Oleh: Japti Ardiani
Dilansir dari http://mayangkaranews.com (27/9/2018) diberitakan bahwa guru honorer di kabupaten Blitar tidak menghiraukan himbauan dari Dinas Pendidikan. Para guru honorer tetap saja bersikukuh mogok mengajar mulai dari hari senin 24 /9/2018 sampai 29/9/2018, karena hanya dengan cara itulah para GTT dan PTT di Kabupaten Blitar bisa menyampaikan aspirasi dan menunjukan kepada Pemerintah tentang ketidakadilan yang mereka alami. Mereka berunjuk rasa di kantor DPRD pada hari rabu 26/9/2018, mereka mendesak Pemerintah untuk mengubah Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Batasan Umur untuk menjadi CPNS Jalur Honorer Maksimal 35 tahun. Mereka juga mengadakan aksi mengetuk hati pemerintah daerah terkait kesejahteraan dan nasib guru honorer. Dimana dalam faktanya gaji yang diterima memang tidak sepadan dengan apa yang mereka korbankan
Fakta Guru Honorer
Bukan rahasia umum lagi bahwa dalam kenyataanya apa yang mereka keluarkan tidak sepadan apa yang mereka dapatkan. Sebab selama ini mereka hanya diberi honor sekitar Rp 150.000,00/bulan. Jadi tidak heran kalau mereka pun juga menuntut pemerintah untuk memberikan kemudahan mengikuti sertifikasi seperti guru PNS. Karena bagaimanapun pengorbanan mereka tidaklah kecil bahkan bisa dibilang sama dengan mereka yang bekerka sebagai PNS. Bila mereka adalah seorang wanita dan sudah berumahtangga, mereka harus siap meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil dan memang yang sudah besar demi memenuhi kewajibannya untuk mengajar dan ikut turut mencerdaskan anak Bangsa. Belum lagi setelah pulang mengajar mereka harus disibukan dengan berbagai urusan rumahtangga mulai dari membersihkan rumah hingga mendidik anaknya pula. Tidak cukup itu, mereka juga harus memutar otaknya untuk memenuhi kebutuhan rumanhtangganya agar terkecukupi. Dan semua itupun juga terjadi pada guru PNS, tetapi sayangnya kesejahteraan dari sisi gaji tidak semanis mereka yang menjadi PNS.
Bila mereka seorang pria, bisa dibayangkan bagaimana jeritan hati mereka. Bagaimana tidak, mereka adalah pemimpin keluarga bila meraka sudah berumahtangga. Dengan gaji yang seperti itu bisa dibayangkan bagaimana pusingnya mereka untuk menyambung hidup dengan keluarga yang mereka miliki. Belum lagi amanahnya yang harus ikut mencerdaskan anak Bangsa juga. Dan bisa dipastikan bagaimana bingungnya sekolah saat itu ditinggalkan para guru Honorer yang lagi mogok mengajar. Sehingga dengan kejadian itu sejumlah anggota Polres Blitar turun tangan mengajar kesekolah-sekolah untuk menggantikan posisi guru honorer yang tidak masuk kelas karena mengikuti aksi demonstrasi dan mogok masal tersebut http//www.tribunnews.com(26/9/2018) . dan bisa dipastikan kejadian ini tidak hanya di blitar saja tapi ini menggambarkan nasib Guru honorer yang tersebar diseluruh Negri ini
Terjebak Dalam Putaran Sistem
Kejadian guru honorer mogok masal adalah sesuatu yang memprihatinkan. Bagaimana pun keteguhan dan kesabaran mereka pada akhirnya harus tumbang juga. Apa yang dialami guru honorer merupakan bukti rapuhnya pengelolaan pendidikan dari sisi kesejahteraan pendidik. Guru honorer dibutuhkan tenaganya dan waktunya, namun eksploitasi itu tak berbalas sepadan. Masih banyak yang mendapat gaji sangat jauh dari UMR dan belum mendapatkan sertifikasi padahal pengabdian mereka tidaklah sebentar. Walhasil problem kesejahteraan tetaplah menjadi boomerang bagi totalitas pendidikan. Disatu sisi, nurani pada masing-masing honorer memanggil untuk memberikan yang terbaik bagi siswanya. Karena pada kenyataanya jumlah PNS memang sangatlah sedikit sehingga keberlangsungan KBM tergantung pada adanya guru honorer. Janji pun hanya tinggal janji, mereka yang meneriakan akan merubah nasib para guru tersebut pada akhirnya hanya isapan jempol saja.
Kejadian itu semakin membuktikan bahwa sistem dalam pengaturan Negri ini sangatlah rusak pada khususnya ketidaklayakan dan ketidakadilan yang terjadi pada guru honorer. Mau lanjut tetapi kesejahteraan belum terpenuhi, mau berhenti tetapi anak bangsa masih membutuhkan tenaga dan pikiran mereka. Itu adalah buah simalakama bagi para guru honorer. Koordinasi Pemerintsh pusat dan pemerintah daerah sangat diperluksn untuk menyolusi nasib guru honorer dalam waktu cepat. Kalau tidak, kita bisa membayangkan bagaimana semakin carut marutnya dunia pendidikan di Negri ini. Karena secara logika, jika tiap daerah pertahun mampu membuat trotoar, memperbaiki taman, menambah bangunan fisik padahal bangunan tersebut tidaklah penting. Mengapa untuk hal itu bisa, tetapi untuk mengatasi permasalahan gaji dari guru honorer tidak dapat terselesaikan? Lagi dan lagi itu semakin menegaskan bahwa sistem Sekuler-Kapitalisme adalah sistem yang Rusak karena tidak memberikan kemaslahatan kepada umat.
Guru Dalam Pandangan Islam
Pendidikan harus dilihat sebagai bagian penting pembentuk peradaban, sehingga elemen pembangunnya yaitu guru dan siswaharus benar benar diperhatikan, termasuk dalam urusan kesejahteraan. Sistem Kapitalis mengajarkan modal sedikit untung banyak. Dalam hal ini kallau bisa keluar dana penggajian sedikit tapi bisa bnyak produksi tenaga kerja. Sehingga jika tetap bergantung pada sistem kapitalis, maka problematika pada guru honorer akan terus berlangsung. Peran pendidik sebagai bagian integral pendidikan mencetak generasi penerus peradaban haruslah dimuliakan.. layaknya sistem Islam di masa Nabi dan Umar r.a yang memberikan gaji tinggi bagi guru, maka minimal seperti itulah perlakuan yang seharusnya. Di masa pemerintahan Umar, gaji guru 15 dinar dimana bila di hitung dengan nilai rupiah sekarang gaji guru pada masa Umar setara dengan 30 juta (1 dinar= 4,25 gram dan 1 gram emas -+ Rp. 500.000,00, 1 dinar jadi senilai 4,25*Rp. 500.000,00= -+ Rp.2000.000,00 sehingga kalau gaji guru 15 dinar jadi 15x2000.000= Rp. 30.000.000,00). Bisa dibayangkan bagaimana kesejahteraan guru dalam Islam sangatlah diutamakan, karena bagaimapun kalau kesejahteraan guru di utamakan bisa dipastikan guru akan totalitas dalam pengajarannya.
Guru tidak akan disibukan dengan pemikiran cabang seperti beban biaya hidup, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak dan masih banyak lagi biaya yang harus dipenuhi seperti sekarang ini. Namun gaji besar seperti di masa Umar kepada para guru akan hanya menjadi ilusi semata saja jika tidak ditopang oleh sistem Islam yang diterapkan secara keseluruhan. Karena aturan Islam tidak bisa dijalankan secara prasmanan yaitu mengambil aturan Islam yang dipandang enak dan mudah di sisi lain meninggalkan aturan islam bila dipandang merugikan dan terasa berat dilakukan. Kalau cara yang dilakukan untuk perubahan seperti itu yaitu dengan sistem prasmanan, kita tidak akan merasakan bahwa Islam adalah Rahmat untuk Alam. Seperti yang tertulis dalam al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107 yang terjemahannya adalah
“ Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”
Di ayat tersebut diterangkan bahwa Islam menjadi Rahmat bagi seluruh manusia di mana ketika Islam di amalkan ajaran-ajarannya secara Kaffah (menyeluruh) bukan secara prasmanan, sehingga berkah rahmat akan nampak kelihatan nyata apabila Islam diterapkan dan peradapan mulai di ukirkan. Karena aturan Islam tidak bisa diterapkan dalam satu aspek saja yaitu semisalnya pendidikan Islam, tetapi harus diterapkan secara revolusioner, baik segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, muamalah hingga hukum lainnya. Dengan begitu kita akan bisa merasakan kesejahteraan umat keseluruhan dan Era Emas akan terukir kembali.