Oleh : Siti Nur Afiah, A.Md. Farm
(Komunitas Pemerhati Remaja)
Ulama dan politik memang tidak dapat dipisahkan, ulama turut andil didalamya baik secara ideologi maupun pemikiran, namun saat ini ulama hanya dianggap sebagai alat untuk mendongkrak suara pada saat menghadapi pilpres 2019 yang akan mendatang, Sehingga dengan melibatkan ulama dianggap memiliki nilai yang strategis.
Dalam pilpres 2019 nanti akan ada 2 kubu yang menjadi bakal calon presiden.dan kedua-duanya sama-sama mengandeng ulama, baik untuk menjadi calonnya ataupun untuk mendukungnya. Seperti yang kita lihat saat ini, kubu kedua secara resmi mendapatkan dukungan dari ijtima ulama II yang ditandai dengan penandatanganan pakta integritas.
Sedangkan kubu pertama tidak tanggung-tanggung mengandeng ulama ternama yaitu KH Ma’ruf Amin sebagai pasangannya. Keulamaan KH Ma’ruf Amin tentu sudah tidak diragukan lagi. Disamping beliau sebagai ketua umum MUI juga sebagai Rois Aam Syuriah PBNU.
Namun, belum lama warganet dihebohkan dengan vidio yang beredar di jejaring grup whatsaap. Ya bagaimana tidak ada hal menarik dalam vidio tersebut yaitu seorang ulam KH Ma’ruf Amin sedang asyik digoyang penyanyi dangdut di atas panggung, rmol, (22/9/2018)
Sehingga perang opini pun tak terhindarkan dikalangan masyarakat yang amulai ramai membicarakan tentang keulamaan KH Ma’ruf Amin, yang telah digoyang biduan dangdut, jadi tentang siapakah yang bisa disebut ulama. Yaitu ulama yang bisa dijadikan panutan dan suri tauladan bagi masyarakat karena ulama adalah jabatan yang sakral, dan kesakralannya terletak pada kedalaman ilmunya serta pada ketinggian ahlaknya, yang mempunyai kedudukan tinggi di masyarakat, mereka didatangi, dimintai doa dan dianggap doanya mustajab. Bahkan ulama seperti itu dianggap wali Allah SWT. Menjauhkan diri dari kenikmatan dunia mengutamakan kehidupan akhirat. Dan masyarakat pun rela diarahkan oleh ulama seperti itu, apa yang di fatwakan pasti dianut oleh masyarakat.
Inilah salah satu kebobrokan sistem kapitalis demokrasi yang mencampur adukan yang hak dan yang batil. Kekuasaan pun dalam sistem kapitalis demokrasi tak seperti dalam sistem Islam. Dalam sistem kapitalis demokrasi kekuasaan seakan menjadi momok yang menakutkan bagi orang yang ingin menegakkan syariah Islam. Dimana seharusnya ulama berperan untuk mencerdaskan umat tentang politik Islam agar umat mampu memahami persoalan yang membelit mereka, namun sayangnya saat ini banyak ulama yang tidak dapat menjalankan perannya dengan sempurna, ketika seorang ulama sudah masuk dalam lingkaran kekuasaan sistem demokrasi saat ini, maka ulama hanya akan dijadikan sebagai stempel negara oleh para penguasa untuk menerapkan kebijakan atau aturan yang dapat menyengsarakan masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kemudhorotan atau kesengsaraan dalam kehidupan masyarakat baik itu dalam agama maupun urusan dunia.
Sehingga ketika penguasa membuat sebuah kebijakan yang dapat menzdalimi masyarakat tetapi ketika ulama menyetujuinya atau membolehkannya maka masyarakat akan mendukung kebijakan tersebut karena masyarakat mempunyai dalih bawahsanya ulama membolehkannya.
Ulama seharusnya memiliki peranan penting dalam politik yaitu mengingatkan penguasa apabila mereka lalai dari tanggung jawabnya untuk meriayah umat dan para penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk menzdolimi rakyat. Ulama juga adalah pewaris Nabi, yang diwarisi adalah ilmu tentang hakikat hidup, baik hidup di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewarisi ilmu. Barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi dan abu dawud).
Dengan melihat sabda tersebut, seharusnya ulama bisa menjadi penerang bagi umat bukan hanya mengeluarkan fatwa demi kepentingan segelintir penguasa sehingga antara yang hak dan yang batil dicampur adukkan. Seharusnya ulama menjadi garda terdepan membela agama Allah SWT, menjaga kemurnian Islam dan ajarannya, mendidik masyarakat dengan syariahnya, meluruskan yang salah dengan petunjuknya dan berteriak dengan lantang terhadap berbagai kezdaliman dan ulama seharusnya tidak pernah takut dengan penguasa yang zalim yang ditakuti seharusnya Allah SWT. “ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba –Nya hanyalah ulama.” (QS Fathir [35]: 28). Wallahualam bi shawab