Mulyaningsih, S. Pt
Ekonom Rizal Ramli menuding kebijakan impor beras dari Kementrian Perdagangan di tengah ketersediaan beras di dalam negeri adalah permainan kartel produk pangan yang selalu menempel di pemerintahan. Akibatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berkutik terhadap tekanan impor.
“Kebijakan impor muncul di saat musim panen. Ini sistem yang kejam sekali. Para kartel menguasai seluruh komoditas terkait kebijakan impor yang muncul ini,” ujar Rizal dalam diskusi bertajuk “Polemik Impor Beras” bersama Anggota Komisi VI DPR Ramdhani dari Fraksi Nasdem.
Rijal Ramli mengusulkan agar pemerintah menghapus sistem kuota impor yang selama ini menyuburkan praktik kartel. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah memberlakukan sistem tarif dalam impor bahan pangan agar tidak membuat negara merugi. Namun, tampaknya pemerintah sampai sekarang tidak mau mengubah sistem itu. Padahal, jika sejak dulu pemerintah mau melakukan perubahan dalam hal impor, Indonesia bakal diuntungkan (bisnis.tempo.co, 20/9).
Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog), Budi Waseso menolak dengan tegas adanya rencana impor beras. Menurut Budi Waseso (Buwas) kondisi beras sudah surplus, meskipun belum banyak. Budi heran dengan ada yang tidak bangga ketika terjadi surplus pangan, bahkan kata dia, beras impor yang ada di Bulog belum keluar sama sekali (tidak terserap). Dengan begitu maka mutunya bisa turun karena disimpan terlalu lama.
Ia prihatin melihat Indonesia sebagai negara agraris tetapi malah impor produk pertanian. “Demikian ironis. Saya termasuk orang yang anti impor pangan,” katanya. Alasan saya menolak adanya impor beras adalah karena stok beras aman, beras impor bertekstur keras (pera), kapasitas gudang bulog tak menampung beras dan harga murah sehingga tak perlu impor. Menurut Budi WAseso, sebagai negara agraris, Indonesia tak seharusnya mengimpor beras. Ia menyebut impor beras ini hanya akan menyerap devisa negara yang besar, terlebih dengan kondisi harga tukar rupiah yang semakin melemah (bisnis.tempo.co, 21/9).
Polemik impor pangan tidak akan terjadi jika Kementrian Perdagangan mau mendengarkan masukan dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementrian Pertanian sebelum mengeluarkan kebijakan impor. Begitu kata Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) bidang Ekonomi Umar Syah sebagaimana keterangan tertulis. “Yang terpenting adalah menurunkan ego sektotral, terutama Kementrian Perdagangan yang kerap merasa menjadi leader untuk masalah impor-ekspor dan mengabaikan kementrian teknis yang membidangi masalah itu,” tuturnya.
Menurutnya, selama ini Kementrian Pertanian telah menunjukkan kinerja yang baik. Dia mencontohkan operasi khusus padi, jagung, kedelai (pajale) yang meningkatkan produktivitas dalam negeri. Hal itu terlihat dari besarnya partisipsi para etani terutama dengan adanya insentif dari Kementrian Pertanian (rmol.co, 24/9)
Melihat berbagai kejadian yang menimpa negeri ini sungguh miris. Sejatinya Indonesia adalah negeri agraris yang harusnya mampu memberikan surplus dan ekspor ke negara lain. Ini malah selalu saja impor yang dilakukan. Apa sebenarnya yang salah? Dan apakah yang seharusnya diperbuat oleh kita?
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Didalamnya terdapat sejumlah aturan hidup yang mengatur di segala aspek kehidupan manusia. Tak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja, namun Islam mengatur hal yang lain pula. Salah satunya adalah pada sektor pertanian.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sektor ini amatlah penting. Bahkan jika kita lihat pada pidato-pidato kenegaraan, lewat sektor tersebut sebuah bangsa dinilai dan dipandang oleh bangsa lain. Terlepas dari itu, Islam-pun memiliki perhatian khusus terhadapnya. Karena lewat sektor pertanian hidup matinya sebuah bangsa. Oleh karenanya Islam punya beberapa cara yang diwujudkan agar mampu meningkatkan produktivitas dalam hal pertanian. Faktor tersebut adalah landasan keimanan dan ketaqwaan rakyat (per individu-nya) serta kebijakan negara.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi : “Tidaklah seorang Muslim menanan sebatang pohon atau menanam pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tarmidzi dan Ahmad).
Dari hadist tersebut didapatkan bahwa Islam memacu kepada para kaum muslimin agar mampu menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Lewat keimanan serta ketaqwaan yang membaja akhirnya mampu memberikan suntikan motivasi yang luar biasa kepada mereka sehingga mampu melakukan suatu aktivitas yang bernilai pahala di sisi Allah SWT. Dari sinilah kemudian akhirnya kaum muslimin mampu melakukan suatu aktivitas tanpa mengejar keuntungan semata. Keimanan dan ketaqwaan inilah yang kemudian menjadi faktor penentunya.
Lantas tak hanya berbekal iman dan taqwa, namun perlu adanya dukungan dari negara agar sektor pertanian mampu memberikan sesuatu yang lebih. Tentunya negara-pun harus mempunyai motivasi serta semangat yang sama seperti kaum muslimin. Islam harus dijadikan sebagai pondasi utama dalam menentukan arah kebijakan. Agar nantinya keberkahan itu dapat diraskan oleh semua pihak, baik manusia, hewan, tumbuhan dan makhluk Allah yang lainnya.
Sebagaimana dahulu pernah diterapkan ketika Islam pernah berjaya. Dalam hal ini pemimpin kaum muslim mampu menerapkan kebijakan yang berlandaskan pada Islam, sehingga kala itu kegemilangan di sektor pertanian dapat dicapai. Ditambah lagi, kesejahteraan dan kemakmuran manusia dapat terwujud dengan baik. Dan hal itu diakui oleh sejarawan Barat.
Hal yang dilakukan negara kala itu adalah meningkatkan produksi pertanian dan menjamin kelangsungannya. Kebijakan-kebijakan tersebut terkait dengan kebijakan intensifikasi pertanian. Sebagai contoh adalah dikembangkannya teknik pemuliaan tanaman dan hewan. Dengan begitu, akan tercipta bibit-bibit unggul. Disamping itu, akan didapatkan varietas baru yang menambah keragaman jenis. Tak hanya itu, kaum muslim juga memiliki pengetahuan yang baik terkait dengan tanah. Dari sisi jenis, kandungan dan karakteristiknya. Kemudian kelembaban, iklim dan cuaca mereka juga menguasainya. Begitu pula dengan pengetahuan pembuatan pupuk serta kandungan dan kebutuhan tanaman akan zart hara. Hal lainnya adalah mengembangkan sistem irigasi serta penerapan kincir yang mampu mengairi lahan petanian mereka.
Kebijakan yang selanjutnya adalah dengan menambah lahan baru untuk pertanian. Hal ini dikenal dengan kebijakan ektensifikasi pertanian. Lewat tangannya negara mampu untuk menghidupkan tanah-tanah yang mati (tidak digarap). Dan memberikan lahan tersebut kepada siapa saja yang mau menggarapnya. Tentunya dengan aturan jika tanah tersebut tidak di manfaatkan selama tiga tahun berturut-turut, maka akan menjadi milik negara. Dan negara boleh memberikan lahan atau tanah tersebut kepada siapapun yang hendak memanfaatkannya. Dengan begitu maka lahan-lahan yang tadinya tidur atau tidak produktif menjadi produktif karena ditanami.
Kemudian kebijkan selanjutnya adalah dibangunnya infrastruktur yang mendukung sektor pertanian. Sebagai contoh adalah irigasi yang canggih, jalan raya dan juga kanal-kanal. Dengan begitu maka sektor pertanian akan semakin mempuni. Ditambah lagi dengan adanya dukungan negara terhadap para petani. Dukungan tersebut dapat berupa permodalan, baik berupa pinjaman uang tanpa riba atau pemberian bibit dan pupuk yang baik.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan tadi maka insya Allah sektor pertanian akan maju dan mempuni serta dipandang oleh bangsa lain. Menginat bahwa Indonesia adalah negri agraris, maka sudah sewajarnya kita berdaulan atas pangan kita. Tentunya memang harus dilakukan secara serius serta sinergi yang baik antara semua pihak. Dan harus memegang konsep keimanan serta ketaqwaan yang kuat agar semua bisa berjalan dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan berkah. Ketika Islam diterapkan pada suau negeri, maka keberkahan akan Allah turunkan dari langit dan bumi. Semoga kita bisa melakukan sebagaimana yang telah Allah gariskan serta pernah diterapkan pada saat kegemilangan Islam. Wallahu A’lam [ ].
Mulyaningsih, S. Pt
Ibu rumah tangga
Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel