Ummul Mukminin Hafsah Binti Umar Bin Khatab

Ummul Mukminin Hafsah Binti Umar Bin Khatab

Oleh : Dwi Agustina Djati, S.S

(Penulis Motivasi Muslimah)

Nama dan Nasabnya

Hafshah binti Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Adi bin Ka’ab bin Luay radhiallahu ‘anha. Ia dilahirkan pada 18 tahun sebelum hijrah dan wafat pada 45 H. Bersamaan dengan 604-665 M. Ibunya adalah Zainab binti Mazh’un bin Hubaib bin Wahb. Hafshah lahir saat orang-orang Quraisy membangun Baitullah. Dan ia merupakan anak sulung dari Umar bin al-Khattab. Artinya, ia lebih tua dari Abdullah bin Umar. Hafshah lahir delapan belas tahun sebelum hijrah.

Kisah Hidupnya

Hafshah bersuamikan seorang laki-laki yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi. Keduanya memeluk Islam bersama. Kemudian Khunais hijrah ke Habasyah pada hijrah yang pertama. Saat itu, jumlah sahabat yang hijrah terdiri dari dua belas orang laki-laki dan empat orang perempuan.

Mereka dipimpin oleh Utsman bin Affan yang membawa istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah. Kemudian Khunais dan istrinya Hafshah berhijrah pula ke Madinah. Ia turut dalam pasukan Badar. Dan wafat karena luka yang ia derita di perang pertama itu.


Setelah suaminya wafat, ayahnya, Umar bin al-Khattab, iba dengan keadaannya. Ia berusaha mencarikan untuk putrinya ini seorang suami yang shaleh. Yang cocok untuknya. Umar berkata, “Aku menjumpai Utsman, aku tanyakan padanya apakah tertarik dengan Hafshah. Kukatakan padanya, ‘Jika kau mau, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar’. Utsman menjawab, ‘Aku pikir terlebih dulu’. Kutunggu beberapa malam, ia pun menjumpaiku. Ia berkata, ‘Aku telah berkesimpulan bahwa aku tak berminat untuk menikah dalam waktu-waktu ini’. 

Kemudian aku menjumpai Abu Bakar. Kukatakan padanya, ‘Jika kau mau, kunikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar’. Abu Bakar terdiam, ia tak memberikan jawaban apapun padaku. Aku meyakini ia juga mengambil sikap seperti Utsman. Kemudian kulewati beberapa malam, ternyata Rasulullah melamar putriku. Kunikahkan putriku dengan beliau.

Kehidupan Pernikahan

Ummul Mukminin Hafshah radhiallahu ‘anha termasuk salah seorang istri nabi yang dikenal memiliki kecemburuan dibanding istri-istri yang lain. Sifat ini lumrah di kalangan perempuan. Ya, ini karakter mereka. Terlebih seorang istri yang suaminya memiliki beberapa orang istri selain dirinya. Tentu masing-masing akan bersaing untuk menjadi yang paling diperhatikan dan dicintai suaminya. 

Masing-masing menginginkan menjadi yang paling istimewa dibanding lainnya. Karena itu, diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa istri-istri nabi itu terdiri dari dua kelompok. Satu kelompok terdiri dari Aisyah, Hafshah, Shafiyah, dan Saudah. Kelompok lainnya adalah Ummu Salamah, Mariyah Qiftiyah dan lain sebagainya.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengisahkan, “Rasulullah pernah bersama salah seorang istrinya. Kemudian salah seorang istri beliau mengirimkan semangkok makanan. Saat itu, di hadapan beliau, istrinya ini memukul tangan pembantu yang membawa makanan tersebut. Jatuhlah makanan. Mangkok pun pecah berserakan. Nabi memunguti pecahan mangkok itu dan mengambili makanan yang terjatuh. 

Beliau bersabda, ‘Ibu kalian sedang cemburu’. Beliau meminta agar si pembantu menunggu untuk beliau carikan di rumahnya gantinya. Lalu diserahkanlah mangkok yang baru sebagai ganti mangkok pecah itu. Mangkok yang pecah dibiarkan berada di rumah istri yang memecahkannya." Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa yang mengirim makanan adalah Hafshah dan yang memecahkan mangkok adalah Aisyah.

Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anh berkata, “Rasulullah suka dengan manisan dan madu. Kalau sudah menunaikan shalat ashar, beliau mengunjungi istri-istrinya dan singgah di salah seorang di antara mereka. Saat menemui Hafshah, Rasulullah singgah lebih lama. Aku pun menanyakan hal ini. 

Ada yang mengatakan padaku, ‘Seorang wanita dari keluarga Hafshah memberinya sewadah madu. Kemudian ia menjamu nabi dengan madu itu’. Aisyah berkata, ‘Demi Allah, kami akan meminta sesuatu pada beliau tentang hal ini’.

Aku (Aisyah) berkata pada Saudah binti Zam’ah, ‘Nanti Rasulullah akan menghampirimu. Jika beliau datang, katakan padanya, ‘Anda memakan maghafir (Makanan yang lengket. Rasanya manis terbuat dari pohon urfuth. 

Namun aromanya tak sedap)? Nanti beliau akan menjawab, ‘Tidak’. Katakan padanya, ‘Lalu bau apa yang kucium ini?’ Beliau akan mengatakan, ‘Hafshah memberiku madu’. Jawab lagi, ‘Madu yang telah basi’. Aku juga akan mengatakan yang demikian. Hai Shafiyah, katakan juga demikian pada beliau.

Kemudian Saudah berkata, ‘Demi Allah, beliau hanya akan berdiri di depan pintuku. Dan aku akan menyampaikan apa yang kau usulkan setelah berpisah darimu’. Ketika Rasulullah datang, Saudah berkata, ‘Hai Rasulullah, apakan Anda memakan maghafir?’ Beliau menjawab, ‘Tidak’. ‘Lalu aroma apa yang kucium ini?’ Lanjut Saudah. Beliau menjawab, ‘Hafshah memberiku minuman madu’. Saudah menanggapi, ‘Madu yang telah basi’.

Ketika beliau menghampiriku (Aisyah), kukatakan juga demikian. Dan ketika beliau bertemu dengan Shafiyah, ia juga mengatakan seperti itu. Saat beliau kembali melewati Hafshah, Hafshah berkata, ‘Rasulullah, maukah kuberi madu lagi?’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak menginginkannya’. Saudah berkata, ‘Demi Allah, kita telah menghalanginya untuk beliau’. Aisyah berkata, ‘Diamlah’.” 

Inilah keadaan rumah tangga Rasulullah. Rumah tangga yang humanis dan manusiawi. Bukan rumah tangga yang tak bermasalah. Allah Ta’ala takdirkan rasa cemburu dan riak dalam rumah tangga sang Nabi sebagai rahmat untuk kita. Allah tahu rumah tangga umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan ada konflik dan cek-cok, sehingga mereka bisa meneladani Rasulullah dalam menghadapi istri-istrinya.

Ada sikap sabar. Ada sikap tegas. Ada sikap mengayomi. Ada romantisme. Dan lain-lain. Karena itu, tidak layak sama sekali kita mencela istri-istri beliau karena masalah ini. Ini adalah rahmat dan teladan untuk kita. Dan istri-istri beliau adalah istri-istri beliau pula di surga.

Wafatnya

Ibunda Hafshah radhiallahu ‘anha wafat di bulan Sya’ban tahun 45 H. Inilah pendapat yang paling kuat, Karena Hafshah sempat ingin pergi bersama Aisyah menuju Basrah setelah terbunuhnya Utsman. Hal itu terjadi sekitar tahun 36 H. Namun Abdullah bin Umar melarangnya,,maka Hafshoh ra mengirimkan seorang utusan membawa pesan kepada Aisyah ra untuk pembatalan keikutsertaannya ke Basrah.

Peninggalannya yang paling istimewa adalah mush-haf Alquran yang ditulis di zaman Abu Bakar ash-Shiddiq atas masukan dari Umar bin al-Khattab. Mush-haf yang ditulis karena banyaknya penghafal Alquran yang gugur di Perang Yamamah melawan nabi palsu Musailimah al-Kadzab itu disimpan di rumahnya. 

Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu menjadikan mush-haf Alquran ini sebagai rujukan saat menyeragamkan bacaan Alquran. Dari sinilah Alquran disebarkan ke penjuru dunia Islam. Inilah sedikit fragmen kisah Ummul Mukminin Hafshoh Binti Umar Bin Al Khattab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak