Berebut Suara ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa)

Oleh: Fitria Miftasani, Dosen dan Ibu Rumah Tangga

Komisi pemilihan umum (KPU) mengeluarkan statemen mengejutkan. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dinyatakan boleh untuk ikut mencoblos. Kebijakan ini tentu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat bahkan di dalam tubuh KPU sendiri. Pada awalnya KPU menyatakan ODGJ boleh memilih jika yang bersangkutan mendapatkan surat rekomendasi/ keterangan dari dokter. Namun KPU kemudian menyatakan syarat tersebut tidak diperlukan karena akan memberatkan mereka yang masuk ke dalam kategori disabilitas mental.

Dalam teknis pemilihan, standar ODGJ disamakan dengan pemilih disabilitas lainnya. Selama masih mampu, yang bersangkutan dapat memilih secara mandiri. Jika ada keterbatasan, penyelenggara pemilu akan menyediakan pendamping independen yang akan membantu secara teknis. Namun jika tidak mampu sama sekali maka akan tidak akan dipaksakan.

Ironis memang, dalam sistem demokrasi segalanya ditentukan oleh suara terbanyak. Sehingga akan bermunculan banyak hal di luar nalar semata untuk mendulang suara. Dari mulai mengambil hati pemilih dengan iming-iming janji yang akan dilupakan begitu terpilih. Atau cara instan dengan membagikan sembako dan barang kebutuhan masyarakat dengan timbal balik dipilihnya yang bersangkutan. Jika masyarakat sudah mampu berpikir dan cerdas dalam memilih, maka ODGJ bisa menjadi sasaran berikutnya.

Dalam sistem ini, tidak ada perbedaan suara antara orang waras dan tidak waras. Antara pemikir dan masyarakat yang tidak punya pegangan bagaimana mengambil keputusan. Antara orang berpendidikan tinggi dengan orang berpendidikan rendah. Semua memiliki nilai suara yang sama. Sehingga tidak heran jika kemudian orang dengan gangguan jiwa yang seharusnya dibantu untuk dapat sembuh, malah dimafaatkan untuk kepentingan politik sesaat. Pertanyaannya, apakah mereka benar-benar bisa menilai pemimpin yang layak dipilih atau tidak? 

Dalam kajian fikih Islam, amal orang gila tidak akan dihisab. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah Muhammad saw, diriwayatkan dari imam Ahmad; “Catatan amal diangkat dari tiga jenis orang; orang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh dan orang gila sampai dia sembuh dari gilanya”

Hikmahnya bahwa untuk menentukan hal yang besar seperti memilih pemimpin, dibutuhkan pemikiran yang mendalam. Karena ini adalah hal yang akan menentukan nasib bangsa selama lima tahun kedepan. Bagaimana mungkin mereka mampu memahami visi misi calon pemimpin jika untuk bertahan hidup saja mereka melakukannya tanpa kesadaran penuh? 

Wahai para negarawan, janganlah ambisi untuk berkuasa menjadikan kita melakukan segala cara. Karena nasib bangsa ini bukan yang bisa dipertaruhkan di tangan orang sembarangan. Mereka perlu dibantu untuk sembuh bukan hanya dimanfaatkan untuk melicinkan nafsu akan kekuasaan. 

Wallahualam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak