Oleh: Resti Lestari (Mahasiswi Universitas Islam Bandung)
Awal bulan yang lalu telah dilaksanakan suatu acara Seminar yang bertajuk Empowering Women In The Workplace sebagai rangkaian acara peretemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan Word Bank di Hotel Westin, Bali. (DetikFinance.com) dalam acara tersebut, Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan perempuan sangat berperan umtuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Karena itu, perempuan dalam sebuah pekerjaan harus ditingkatkan. (OkezoneFinance.com) Menurut ILO, bahwa 865 juta perempuan memiliki potensi untuk memaksimalkan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi.
Dalam hal ini, tergambar bahwa Kapitalisme telah menjadikan kaum perempuan sebagai roda dalam penggiringan mereka untuk memajukan perkembangan ekonomi saat ini. Dengan fakta seperti itu, semakin menjauhkan peran perempuan sebagai Ummu wa rabbatu bait, terkhusus bagi yang sudah menikah dan memiliki anak. Asas yang dicondongkan oleh sistem saat ini pun, hanya sekedar mementingkan kepentingan (Asas manfaat). Mereka terus berupaya dalam memajukan suatu perkembangan ekonomi. Di suatu perusahaan, pabrik-pabrik, bahkan yang menjdi subyek iklan Televisi pun didominasi oleh perempuan. Sekarang, pemerintah akan menjadikan perempuan untuk fokus dalam pemutaran roda industri Kapitalis. Meskipun melakukan pekerjaan (bekerja untuk mendapatkan tambahan pemenuhan kehidupan) itu hukumnya Mubah, akan tetapi ketika disibukkan dengan pengaturan roda Kapitalis, lantas kapan mereka akan memaksimalkan peran sebagai Ummu wa rabbatu baitdalam mencetak generasi peradaban Islam?
Dalam Islam, perempuan tidak dilarang untuk bekerja. Islam sangat memuliakan kaum perempuan, mereka diberikan Rahim oleh Allah Swt karena sifat wanita itu memang sangat penuh kasih dan sayang. Tidak akan ada kemuliaan yg paling besar, melainkan mereka berperan sebagai Ibu. Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk ku perlakukan dengan baik?” Beliau bersabda: “Ibumu”. Laki-laki itu lalu bertanya kembali: “Kemudian siapa?”, “Ibumu”. Laki=laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?”, “Ibumu”. “kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. Rasul bersabda: “Kemudian ayahmu”. (HR. Bukhari No. 5971 dan Muslim No. 6447). Dengan demikian, peran perempuan yang sesungguhnya adalah bekerja secara optimal dalam mengurus runah tangganya, serta mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk menjadikan bibit-bitit unggulnya sebagai generasi pencetak peradaban Islam yang akan bersama-sama menegakkan kalimat “Laa ilaha illallah, Muhammadur-Rasulullah”.
Wallahu’alam Bi Shawwab.