Oleh : Sri Nanik
( Pemerhati Muslimah Wonua)
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, dalam pemilihan umum 2019 yaitu Jokowi dan Ma’ruf Amin berkumpul bersama dengan para pendukungnya di tugu proklamasi, Jakarta, (Rmol.com 22/92018).
Ada moment menarik dalam acara tersebut yaitu Kiai Makruf Amin tampak asik di goyang biduan dangdut di atas panggung. Warga Net menyayangkan seorang Kiai Ma’ruf Amin yang ikut bertepuk tangan lihat goyang pendangdut bernama sandrina
Presidium Persatuan Pergerakan Andianto menilai sikap warga net itu merupakan resiko yang harus ditanggung oleh seorang Kiai yang masuk pusaran politik praktis. Namun kata dia seharusnya koalisi partai pendukung paham posisi Kiai Makruf Amin sebagai pemuka agama.
Astafirullah! satu kata yang terucap ketika melihat realitas bahwasanya seorang ulama hari ini yang notabene panutan bagi umat justru menjatuhkan pamornya sendiri sebagai ulama yang berilmu pengetahuan tentang hakikat hidup, baik dunia maupun di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang itu diberi cobaan menurut agamanya. Jika agamanya kuat maka jumlahnya pun akan besar. Jika agamanya lemah maka cobaannya akan menyesuaikan.
Oleh karena itu ulama juga manusia yang tak luput dari cobaan bahkan cobaannya lebih besar dari manusia biasa. Cobaan atas mereka lebih menggiurkan jika berupa godaan jabatan, kekuasaan, dan lain sebagainya.
Dalam sistem hari ini antara orang yang berilmu agama yang tinggi dan yang tidak berilmu hampir tidak bisa dibedakan lagi, apa lagi yang sudah tersentuh oleh kekuasaan dan jabatan, begitupun dengan ulama maka semakin hilanglah wibawah keulamaannya. Dan Kiai Ma'ruf Amin adalah salah satu contoh korban dari kejahatan sistem hari ini. Seorang ulama besar yang menjadi panutan masyarakat joget di panggung dengan wanita yang elok, ulama seperti ini telah melupakan marwahnya sebagai seorang ulama. Dia adalah panutan dan contoh yang baik untuk masyarakat, apa yang difatwakan ulama, masyarakat pasti mengikutinya.
Sekarang masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan ulama yang seperti ini karena sudah tidak bisa menjadi panutan. Dalam faktor sejarah ada beberapa ulama yang tercatat memiliki sikap dan posisi terhadap kekuasaan, yaitu :
1. Golongan yang gigih melawan kerusakan dan kebatilan.
2. Golongan yang menjauh dari kekuasaan.
3. Golongan yang menjadi bagian kekuasaan namun tetap istiqomah dalam kebenaran.
4. Golongan yang menjadi stampel penguasa.
Karena sistem hari ini yang diemban oleh negara adalah sistem yang bersumber dari hawa napsu manusia yaitu kapitalis demokrasi. Sistem ini telah mencampuradukkan yang hak dan yang batil. Menghalalkan segala cara demi mendapatkan kesenangan dunia yang fana ini termaksud kursi mendapatkan kursi kekuasaan.
Padahal dia mengetahui bahwasanya berjoget atau menari hukum asalnya adalah makruf. Namun jika dilakukan wanita di depan lelaki (non –mahrom) maka hukumnya haram, karena jelas ini menimbulkan fitnah (godaan) yang besar bagi lelaki dan mendekati zina. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah ada sepeninggalanku fitnah (godaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (godaan) terhadap wanita”. ( HR. Al bukhori 5096, Muslim 2740). Karena sistem hari ini yang dianut adalah sistem rusak. Haram pun bisa menjadi halal, termaksud seorang perempuan menampilkan keelokan tubuhnya dihadapan non mahrom.
Islam memandang para ulama adalah pewaris Nabi. Yang diwarisi adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat hidup baik hidup di dunia hidup di akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya ulama adalah para pewaris Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewarisi ilmu. Barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak” (HR. At Tarmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, dan Abu Dawud).
Ketika para ulama bisa menjalankan perannya sebagai pewaris Nabi, sebagai pelita yang bisa menerangi umat manusia di muka bumi ini, maka umat tidak akan tersesat.
Imam Al-Ghazali mengatakan rusaknya rakyat disebabkan karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama disebabkan karena dikuasai cinta harta dan ketenaran (HR. Al-Ghazali, Ihya’Ulum ad Din, 2/357).
Ketika ulama mincintai gemerlapnya dunia yang fana ini. tinggal menunggu tatanan masyarakat pasti akan rusak, karena yang menjadi panutan telah terlena oleh gemerlapnya dunia.
Ulama itu seharusnya hanya takut kepada Allah, tidak takut mati, karena ulama selalu berada di garda terdepan membela agama Allah dan menjaga kemurniaan Islam serta aturannya. Bisa mencetak generasi yang tangguh dengan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Bisa meluruskan yang bengkok, dengan petunjuk yang ada dalam Alquran dan As Sunnah. Ulama tak pernah takut pada apapun meskipun berhadapan dengan penguasa yang zalim sekalipun, yang ditakuti hanya Allah SWT. Firman Allah dalam Surah Al Fathir ayat 28 yang artinya “ Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepadanya, hanyalah para Ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa Maha Pengampun”.
Sadarlah para Ulama sebelum terlambat. Engkau adalah panutan kami, engkaulah pewaris Nabi, ilmu yang engkau miliki sangat dibutuhkan umat saat ini. Dan engkau adalah pelita dan penerang bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagaimana sabda Rasulullah “Sesungguhnya Ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberi petunjuk di dalam kegelapan bumidan laut. Apabila dia terbenam, maka jalan akan tampak kabur” (HR Ahmad).