BPJS BERPOLEMIK, RAKYAT PANIK
( Oleh: Isnawati )
( Akademi menulis kreatif )
BPJS Kesehatan mengalami devisit sebesar 16,5 triliun dan mendapat talangan sekitar 1,6 triliun yang berasal dari cukai rokok. Hal ini menimbulkan berbagai polemik di masyarakat sebab rokok penyumbang penyakit terbesar yang menghabiskan dana BPJS. Direktur Utama BPJS kesehatan Prof. Dr Fachmi Idris menyatakan bahwa WHO atau lembaga kesehatan dunia telah mengatur perihal pemakaian cukai rokok untuk pembangunan kesehatan. Detik heald ( 28 September 2018 ).
Kebijakan ini tidak hanya menimbulkan pro dan kontra bahkan juga dilema, sebagai perokok terbesar di dunia yakni 67 persen dari total jumlah perokok laki-laki di seluruh dunia ( data WHO ), ada penerimaan yang cukup besar dari cukai dan pajak rokok.
Di tahun 2017 total 54,47 triliun dana BPJS habis untuk membiayai penyakit katastropik ( penyakit berbiaya tinggi ) seperti jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, thalasemia, chirrosis hepatitis, leukemia, pada umumnya penyakit ini dicegah tanpa mengonsumsi rokok.
Artinya rokok berkontribusi lebih besar menghabiskan dana BPJS jadi sudah sewajarnya kalau ada upaya menggali dana pajak rokok dan cukai hasil tembakau untuk menutup defisit BPJS kesehatan, simbiosis mutualisme pun terjalin agar bisa menangani dampak negatif pada rokok. Jika melihat kontribusi cukai rokok yang begitu besar bagi BPJS kesehatan, sebagian kalangan menilai hendaknya perokok tidak lagi dipandang sebagai biang keladi dari permasalahan kesehatan seperti yang selama ini selalu distigmakan oleh berbagai pihak.
Disisi lain kebijakan ini menuai kritik kelompok yang selama ini mengkampanyekan gerakan anti rokok salah satunya YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ). Pasalnya seolah-olah aktifitas merokok diasumsikan sebagai bantuan kepada Pemerintah dan BPJS dan tidak salah jika perokok pun merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, ditengah perjuangan pemenuhan kebutuhan keluarga bagi masyarakat menengah kebawah hingga mengabaikan efek adiksi yang sulit bahkan tidak bisa dihentikan.
Pepres no 82 tahun 2018 dipandang sebagian kalangan menjadi jalan keluar yang tepat untuk mengatasi defisit BPJS kesehatan dalam jangka pendek sebagai jalan tengah.
Kapitalisme liberalisme berstandarkan manfaat dan kebebasan, masalah yang terjadi bagaikan lingkaran setan dan tak tepecahkan. Solusi yang ditawarkan tambal sulam, melihat data susenas masyarakat menengah kebawah masih mampu untuk membeli rokok antara 2 sampai 3 bungkus perhari, dirasa sangat ringan jika haruss membayar iuran kesehatan perbulan dengan harga 2 sampai 3 bungkus rokok perhari dan parahnya menjadi target solusi kapitalisme memanfaatkan semua celah untuk mendapatkan uang.
Kecarut marutan penataan kesehatan ini bermula dari kelalaian negara, menyerahkan wewenang dan tanggung jawab yang sangat penting kepada BPJS kesehatan dengan anggapan BPJS lebih mampu dari pada negara. Alhasil BPJS berpolemik, rakyat panik.
Kepanikan yang dirasa umat akan mahalnya harga kesehatan merupakan konsekwensi logis liberalisasi fungsi negara dimana kesehatan dijadikan obyek bisnis. Tekanan keuangan yang semakin menjepit, pemenuhan pelayanan yang diskriminasi, kemafaatan BPJS yang semu mencerminkan kegagalan peradapan kapitalistik.
Berbeda denga solusi yang diberikan oleh Islam," Imam ( Khalifah ) sebagai pemimpin manusia, laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." ( HR. Bukhari ). Artinya haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya.
Negara adalah pelayan bagi umat, negara harus hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaffah diseluruh aspek kehidupan termasuk pemenuhan pelayanan kesehatan secara gratis dan berkwalitas.
Negara harus menetapkan konsep anggaran mutlak dengan mempunyai finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsi dan tanggung jawab, khususnya dalam pengelolahan kekayaan alam yang dimiliki.
Menjalankan Islam secara kaffah adalah solusi yang mampu menyelesaikan masalah tanpa masalah, khususnya peraturan pengelolahan aset negara untuk kemaslahatan umat.
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang- orang yang yakin." ( QS Almaidah 50 ).
"Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur." Mereka berkata, bagaimana suatu negeri akan hancur sedangkan dia makmur? dia menjawab, " jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang- orang fasik. ( Umar bin Khattab ). Wallahu a`lam biasswab.