Oleh: Sumiati (Member Akademi Menulis Kreatif)
Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Quran bahwa suami adalah pemimpin bagi setiap istri (wanita). Tugas istri adalah dirumah menjadi ummu warabatul bait atau manajer dalam rumah tangga. Mendididik putra putrinya, mencuci, memasak, mengurus anak, suami dan lain-lain. Jikalau suami akan berangkat bekerja, istri akan sigap menyiapkan segala sesuatunya, begitupun saat anak-anak akan berangkat sekolah seorang ibu akan berjibaku menyiapkan segala keperluannya.
Masya Allaah pahala buat istri sangatlah luar biasa. Bahkan Rasulullaah pernah berpesan kepada putrinya Fatimah Az zahra ketika menikah dengan sayyiidina Ali bin Abi Thalib RA, bahwa ketika istri memakaikan baju kepada anaknya, dan menyiapkan baju untuk suaminya, maka setiap lembar baju oleh Allaah akan diganti dengan satu istana di syurga, Masya Allaah.
Namun, berkaca pada kenyataan saat ini terbalik dari yang diharapkan. Saat ini, banyak suami melakukan segala urusan rumah tangga dengan sendiri. Misalnya, mencuci, memasak bahkan adakalanya suami harus rela ditinggal malam hari oleh istri karena istri terikat beberapa kepentingan dengan pekerjaannya.
Miris sebenarnya. Namun, itulah fakta kekinian yang tidak dapat dihindari. Ketika sosok ayah dengan tubuh yang kekar harus mencuci piring, menggendong bayi, bahkan masak, sementara istri kerja kantoran, pergi pagi pulang sore. Anak disuapi dimandikan oleh ayahnya. Sungguh sedih. Kemanakah sosok ibu, mana pahala untuk seorang ibu?
Ini semua terjadi tidak lain karena sistem yang tidak berpihak kepada kaum perempuan, bahkan apa yang pernah diungkapkan oleh salah satu presiden Amerika mengatakan:"perempuan itu uang" dari segala aspek yang menjadikan mereka menggiring wanita untuk keluar rumah dalam rangka bekerja, karena salah satunya wanita lebih mudah diatur dan tidak banyak protes, padahal fitrahnya ia berada dirumahnya, hati seorang wanita atau istri dalam sistem kapitalis sungguh sangat menderita, disatu sisi rumah harus tertata, disisi lain harus keluar rumah untuk mencari tambahan ma 'isyah (pendapatan) untuk mencukupi keluarganya. Padahal jika ini terjadi, tidaklah mungkin istri dapat mengerjakan semuanya berbarengan, pasti ada yang dikorbankan, istri hanya wanita biasa yang tak luput dari salah, situasi dan kondisi memaksa seorang istri untuk banyak aktifitas di luar rumah, ini dikarenakan penghasilan yang didapatkan suaminya tidak mencukupi.
Para suami bekerja dari pagi hingga sore, yang sesungguhnya menyedihkan karena hasilnya tidak sebanding dengan keringat yang dikeluarkan.
Para istri korban kapitalis ini, kadang berharap dimengerti, walaupun lebih sering diam demi untuk keutuhan sebuah rumah tangga, yang ingin ia bawa kesurgaNya Allaah SWT.
Sejatinya Islam memuliakan wanita, menjaga marwah wanita, menetramkan jiwa serta raga wanita dengan aturanNYA. Hingga pada akhirnya peran ibu yang disandang seorang wanita akan benar terlaksana yakni sebagai manajer rumah tangga. Jika dikembalikan kepada syari'at islam, tentu saja segala permasalahan yang kita hadapi akan terselesaikan. Dengan dikembalikannya segala-sesuatu sesuai fitrahnya bahwa islam solusi dalam segala permasalahan. Ketika hukum islam yang diterapkan, maka kesejahteraan yang akan didapatkan.
Sebagaimana yang pernah diungkap dalam sejarah kegemilangan kekhilafahan kaum muslim di Afrika sangat sejahtera, sehingga tidak lagi ditemukan fakir miskin, yang akhirnya oleh pemerintah diberikan kepada pasangan yang baru menikah untuk bekal mereka menjalani kehidupan. Masya Allaah semakin rindu tegaknya kembali kekhilafahan kedua yang telah dijanjikan.
Insya Allaah.