Oleh: Melani Widaningsih (Ibu Rumah Tangga Berdomisil di Bandung)
Rangkaian acara pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank sudah selesai dilaksanakan pada tanggal 8 - 9 Oktober di Nusa Bali. Salah satu tema yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah terkait pemberdayaan peran perempuan dalam perekonomian. Dalam seminar bertajuk Empowering Women in the Workplace, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa perempuan sangat berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Karena itu menurutnya peran perempuan dalam sebuah pekerjaan harus ditingkatkan.
Perempuan dalam sistem perekonomian Kapitalis-Sekuler menjadi kata kunci untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Perempuan digiring untuk menjadi pemutar roda industri kapitalis sekaligus target pasar melalui jargon women empowering. Hakekatnya, jargon tersebut tak lain adalah salah satu alat untuk melanggengkan hegemoni kapitalis. Bagi sistem kapitalis, industri adalah pilar utamanya.
Sistem kapitalis akan senantiasa berupaya agar industri ini bisa terus berlangsung dan berproduksi. Salah satu faktor produksi yang penting adalah tenaga kerja. Bertumpu pada asas manfaat, kapitalisme memandang bahwa tenaga kerja perempuan lebih menguntungkan. Perempuan umumnya tidak memiliki bargaining position yang memadai sehingga mudah diperdaya dengan gaji yang lebih rendah, pengabaian hak pekerja, dan pembatasan kebebasan dalam berserikat.
Satu hal yang sangat difahami oleh para pengusung kapitalisme bahwa apa yang menjadi konsep pelaksanaan ekonomi yang melibatkan kaum perempuan oleh mereka akan menimbulkan pertentangan apabila disandingkan dengan konsep ekonomi Islam, terlebih Islam memiliki pandangan khusus terkait konsep memuliakan perempuan yang tidak dimiliki oleh sistem aturan kapitalis-sekuler. Menyadari bahwa skenarionya memperalat perempuan akan berbenturan dengan konsep Islam, maka kapitalis terlebih dahulu menggarap proyek memalingkan umat, terutama perempuan, dari konsep Islam. Dimunculkanlah opini-opini miring bahwa aturan Islam mendiskriminasi perempuan, menempatkannya dalam posisi subordinasi laki-laki, mengekang kebebasan dan melanggar HAM. Ketika umat mulai gamang, lantas dimasukkan konsep kapitalis seperti kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan, kemandirian ekonomi dan sebagainya.
Islam telah memberikan aturan yang khusus kepada kaum perempuan untuk mengemban tanggung jawab kepemimpinan dalam rumahtangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya.Ia berperan dalam mendidik dan membina anak-anak mereka dengan akidah yang kuat yang akan melahirkan generasi yang tunduk pada syari’at dan siap untuk memperjuangkannya. Ia berperan membentuk anak-anak dengan jiwa kepemimpinan yang siap untuk memimpin umat menuju perubahan hakiki dan kebangkitan sejati. Ia lah yang digelari ummu ajyal, ibu generasi, karena di tangannyalah kelestarian generasi kemudian ditentukan. Maka jelas, sistem kehidupan baik ekonomi dan lain sebagainya yang dilandasi asas kapitalis-sekuler tidak akan pernah mampu mengangkat derajat perempuan kepada kemuliaan sebagaimana yang ditetapkan dalam Islam. Oleh karena itu, sebagai negara Muslim terbesar Indonesia seharusnya tidak lantas tergiur untuk ikut terlibat dalam setiap upaya melanggengkan aturan hidup Kapitalis-Sekuler ini. Sudah saatnya kaum Muslimin di seluruh dunia pada Khususnya kembali kepada Islam. Bukan hanya untuk menyelamatkan kaum perempuan dari kehancuran, lebih luasnya agar Islam mampu memancarkan Rahmat-Nya ke seluruh penjuru alam melalui bingkai Daulah Khilafah Islam.
Wallahu’alam Bi Shawwab