ahmad bin Hambal)
Kesehatan/ pelayanan kesehatan adalah pelayanan dasar publik yang bersifat sosial, telah ditetapkan Allah Ta'ala sebagai kebutuhan pokok publik. Pemerintah telah diperintahkan Allah Ta'ala sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin.
Pun kesehatan/pelayanan kesehatan telah ditetapkan Allah Ta'ala sebagai jasa sosial secara totalitas. Yaitu mulai jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai prinsip etik yang islami. Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apa pun alasannya.
Negara telah diamanahkan Allah Ta'ala sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak saja bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya. Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya, "Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) pengembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Hanya pemimpin Islam yang mampu memberi pelayanan terbaik untuk rakyat melalui penerapan aturan-aturan Islam. Wallahu a'lam bishawab.[]