SEPTEMBER KELABU DIMATA GENERASI MILINEAL

Oleh : Siti Ruaida S.Pd


Hari ahad 30 September 2018, ada kegelisahan yang menyusup di hati, terbayang peristiwa 53 tahun yang lalu yang menimpa bangsa ini. September kelabu yang membuat perasaan gelisah  memikirkan nasib bangsa dan generasi ke depan. Akankah sejarah kelam ini tidak terulang lagi seiring terlupakannya peristiwa September kelabu.


 Di pikiran generasi zaman old seperti saya kenangan buruk itu masih menghantui dan menyisakan ketakutan akan bangkitnya PKI, terbayang kesadisan mereka yang kita dengar dari guru sejarah dan film Pemberontakan G.30 S PKI yang diputar setiap tanggal 30 September. Hari ini peristiwa sejarah itu  semakin menjauh dari generasi. Sepi dari pembahasan karena sudah tidak masuk dalam kurikulum pembelajaran dalam mata pelajaran IPS, akankah peristiwa ini dilupakan, tidak ada lagi bendera setengah tiang yang mengundang tanya anak-anak, mengapa pak guru , bu guru benderanya dipasang setengah tiang, akhirnya sepi penjelasan dari  guru tentang alasan dipasangnya bendera setengah tiang, ironi sekali negeri ini sejarah kelabu itu ingin dihapus dari ingatan generasi milenial, padahal artinya sama dengan kewaspadaan yang menghilang karena berbagai argumen bahwa PKI sudah terkubur dan tidak akan bangkit lagi atau ideologi usang yang tak laku. Tapi Siapa yang bisa menjamin ??.


Bagaimana peristiwa kelabu ini dimata generasi milineal. Akankah peristiwa ini masih relevan atau sudah kadaluarsa dimakan waktu. Masih hangat dibahas oleh berbagai kalangan tentang wacana untuk tidak lagi mempertontonkan film sejarah Pemberontàkan G 30 S PKI karena dianggap mempertontonkan kekerasan dan membosankan.


Di satu pihak usulan nonton bareng G.30 S. PKI sendiri dilontarkan oleh pejabat tinggi negeri mulai dari Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin sampai mantan Jenderal Gatot Nurmantyo. Walaupun ajakan tersebut bersifat umum, hal ini juga ditujukan untuk mengenang sejarah kelam pemberontakan yang dilakukan oleh PKI yang melakukan tindakan keji dengan pembunuh para ulama, santri dan tujuh jenderal serta ratusan masyarakat yang tak berdosa menjadi korban kekejaman PKI.


Ada tantangan dari mantan Pangab Gatot Nurmantyo ditujukan pada Panglima TNI, pak Gatot mempersoalkan sikap Panglima TNI dan KSAD ada kesan seolah-olah takut dan membuat prajurit menjadi penakut jika tidak memerintahkan nonton bareng film G30S/PKI, Dia juga mempertanyakan bagaimana KSAD mau memimpin prajurit pemberani seperti Komando Strategis Angkatan Darat, Komando Pasukan Khusus, prajurit TNI AD jika tak berani memerintahkan nobar tersebut. Tantangan ini ditanggapi oleh beberapa pihak agar diabaikan saja. JAKARTA, KOMPAS.com -.Seperti pendapat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal Mulyono diminta mengabaikan tantangan provokatif mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo dan elite politik lain yang meminta jajaran TNI untuk menonton bareng film “Pengkhianatan G30S/PKI” setiap tanggal 30 September.


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan bahwa pilihan untuk menonton bareng atau tidak film tersebut adalah hak setiap warga. TNI seharusnya tidak dipaksa mengambil tindakan yang rawan disalahgunakan oleh kelompok elite politik tertentu.(KOMPAS COM JAKARTA). Terlepas dari polemik pro dan konta nonbar. Adalah sebuah fakta usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI yang ingin menghancurkan keutuhan bangsa dengan memecah belah bangsa dan adu domba untuk mencapai tujuan mereka yang menaziskan peran agama dalam kehidupan politik. Tidak menginginkan peran politik umat Islam khususnya ulama dalam kancah politik. 


Bagaimana generasi milenial menyerap film Sejarah G 30 PKI bahkan juga menumbuhkan wacana untuk membuat kembali merekontruksi ulang ala generasi mileneal dengan alasan filmnya terlalu panjang dan garing. Film ini dianggap sebagai pesanan negara atau pemerintah saat itu atau kekuatan politik yang berkuasa. Atau dianggap konsumsi politik atau marketing politik.Komunis dianggap sudah tidak laku lagi bahkan di Cina sendiri menurut argumen mereka sudah tidak dilirik lagi.

Memang Tidak bijak kita membandingkan karya masa lalu dengan karya generasi diera milenial. Harus dipahamkan bahwa generasi sekarang harusnya kritis dan tidak instan dalam menyikapi sebuah fakta. September kelabu adalah sebuah fakta tentang keganasan gerombolan PKI yang meninggalkan luka yang menganga dihati rakyat dan TNI. Tentu wajar kalau peristiwa menyakitkan itu harus dipastikan tidak akan terjadi lagi pada generasi milineal sebagai generasi penerus bangsa. Pengalaman sejarah adalah guru yang terbaik agar generasi waspada dan dapat mengenali pola-pola gerakan dari gerombolan PKI hingga mampu mendeksi bahaya yang akan mengancam eksestensi aqidah. Mengingat ideologi PKI berhaluan Sosialisme Komunisme yang dusandarkan pada aqidah materialisme, yang menyatakan bahwa manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari materi (benda). Singkatnya ideologi Sosialisme Komunisme adalah ideologi anti tuhan atau anti agama, yang kemudian melahirkan jargon "agàma àtau keyakinan kepada Tuhan adàlah candu bagi masyarakat" Artinya agama adàlah hal yang berbahaya karena membuat pemeluknya terikat dengan aturan tuhan atau sang pencipta. Padàhal menurut pandangan mereka segala sesuatu berasal dari materi dan materi ada dengan sendirinya , yang kemudian berevolusi sendiri bukan mengikuti hukum Tuhan. Dengan konsep pemahaman yang demikian mereka membangun aturan kehidupan, aturan sosial, politik, ekonomi, hukum, politik dan sebagainya, yang bercorak materialistik, yang terbukti banyak melahirkan bencana bagi umat manusia.


Maka disinilah perlunya ada upaya pencegahan berupa penyadàran pada generasi milineal agar mereka tidak lupa dan menyadari bahaya laten PKI, salah satunya dengan mengenali ideologi dan tahu bahaya yang àkan ditimbulkan oleh ideologi Sosialisme Komunisme agar tidak ada penyesalan dimasa yang akan datang.


Seharusnya wacana apalagi pelarangan nobar tidak terjadi. Harapan kita sebagai generasi old, ideologi komunis memang tidak laku lagi dikalangan generasi milineal. Tapi tentu hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena generasi hari ini juga mendapatkan gempuran dari ideologi lain yaitu ideologi kapitalisme yang beraqidah sekulerisme yang memisahkan manusia dengan tuhannya, dengan menganggap bahwa Tuhan hanya menciptakan dan tidak diakui sebagai pengatur kehidupan karena peran pengatur sudah diambil alih oleh manusia. Ringkasnya kehidupan manusia tidak perlu diatur oleh Tuhan. Manusia menganggap dirinya memiliki hak untuk mengatur diri dan kehidupannyanya, artinya manusia sebagai pengatur kehidupan bukan Tuhan, atas nama kedaulatan ditangan rakyat dari sini lahirlah aturan kehidupan, sosial, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya, yang tentunya bersumber dari akal dan hawa nafsu.


Tugas kita hari ini tentu menjadi semakin berat untuk mengarahkan generasi milineal agar tidak terkontaminasi dan digerogoti  paham paham yang membahayakan identitasnya sebagai generasi muslim yang seharusnya ketaatan dan ketundukannya hanya kepada Allah.


Penulis adalah Pengajar di Mts. Pangeran Antasari Martapura

Member AMK Kalsel


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak