Oleh: Alfira Khairunnisa
(Muslimah Peduli Umat Riau)
“Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib”
Nama Ali bin Abi Tholib sungguh sangat dekat dengan kita. Bagi sesiapa saja yang suka membaca siroh dan sejarah Islam, maka nama Ali bin Abi Tholib sangatlah familiar.
Ali bin Abi Tholib adalah menantunya baginda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam, suami Fatimah Az-Zahra, ayah dari Hasan dan Husein.
Ia adalah seorang yang jago pedang, kemahirannya dalam memainkan pedang tak perlu diragukan lagi. Ia dikenal sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran memainkan pedang dengan tangguh.
Ali bin Abi Tholib, ikut serta bertempur dalam perang Badar, yaitu perang pertama sekali dalam sejarah Islam. Nah, Sebelum pertempuran dimulai, keluarlah tiga orang dari Musyrikin Quraisy untuk menantang kaum Muslimin untuk berduel satu lawan satu.
Tersebutlah Utbah bin Rabi’ah dan saudaranya Syaibah, serta Al-Walid bin Utbah. Kemudian keluarlah tiga orang Anshar untuk menghadapi mereka. Tapi ketiga Musyrikin itu menolak dan meminta dari kalangan mereka sajalah yang berhak untuk menghadapi mereka yaitu dari kaum Muhajirin Quraisy.
Maka keluarlah tiga pahlawan muhajirin, tersebutlah Hamzah, Ubaidah bin Al-Harist dan Ali bin Abi Tholib. Dengan mudah Ali membunuh Syaibah, disusul Hamzah membunuh Utbah, kemudian Ubaidah dan Al-Walid saling melukai sampai kemudian Ali dan Hamzah membunuh Al-Walid
Ali bin Abi Tholib Seorang Yang Cerdas
Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang sangat cerdas. Hal ini terlihat ketika Ali bin Abi Thalib pernah ditanya sbb:
Berapakah kecepatan kilat tatkala menyambar. Dengan cepat ia menjawab, ” Tidak lebih cepat dari doa seorang makhluk yang dikabulkan oleh Khaliknya.”
Dan ketika ditanya, ”Berapa jauhkah jarak antara Timur dengan Barat?”
”Tidak lebih jauh dari jarak terbit dan tenggelamnya matahari. ”jawab Ali bin Abi Thalib.
”Kapankah nikmatnya tidur?” tanya yang lain pula.
”Tak ada nikmatnya, ”Ali langsung menjawab. ” Sebab bila kujawab sebelum tidur, bagaimana dapat merasakan nikmatnya tidur kalau belum melakukannya atau mengalaminya.
Jika kujawab setelah bangun dari tidur, bagaimana akan dapat kugambarkan sesuatu yang sudah lewat? Sedangkan jika kujawab saat dalam tidur, bagaimana mungkin seseorang dalam keadaan tidur atau tidak sadar merasakan nikmat atau tidaknya sesuatu?
Karena itu janganlah terlalu banyak tidur hingga berlebih-lebihan, sebab hidupmu akan pendek, meski umurmu cukup panjang. Bukankah orang yang dapat merasakan dirinya hidup adalah saat mereka dalam keadaan sadar? Sedangkan, tidur sama dengan tidak sadar.
Jadi bagaimana bisa dikatakan hidup, kalau bukan orang lain yang mengatakannya?”
Begitulah Ali bin Abi Tholib, ia tak hanya dikenal jago pedang, tetapi ia juga seorang yang cerdas akalnya. Masyaa Allah.