Jaringan relawan kebebasan berekspresi online SAFEnet, menolak putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah karena dianggap mendistribusikan rekaman percakapan dengan pimpinannya. SAFEnet berharap Baiq Nuril Maknun mendapatkan amnesti (Republika.co.id, 19/11/2018).
Sebagaimana yang sedang ramai diperbincangkan di media, Baiq Nuril divonis bersalah dengan hukuman penjara selama 6 bulan dan denda Rp. 500 juta, subsider 3 bulan kurungan. Hal ini dikarenakan Baiq Nuril merekam pembicaraan dengan pimpinannya, mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Rekaman tersebut berisi cerita perilaku mesum Kepala Sekolah dengan orang lain. Namun, Nuril bermaksud melakukan perekaman tersebut untuk melindungi dirinya serta bukti kepada suaminya bahwa ia tidak memiliki hubungan khusus dengan pelaku. Sebelumnya pada 2017 silam, PN Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah. Dinyatakan bahwa yang mendistribusikan rekaman tersebut adalah rekan kerja Nuril.
Kita juga pasti merasa kasihan kepada beliau yang merupakan korban, akhirnya malah menjadi terpidana. Sudah pasti tekanan batin dialami oleh Nuril beserta suami dan keluarganya. Sangat disayangkan pula putusan MA kepada Baiq Nuril. Nuril dinyatakan bersalah karena melanggar UU ITE atas laporan mantan Kepala Sekolah berinisial “M”.
Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo, menilai UU ITE lebih banyak merugikan rakyat kecil. Baiq Nuril bukan satu-satunya korban yang telah menjadi korban UU ITE ini. Hasto mengatakan, ia pernah mendapatkan data bahwa pihak yang memanfaatkan UU ITE sebanyak 35 persen adalah pejabat dan 29 persen adalah profesional. Sementara, sebagian besar yang menjadi korban adalah mereka yang awam terkait UU ITE ini.
Begitu pun dengan anggota Komisi I DPR Meutya Hafid mengakui bahwa UU ITE kerap digunakan oleh orang yang punya kuasa lebih besar terhadap orang yang kekuasaannya lebih rendah. Meutya mengatakan, seharusnya ada sosialisasi lebih lanjut terkait penerapan UU ITE. Bukan hanya kepada masyarakat, melainkan juga pada penegak hukum yang menjalankan UU tersebut. (Kompas. Com, 26/11/2018). Dengan kejadian ini dikhawatirkan masyarakat atau korban pelecehan menjadi takut untuk melaporkan kepada pihak berwajib, karena takut terjerat UU ITE.
Kepada para pemimpin dan penegak hukum di negeri ini, berbuat adil lah. Jangan sampai Anda menghukum orang yang lemah tak bersalah. Takutlah akan ancaman-Nya bagi siapa yang tak berbuat adil. Jadilah pemimpin dan hakim yang adil. Ingatlah bahwa di Padang Mahsyar nanti, para pemimpin yang adil akan mendapat naungan dan rahmat-Nya.
Teladanilah sikap Umar bin Khattab RA. Ketika mendengar kabar bahwa gubernurnya, Amru bin Ash tidak berlaku adil kepada salah satu rakyatnya yang lemah, bahkan seorang Yahudi. Umar langsung menegur Amru dengan belahan tulang. Hal tersebut membuat Amru mendadak gemetar. Sang Yahudi pun akhirnya mendapatkan keadilan.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An-Nisa : 58)."
Sistem peradilan dalam Islam telah melindungi dan menjaga hak, martabat bahkan jiwa umatnya. Islam memberikan hukuman kepada pelaku atau korban dengan seadil-adilnya. Aturan tersebut tentu berasal dari Allah SWT yang dilaksanakan oleh hambanya di muka bumi. Ketika Sistem Islam diterapkan, ia pun mampu melahirkan para pemimpin yang adil. Insyaallah.
Nina (Komunitas Pena Islam)
Di Cipacing - Jatinangor
*sumber foto Kompas.com