Oleh: Tri S,S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Pertemuan Parlemen Tingkat Tinggi di Sidang Tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia (World Bank) di Nusadua, Bali, pada 8-9 Oktober 2018 dihadiri sejumlah anggota DPR RI. Dilaporkan, mereka mendorong Dana Moneter Indonesia (IMF) dan World Bank, agar peran perempuan dalam kegiatan ekonomi terus ditingkatkan.
Pada pertemuan tersebut, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Evita Nursanty menjadi pembicara pada sesi bertema “Partisipasi Perempuan dalam Pertumbuhan Ekonomi” (Solussinews.com/09/10/2018).
Disebutkan, berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional (ILO), sebanyak 865 juta perempuan memiliki potensi untuk memaksimalkan kontribusi mereka dalam pembangunan ekonomi. “Partisipasi perempuan telah mampu memberdayakan keluarga dan lingkungannya,” ujar Evita dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa (09/10/2018).
Evita menjelaskan, harus memastikan pendidikan bagi kaum perempuan memiliki peran penting dalam meningkatkan partisipasi mereka di bidang ekonomi. Kebijakan yang dapat diambil dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi, antara lain dengan memberikan akses bagi perempuan, terutama untuk layanan keuangan digital.
Pembicara lain pada sesi itu, antara lain Chief Execitive Officer of Word Bank Kristalina Georgieva dan General Counsel dan Director, Legal Departement IMF, Rhoda Weeks-Brown. Mereka membahas lebih lanjut tentang peran perempuan yang sangat signifikan dalam pertumbuhan ekonomi di banyak negara (BeritaSatu.com/09/10/2018).
Dengan dalih pemberdayaan ekonomi perempuan tidak hanya akan member keuntungan, tetapi juga member solusi dari persoalan keluarga termasuk masalah perekonomian negara, maka dicanangkanlah program pemberdayaan perempuan berdasarkan intruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19 Desember 2000. Faktanya, program pemberdayaan ekonomi perempuan ini telah menggeser peran perempuan sebagai ibu menjadi “kepala” rumah tangga yang harus menafkahi keluarga, menjadikan perempuan mesin pencetak uang bahkan dengan adanya ide pemberdayaan perempuan telah menambah tingkat perceraian akibat ketimpangan ekonomi keluarga, rusaknya generasi akibat rendahnya perhatian orang tua khususnya ibu, meningkatnya single parent dan rendahnya keinginan untuk menikah karena ingin menjadi wanita karir atau TKW. Pemberdayaan ekonomi perempuan ini menggerus fitrah perempuan dan menambah permasalahan baru.
Dalam Islam, perempuan ditempatkan sebagai inti kehidupan dari keluarga. Selain itu, perempuan juga ditempatkan sebagai ‘jantung’ dan pencetak generasi bangsa. Perempuan menjadi sosok terpenting baik di keluarga maupun bangsa.
Tugas perempuan sudah cukup berat dan sulit. Maka dari itu akan menjadi beban tersendiri jika perempuan diharuskan untuk memberdayakan ekonominya. Perempuan diperbolehkan meakukan hal ini apabila tugas utama mereka benar-benar dijalani dengan baik.
Cara untuk memberantas kemiskinan bangsa itu bukan berarti mewajibkan perempuan untuk diberdayakan ekonominya. Perempuan tidak boleh dijadikan kepala keluarga atau tulang punggung perekonomian rumah tangga. Perempuan seharusnya focus pada peran sebagai ibu yang mendidik generasi bangsa bukannya sebagai kepala keluarga yang disebabkan tangungjawab ekonomi. Pergeseran peran perempuan ini disebabkan terutama oleh paham kapitalisme yang bercokol dinegeri ini.
Kapitalisme secara nyata menunjukkan perlakuan keji terhadap perempuan karena menilai perempuan sebagai komoditi yang layak di eksploitasi demi mendatangkan materi. Kapitalisme juga mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa hanya dari kontribusi materi. [Tri S]