Oleh : Ummu Fahri
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Masih hangat dalam perbincangan, perhelatan akbar yang baru saja digelar di Nusa Dua Bali. Forum tahunan IMF-World Bank. Seminar yang bertajuk Empowering Women In The Workplace.Dalam pertemuan tersebut ibu Sri Mulyani menjelaskan bahwa, "Yang pertama harus dipahami dari sebuah negara itu harus ditingkatkan partisiasi tenaga kerja perempuan, baik untuk perekonomian, untuk perempuan, dan untuk keluarganya." Dan dijelaskan pula bahwa perempuan memiliki batas waktu dalam dunia kerja yaitu masa cuti hamil dan melahirkan sebagian malah berhenti karena mengurusi anak-anak mereka. Dan ditekankan kembali bahwa perempuan harusnya memiliki hak yang sama untuk bekerja diluar rumah (m.detik.com selasa,09Oktober2018).
Setali tiga uang, Deputi Gubernur Senior Bank of Canada Carolyn Wilkins menyatakan bahwa, "Peluang untuk perempuan bekerja di _Financial Technology_ sangat besar. Karena saya yakin perempuan juga mampu mengerjakan sesuatu yang lebih besar."
Disebutkan pula dari Solusinews.com 09 Oktober 2018. Data ILO sebanyak 865 juta perempuan memiliki potensi untuk memaksimalkan dalam membangun ekonomi. Dan dalam kesempatan ini juga disampaikan bahwa akan dipastikan perempuan mendapatkan hak-hak sosial maupun ekonomi, melawan segala bentuk diskriminasi atas perempuan.
Fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa kegiatan ini ditujukan untuk mendorong para perempuan sebagai pelaku ekonomi dan menghapus perbedaan antara perempuan dan laki laki. Selain itu juga menjadikan para perempuan untuk mengejar karir yang bagus.
Namun dibalik itu justru menunjukkan bahwa perempuan adalah target pasar atas sistem yang ada saat ini. Bahwa perempuan pun dinilai bisa diperas untuk menghasilkan materi tanpa peduli dengan hukum agama yang dianutnya.
Bukan Sapi Perah
Perempuan begitu dimuliakan dalam Al Quran dan sangat dihormati dalam Islam. Tidak betul jika Islam mendiskriminasi perempuan dengan batasan batasannya. Pun demikian dengan laki-laki tidak betul jika mereka dianggap lebih tinggi. Melainkan kedudukan keduanya sama istimewa sehingga diperlakukan secara khusus sesuai dengan hak dan kewajiban yang harus diemban keduanya. Yang membedakan seseorang itu bukan jenis kelaminnya melainkan taqwanya.
Kewajiban seorang perempuan tak hanya sebatas individu saja. Jika perempuan hanya terus fokus pada karir maka mereka akan merasa sudah makmur dan kurang berminat pada pernikahan, bahkan tidak jarang menunda pernikahan demi karir. Setelah menikah seorang perempuan akan terus berupaya untuk meningkatkan karirnya sehingga menunda punya anak. Sementara yang beranak tak ingin kehilangan pekerjaan yang sudah nyaman, maklum mencari pekerjaan itu susah. Akhirnya anak pun tidak diasuh sendiri oleh ibunya sementara ibu adalah madrasatul ula bagi sang anak. Belum bahaya lain yang timbul karena kecanggihan teknologi dan lingkungan yang sudah tak aman seperti dulu.
Perempuan terpaksa menjalankan banyak peran dalam hidupnya sebagai istri, ibu, pekerja, guru, dokter dan berbagai peran lain yang harus dimiliki demi meraih ridho Ilahi.
Tak cukup dengan pekerjaan rumah dan pencetak generasi melainkan juga pembangun ekonomi. Seolah pekerjaan rumah dan pencetak generasi ini tak disebut sebagai pekerjaan mulia dimata para perempuan masa kini karena termotivasi emansipasi maupun pembangun ekonomi.
Lha terus laki-laki ngapain mak?. Ya bekerjalah. Bagaimana dengan anak-anak dan rumah?. Ya tetap perempuan lagi. Sudah lelah bekerja pulang ke rumah masih dengan tugas negara lagi. Tentu saja ini membuat perempuan semakin cepat sekali emosi dan makin cepat mengalami penuaan dini. Walhasil kondisi perempuan rentan stress.
Kerja, Mubah?
Ya memang tak terbayang bagi kita sebagai perempua ternyata hukumnya adalah mubah dengan syarat tertentu. Seperti menutup aurat, tidak ada ikhtilat maupun khalwat, sesuai dengan syariat dan memang benar -benar dibutuhkan kemampuannya dalam hal itu.
Dari sini harusnya kita sebagai perempuan menyadari bahwa kita tidak boleh mengabaikan kewajiban kita demi kemubahan yang membuat kita jauh dari ridho Ilahi. Memang tidak dipungkiri pada jaman sekarang perempuan yang berstatus ibu rumah tangga dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan pendapatan. Dan selalu dipandang rendah oleh masyarakat.
Namun dalam Islam peran perempuan yang utama adalah sebagai ibu pengatur rumah tangga dan sekaligus sebagai pencetak generasi yang gemilang.
Akibatnya jika ibu bekerja dan ayah bekerja maka tidak menutup kemungkinan akan hancurnya masa depan anak, anak menjadi lebih materialistik dan sekuler. Karena itulah yang dia dapatkan dari kedua orang tuanya.
Islam Memuliakan Perempuan
Perempuan begitu istimewa dalam Islam. Dari perempuan islamlah, lahir generasi yang unggul. Karena Islam mengatur dari dalam buaian hingga ajal menjemput. Islam tidak memandang perempuan dari pendapatan yang diperoleh namun melihat proses yang diusahakan seorang perempuan yang mengatur rumah tangga dengan baik serta menghasilkan generasi yang robbani. Bukan sekedar mengejar dunia yang sementara namun untuk akhirat yang panjang bersama dengan keluarga, tetangga dan para sahabat terdekat menuju jannahNya.
Semoga bermanfaat.
Wallohu a'lam bish showab