Oleh: Siti Sadja'ah
Simbol Pemersatu Umat dan Kepemimpinan Islam
Bendera (al-a’lam) termasuk perkara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, juga Khulafaur Rasyidin sesudah beliau. Bendera Rasulullah saw ada dua macam yaitu Al-Liwa (bendera putih) dan Ar-Rayah (bendera hitam) bertuliskan : La ilaha illallah Muhammad rasulullah.
Bendera Rasulullah SAW, baik al liwa dan ar-rayah bukanlah sembarang bendera yang berhenti sebagai simbol. Keduanya mengekspresikan makna-makna mendalam yang lahir dari ajaran islam. Berikut adalah diantara makna-makna dibalik bendera Rasulullah saw tersebut.
Bendera Aqidah Islam
Pertama: Sebagai lambang akidah islam. Pada al liwa dan ar rayah tertulis kalimat syahadat: la illaha illallah Muhammad rosulullah. Kalimat inilah yang membedakan Islam dan kekufuran; kalimat yang menyelamatkan manusia didunia dan akhirat.
Bendera Pemersatu Umat Islam
Kedua: Sebagai pemersatu umat Islam. La ilaha illallah Muhammad rasulullah adalah kalimat yang mempersatukan umat islam sebagai satu kesatuan tanpa melihat lagi keanekaragaman bahasa, warna kulit, kebangsaan ataupun mahzab dan paham yang ada ditengah umat Islam.
Bendera Simbol Kepemimpinan Islam
Ketiga: Sebagai simbol kepemimpinan. Faktanya al liwa dan ar royah itu selalu dibawa oleh komandan perang pada zaman Rasulullah saw. dan khulafaur rasyidin. Misalnya pada saat perang khaibar, Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh aku akan memberikan ar rayah ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan kepada dirinya “. Umar bin khattab berkata : “Tidaklah aku menyukai kepemimpinan kecuali hari itu” (HR. Muslim)
Bendera Kewibawaan Perang
Keempat:Sebagai pembangkit keberanian dan pengorbanan dalam perang. Makna ini khususnya akan dirasakan dalam jiwa pasukan dalam kondisi perang. Pasalnya dalam perang, pasukan akan terbangkitkan keberaniannya dan pengorbanannya selama merka melihat benderanya masih berkibar-kibar. pasukan akan berusaha mati-matian agar bendera tetap berkibar dan menjaga jangan samoai bendera itu jatuh ke tanah sebagai simbol kekalahan
Bendera Penggentar Musuh
Kelima : sebagai sarana untuk menggentarkan musuh dalam perang. imam Ibnu Khaidun dalam kaitan ini menyatakan, “Banyak nya bendera-bendera itu, dengan berbagai warna dan ukurannya maksudnya satu, yaitu untuk menggentarkan musuh.
Sejarah Bendera Tauhid
Pada masa Khulafaur Rasyidin, al liwa dan ar rayah mengikuti yang ada pada masa Rasulullah saw, yaitu al liwa (bendera putih) dan ar-Rayah (bendera hitam) bertuliskan La ilahaillallah Muhammad rasulullah.
Pada masa Khilafah Bani Umayyah, menyebutkan warna ar Rayah atau al Liwa adalah hijau atau putih. Pada masa Khilafah Bani Abbasiyyah al liwa dan ar rayah mereka berwarna hitam. Dengan demikian berakhirlah penggunaan warna hijau pada masa Khilafah Bani umayyah.
Pada masa khilafah Utsmaniyah, pada al-liwa atau Ar-rayah mereka, terdapat gambar hilal (bulan sabit). Dalam perkembangan sejarah selanjutnya al-liwa dan ar rayah pada masa Khilafah Utsmaniyah itu berpengaruh ke negeri-negeri islam yang berada di bawah pengaruhnya, termasuk Nusantara. Maka dari itu, tidaklah aneh jika ditengah-tengah masyarakat Nusantara berkembang bendera yang melambangkan syiar islam tersebut, yaitu bendera bertuliskan La illahaillahhu Muhammad Rasulullah yang sering disertai simbol hilal (bulan sabit)
Diantara kerajaan yang menggunakan kalimat tauhid pada bendera maupun lambang kerajaannya ialah kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan yang muncul sekitar abad ke 13 ini memiliki sebuah lambang kerajaan yang mirip dengan lambang garuda.
Kesultanan Cirebon juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid didalamnya. Bendera Macan Ali namanya. Pada bendera Kesultanan Cirebon tersebut memuat sejumlah kalimat seperti basmalah, surat al-ikhlas, hingga kalimat tauhid yang membentuk seperti macan.
Kesultanan Tidore juga memiliki bendera dengan kalimat tauhid didalamnya. Bendera Kesultanan Tidore pada 1890 berwarna kuning dengan tulisan kalimat tauhid dibagian atas berwarna merah.
Kesultanan Inderapura di Sumatra Barat, pada lambang Kesultanan ini juga memuat kalimat tauhid di dalamnya. kesultanan ini juga mempunyai lambang lingkaran bertuliskan kalimat syahadat yang diapit oleh dua singa dan naga pada tiap sisinya. Selain itu mempunyai mahkota bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad tahun 1347.
Bendera dengan kalimat tauhid juga dimiliki oleh laskar Hizbullah yang kemudian membentuk TNI. Tak hanya dalam bentuk bendera, pada atribut laskar Hizbullah lainnya seperti pada emblim atau pin juga menyertakan kalimat tauhid.
Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Samanhudi juga menggunakan lambang yang memuat kalimat tauhid. Pada lambang organisasi yang dibentuk 1905 itu membuat kalimat tauhid pada bagian bulan sabit. Bendera ormas Muhammadiyah pun menggunakan kalimat tauhid (Deni junaedi, Bendera Khilafah Representasi Budaya Visual dalamBudaya Global, hlm 3)
Penutup
Setelah keruntuhan Khilafah di Turki tahun 1924, negeri-negeri Islam terpecah belah atas dasar konsep nation-state (negara bangsa) mengikuti gaya hidup barat. Implikasinya masing-masing negara-bangsa mempunyai bendera nasional denan berbagai macam corak dan warna. Sejak saat itulah al Liwa dan ar rayah seakan-akan tenggelam dan menjadi sesuatu yang asing di tengah masyarakat muslim.
Kondisi inilah yang mengakibatkan munculnya pandangan curiga dan phobia dari penguasa sekular terhadap bendera islam yang bertuliskan La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Bendera yang dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw inipun kemudian sering dicap atau dihubungkan dengan terorisme atau radikalisme.
Pandangan curiga tersebut sesungguhnya lahir dari kebodohan yang nyata terhadap ajaran Islam, selain karena adanya sikap taklid buta terhadap konsep nation-state (negara-bangsa) yang membelenggu dan memecah belah umat Islam di seluruh dunia. Wallahu a’lam.