Oleh: Endang Setyowati
Beberapa waktu lalu, 70.000 an guru honorer dari 34 propinsi melakukan aksi demo di depan istana kepresidenan. Mereka menuntut supaya pemerintah segera mengangkat guru honorer sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Akan tetapi, presiden tidak mau menemui mereka. Para guru honorer tersebut hanya bisa bertemu dengan perwakilan dari Setneg dan KSP (Kantor Staf Presiden) yang tidak menghasilkan apapun. Karena bukan pengambil keputusan.
Nasib guru honorer memang masih belum jelas sampai saat ini, mereka bekerja untuk instansi pemerintah, tapi bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tak heran, mereka sering menuntut kejelasan nasib kepada pemerintah. Sering kita dengar bahwa pahlawan tanpa tanda jasa ini hanya menerima gaji ratusan ribu saja, dengan pengabdian puluhan tahun lamanya.
Menanggapi demo tersebut, Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho menegaskan presiden Jokowi mengingatkan bahwa ada 735.825 guru honorer yang bekerja di sekolah negeri, tanpa ada kepastian status.
Yanuar menyebut contoh pengangkatan 438.590 orang Tenaga Honorer Kategori-2 (THK-2) menjadi CPNS secara langsung tanpa ada tes, berpotensi konsekuensi anggaran sebesar Rp 36 triliun per tahun. Angka itu belum termasuk dana pensiun.
"Kalau kita mau berpikir rasional maka penambahan anggaran sebesar itu jelas membutuhkan banyak pertimbangan," kata Yanuar menegaskan.
Pemerintah sedang mengkaji dampak fiskal untuk meningkatkan dukungan tambahan transfer daerah lewat mekanisme Dana Alokasi Umum dari Kementerian Keuangan agar Pemda dapat membayar gaji TH-K2 gaji sesuai UMR. (liputan6.com02/11/2018).
Perlakuan buruk penguasa terhadap guru honorer menunjukkan ketidak pedulian mereka terhadap posisi strategisnya dalam menyiapkan generasi masa depan. Bukti bahwa sistem sekuler kapitalisme adalah sistem yang rusak, karena tidak memberikan kemaslahatan kepada umat. Masalah sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih berkiblat ke Barat. Padahal di negeri asalnya pendidikan juga mengalami krisis, siswa bersekolah hanya menginginkan ijazah dan memperluas kesempatan bekerja.
Sebenarnya Islam mempunyai warisan cemerlang pendidikan yang menjadi mercusuar dunia dimasa kejayaan Islam. Seperti Ibnu Sina (Avicena) yang menjadi bapak kedokteran. Yang di beri gelar Medicorum Principal alias raja diraja dokter oleh kedokteran Eropa klasik. Beliau menulis buku tentang kedokteran seperti al Qanun fi at Tibb (prinsip-prinsip kedokteran). Ada juga Abdul Qasim az Zahrawi al Qurtubi (Abulcasis) ahli bedah dan dokter gigi, dan masih banyak yang lainnya.
Dalam islam, guru mendapat posisi dan perlakuan mulia, karena posisi sebagai orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu serta karena posisi strategisnya sebagai salah satu pilar pencetak generasi cemerlang. Para Guru juga membutuhkan kehadiran sistem Islam. Wajib bagi mereka terlibat dalam perjuangan mewujudkannya.
Peran pendidik sebagai bagian integral pendidikan mencetak generasi penerus peradaban. Layaknya sistem Islam di masa Umar bin khattab r.a yang memberikan gaji tinggi bagi guru, maka sudah seharusnya seperti itulah perlakuannya kepada guru. Di masa pemerintahan Umar, gaji guru 15 dinar dimana bila di hitung dengan nilai rupiah sekarang gaji guru pada masa Umar setara dengan 30 juta (1 dinar= 4,25 gram dan 1 gram emas kurang lebih Rp. 500.000,00, 1 dinar jadi senilai 4,25×Rp. 500.000,00= Rp.2.125.000,00 sehingga kalau gaji guru 15 dinar jadi 15x2.125.000= Rp. 31.875.000,00). Bisa dibayangkan bagaimana kesejahteraan guru dalam Islam sangatlah diutamakan, karena bagaimapun kalau kesejahteraan guru di utamakan bisa dipastikan guru akan totalitas dalam pengajarannya. Namun gaji besar seperti pada masa Umar bin khattab ra kepada guru menjadi ilusi semata, jika tidak di tompang oleh sistem Islam yang diterapkan secara keseluruhan.
Perlu ada upaya pemenuhan kebutuhan guru dengan layak, minimal menjamin para guru pengisi kekosongan dengan kesejahteraan yang mencukupi. Sebab guru berperan penting bagi roda pendidikan harian. Pendidikan berperan penting untuk mencetak kualitas generasi masa depan. Apakah mereka membangun peradaban ataukah hanya jadi pengikut yang tertinggal di belakang.
Design pendidikan harus diubah haluannya ke format pendidikan Islam. Sebab pendidikan Islam lah yang nyata melahirkan ribuan generasi berkualitas. Generasi berilmu pengetahuan tinggi
Model pendidikan yang bagus hanya bisa sukses jika didukung oleh sistem yang bagus. Teori itu hanya bisa menjadi kenyataan ketika Islamlah yang diterapkan sebagai aturan keseharian. Sejarah mencatat, dukungan sistem yang baik kepada dunia pendidikan hanya terjadi tatkala sistem Islam menjadi aturan bernegara. Pendidikan tak hanya menorehkan keilmuan dengan jejak kemajuannya semata, namun diselenggarakan dengan gratis dengan jumlah pendidik berlimpah dan gaji besar lagi menyejahterakan bagi para pendidiknya.
Sudah saatnya umat Islam berupaya mendorong dikembalikannya sistem pendidikan Islam. Dan menghidupkan kembali abad keemasan dalam pendidikan dan kemajuan Islam.
Wallahu a'lam bi ash-showwab.