Belajar dari Para Panglima Perang Mu’tah

Masih segar diingatan kita satu kejadian yang membuat semua kaum Muslim geram dan marah. Kejadian yang nampaknya sengaja dilakukan dengan semangat membara. Pembakaran bendera tauhid terjadi di Garut pada saat perayaan hari santri nasional. Ada sekelompok Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdatul Ulama (NU) yang berdalih menyelamatkan bendera tauhid tersebut dengan cara membakarnya. Karena mereka melihat bahwa bendera tersebut tercecer.

Sungguh di luar nalar manusia, betapa tega mereka. Dengan sengaja membakar bendera tauhid. Bendera yang ketika manusia meninggal pasti selalu terpampang dan terpajang.

Berkaca pada kejadian di masa silam yang sudah sepatutnya kita teladani dan contoh. Para sahabat dengan semangat serta pengorbanan yang luar biasa mempertahankan eksistensi bendera tauhid tersebut. Bahkan dengan nyawa sekalipun mereka tak akan gentar. Kejadian tersebut adalah pada saat perang Mu’tah.

Perang Mu’tah adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan kaum Muslim dengan kekaisaran Romawi Timur (Basra). Perang ini terjadi pada tahun 629 Masehi atau 5 Jumadil Awal tahun 8 Hijriah yang bertempat dikampung Mu’tah bagian timur Sungai Yordan dan Karak. 

Alasan terjadinya peperangan tersebut adalah karena Romawi telah membunuh utusan dari kaum Muslimin yaitu Harits bin ‘Umair. Beliau diutus oleh Rasulullah membawa sebuah surat berisi ajakan dakwah Islam. Tetapi di tengah perjalanan di sekitar Mu’tah, Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh oleh penguasa daerah tersebut. Tentunya hal tersebut membuat marah Rasul dan kaum Muslim. Dan akhirnya terjadilah peperangan.

Sebelum berangkat berperang, Rasulullah bersabda, “Apabila Zaid gugur maka penggantinya adalah Ja’far, apabila Ja’far gugur maka penggantinya adalah ‘Abdullah bin Rawahah, apabila ‘Abdullah gugur maka tentukan pemimpin terbaik di antara kalian” .

Dari hadist Rasul didapati bahawa Zaid yang menjadi komandan pertama membawa kaum muslim menuju wilayah Mu’tah. Dengan gagahnya beliau menebas musuh, hingga kemudian beliau syahid dijalan Allah. Kemudian bendera tersebut di pegang oleh sepupu Rasulullah yaitu Ja’far bin Abi Tholib ra. Komandan tersebut berperang hingga putus tangan kanannya yang kemudian ia pegang bendera dengan tangan kiri. Namun, tangan kiri pun akhirnya terputus. Dengan kondisi seperti itu, beliau masih bisa mempertahankan bendera tersebut dengan cara memeluknya hingga ia syahid. Berdasarkan saksi mata yang ada, luka pada Ja’far bin Abi Thalib tidak kurang 90 luka pada tubuh, baik luka karena pedang atau panah.

Terakhir adalah ‘Abdullah bin Ruwahah ra. Tak lama setelah beliau menerjang musuh dengan berani, beliau-pun syahid di medan pertempuran. Kemudian sahabat Rasul yang bernama Tsabit bin Arqam ra. mengambil bendera tersebut dari tangan komandan terakhir dan berteriak kepada pasukan muslim, siapakah pemimpin kita selanjutnya?. Pilihan jatuh kepada Khalid bin Walid ra. Dan atas izin Allah SWT pasukan kaum Muslimin akhirnya bisa menang terhadap musuh.

Perlawanan yang begitu heroik telah ditampakkan oleh pasukan kaum muslim. Jumlah yang tak sepadan tersebut tak membuat luluh lantak semangat kaum muslim. Dengan tekad membaja dan keyakinan kuat akhirnya mereka maju, tak gentar oleh apapun. Karena yakin bahwa pilihan yang mereka jalani adalah baik. Baik menurut manusia dan Allah. Jika mereka meninggal maka mati syahid yang didapat. Dan jika mereka selamat maka hidup mulia dengan Islam. Tak hanya itu, perjuangan heroik yang luar biasa telah ditampakkan oleh para komandan-komandan perang. Sambut-menyambut dalam rangka mempertahankan bendera telah mereka lakukan, karena teringat akan sabda Rasul. Mulai dari komandan Zaid kemudian diserahkan kepada Ja’far dan kemudian ‘Abdullah. Semua telah berjuang mati-matian demi mempertahankan bendera tauhid tersebut. Karena mereka tau benar makna dari bendera tersebut. 

Bendera tersebut adalah simbol yang dipakai ketika perang sedang berlangsung. Jika bendera tersebut jatuh ke tanah maka mereka akan kalah. Tak hanya itu, bendera tersebut juga sebagai pemersatu kaum muslim. Bahkan sampai rela mempertaruhkan nyawa mereka sendiri demi bendera tersebut. Simbol kekuatan kaum muslim yang seyogyanya sampai detik ini harus dijunjung tinggi, bukan malah dihina serta dilecehkan. 

Sungguh contoh yang seharusnya kita teladani serta lakukan. Karena sejatinya kita hidup dan mati hanya karena Allah SWT. Tujuan tertinggi kita hanya ingin menggapai ridhoNya. Dan selayaknya sebagai manusia, pastilah kita menginginkan penerapan Islam dalam segala sektor kehidupan kita. 

Sudah saatnya kita bersatu agar mampu menerapkan Islam secara sempurna. Agar tak ada lagi orang atau apapun yang berani menginjak-injak serta melecehkan Allah, Rasul dan Islam. Tentunya kita butuh sebuah institusi yang mampu menerapkan Islam tadi. Tentulah Islam yang akan menjadi dasar bagi semua. Semoga akan segera terwujud. Dan perlu perjuangan yang serius dari semua kaum muslim agar segera terlaksana. Wallahu a’lam. [ ]

Mulyaningsih, S.Pt

Pemerhati masalah Anak, Remaja dan Keluarga

Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak