Oleh: Ria Khairiyyah
Siswi MAS Plus Darul Hufadz
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDIP Hamka Haq mengatakan, rekomendasi memilih capres-cawapres yang akan dikeluarkan dalam Ijtima Ulama tidak mewakili semua Ulama di Indonesia. Pernyataan tersebut menanggapi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) yang akan menggelar Ijtima Ulama II pada Ahad (16/9) mendatang."Sebenarnya yang berhak atas nama ulama adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ini tidak dapat dikatakan sebagai Ijtima Ulama karena hanya sebagian Ulama," kata Hamka saat dihubungi, Jumat (14/9) malam. Ulama, lanjut dia, merupakan tokoh dalam masyarakat. Ia memegang tanggung jawab secara moral untuk membina umat Islam secara luas. PDIP meminta agar GNPF menjelaskan kepada masyarakat bahwa Ijtima Ulama adalah salah satu saran atau rekomendasi kepada masyarakat. Ijtima Ulama bukan digelar atas nama MUI.
Predikat terbaik bagi seorang ahli ilmu adalah menjadi pewaris Nabi, dan sebaik-baik para makhluk adalah pewaris Nabi. Ibnu Abbas berkata, “Ulama’ ialah orang-orang yang mengetahui bahawa sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas setiap sesuatu”. Dan tambahnya lagi,” Orang alim ialah mereka yang tidak melakukan syirik kepada Allah dengan sesuatu pun, serta dia menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya. Maka dari itu ulama sangatlah berperan dalam mencerdaskan umat dalam politik islam. Ulama bukan alat untuk mengintimasi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu. Di jaman sekarang ini, ulama sebagai pewaris nabi cenderung hilang dan peran para ulama sudah disalah gunakan. Ulama tidak dijadikan sebagai panutan atau pewaris nabi melainkan hanya untuk menentukan halal atau haramnya sesuatu atau lainnya.
Hal ini sebagaimana Firman Allah.
“….. Sesungguhnya golongan yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya ialah para ulama’. Sesungguhya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,”(QS. Al-Fathir: 28)
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ulama adalah golongan yang paling takut kepada Allah juga perlu dipahami bahwa ulama sebagai pewaris nabi. Dan perlu benar benar dipamahi dan diterapkan bahwa ulama adalah sebagai pewaris nabi. Bahkan di pemerintahan Islam, para ulama benar dijadikan sebagai pewaris para nabi. Juga, ijma ulama dijadikan sebagai hukum yang berlaku. Sebaik baik pemimpin jika hukum yang berlaku bukanlah hukum Islam, maka Allah tidak akan meridhainya. Maka yang harus dilakukan adalah diterapkannya kembali hukum Islam yang sesuai dengan syari'at nabi yakni Khilafah Rasyidah untuk memperoleh ridha AlSEBAT. dan dengan begitu, peran ulama sebagai pewaris nabi akan terwujud yang berperan mencerdaskan politik Islam.
Wallahu’alam Bi Shawwab.
Ria Khairiyyah
Siswi MAS Plus Darul Hufadz
Rancaekek-Bandung