Utang Negara Menggunung, Rakyat Kian Bingung

Oleh : Yani Rusliani ( Staf Pengajar STP SD Khoiru Ummah Rancaekek Kab. Bandung )

Perhelatan Pertemuan Tahunan IMF-World Bank telah usai digelar di Bali pada 8 s.d.14 Oktober 2018. Acara tahunan IMF-World Bank terbesar sejak 1946 itu tetap digelar. Padahal negeri ini sedang ditimpa ragam bencana, khususnya di Lombok dan Sulawesi Tengah.

Biaya pelaksanaan acara itu bersumber dari APBD yang telah dibahas intensif oleh pemerintah bersama DPR. Total anggaran yang dialokasikan Rp 855,5 miliar. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengaku tidak menghabiskan semua anggaran itu. Pemerintah berhasil menekan anggaran menjadi Rp 566,9 miliar ( Radarbogor.id,16/10/2018).

Bank Dunia berkomitmen memberikan utang kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi bencana di Lombok dan Sulawesi Tengah. Chief Executive Office Bank Dunia, Kristalina Georgieva, menyebutkan pembiayaan tersebut sebesar US$ 1 miliar, setara Rp 15 triliun (Detik.com,14/10/2018). 

Pada prinsipnya, investasi yg diberikan untuk Indonesia selama ajang IMF-World Bank dapat dikategorikan sebagai utang yakni utang luar negeri. Perlu diketahui Utang Luar Negeri Indonesia angkanya sudah sangat besar, per akhir agustus yakni sebesar US$ 360,724 miliar atau Rp 5.410,86 triliun.

Terus membengkaknya utang akan membebani pembayaran cicilan pokok dan bunga. Ada yang beranggapan tidak masalah utang makin besar selama masih bisa bayar. Namun, jika pembayaran ULN dibebankan kepada rakyat, misalnya dengan dinaikkan beban pajak, dinaikkannya BBM, yang sudah bisa dipastikan berdampak pada perekonomian dan kelangsungan hidup rakyat secara umum serta negara akan mengalami kebangkrutan.

Selain bisa membangkrutkan negeri ini, tentu seluruh utang itu disertai riba yang diharamkan oleh Islam. Utang yang dibersamai riba itu pasti akan memunculkan risiko yang terbesar, yakni datangnya azab Allah Subhanahu wata'ala.

Selain itu, perekonomian yang dibangun di atas pondasi riba tidak akan pernah stabil. Adanya akan terus goyah bahkan terjatuh dalam krisis secara berulang. Akibatnya,  kesejahteraan dan kemakmuran yang merata untuk rakyat serta kehidupan tenteram akan sulit tercapai.

Walhasil, utang luar negeri harus segera diakhiri. Perekonomian juga harus segera dijauhkan dari riba. Perekonomian harus segera diatur sesuai syariah Islam. Hanya dengan kembali pada syariah Islamlah dalam naungan khilafah, negara yang menerapkan Islam kaffah, keberkahan akan segera dilimpahkan kepada bangsa ini.

Wallahu'alam bishawab.Opini

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak