Peran Ulama Mencerdaskan Politik Umat

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*


Ratusan kiai dan pengurus pondok pesantren (ponpes) sepakat untuk mendukung pasangan capres-cawapres Pilpres 2019. Dari siaran pers, sebanyak 400 kiai dan pengasuh ponpes yang berasal dari seluruh Indonesia itu menggelar acara silahturahmi di Ponpes Asshiddiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu (Antaranews.com, 15/09/2018). Sementara itu, Ijtima Ulama II secara resmi juga menyatakan dukungan kepada bakal calon presiden-wakil presidennya di Hotel Grand Cempaka, Jakarta (Republika.co.id,16/09/2018).


Islam merupakan agama spiritual dan politik (ideologi). Islam diberikan Allah SWT kepada kita, berupa akidah yang diyakini sekaligus aturan dan hukum yang mampu memecahkan berbagai problem kehidupan. Islam memiliki aturan komperehensif. Islam mencakup tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengatur masalah sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya.


Sebagai pewaris para nabi, sudah sewajarnya ulama menyampaikan dakwah dan mendukung setiap upaya penerapan Islam sebagaimana metode Rasulullah saw. Ulama bertugas mengayomi, membina dan membimbing umat. Sebab, ulamalah yang menguasai ilmu agama, memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah) sebagaimana Al-Quran dan As-Sunah, dan menjadi teladan dalam memahami serta mengamalkan Islam. 


Kehadiran para ulama adalah anugerah dan nikmat yang diberikan pada penduduk bumi. Keberadaan mereka laksana lampu penerang, pembawa petunjuk, menyinari gelapnya pemikiran, menyingkap tabir keraguan yang melanda hati dan jiwa manusia, mengokohkan iman, dan menjadi pilar umat. Keberadaan mereka bagaikan bintang di langit. 


Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya permisalan ulama di muka bumi, bagaikan bintang-bintang di langit, yang menjadi petunjuk di kegelapan malam, baik di daratan maupun lautan. Apabila bintang-bintang lenyap, hampir-hampir orang yang telah mendapat petunjuk itu tersesat. (HR. Ahmad). 


Namun demikian, sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) dari Barat saat ini telah melemahkan pemahaman umat Islam. Sehingga, masih ada pandangan keliru yang menganggap posisi ulama hanya sebagai pemimpin spiritual dan ritual. Akhirnya, dalam tatanan kehidupan dan pemerintahan memakai aturan dari sistem kapitalis demokrasi-sekular-liberal. Umat dan ulama pun dihindarkan dari aktivitas politik yang sebenarnya. 


Melarang ulama bicara politik berarti menolak sebagian ajaran Islam, sebagai upaya sekulerisasi massif menjauhkan peran Islam dalam pengaturan kehidupan. Sekulerisasi justru menjadi penyebab keterpurukan dan keterjajahan umat Islam. Ada anggapan bahwa agama harus dibersihkan dan dijauhkan dari politik dan pengaturan urusan publik. Akibatnya, ulama tidak lagi memiliki peran signifikan di dalam masyarakat dan negara, terutama untuk mempengaruhi kebijakan dan aturan-aturan publik.


Hujjatul Islam Imam al-Ghazali bertutur: Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan; dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.” (Ihya’ Ulumuddin II hal. 381). 


Menurut Imam al-Ghazali, krisis yang menimpa suatu negara dan masyarakat berakar dari kerusakan yang menimpa para ulamanya. Sinergi ulama dan penguasa tidak boleh diabaikan. Karenanya, menurut Islam agama dan politik tak terpisahkan.


Sebagai agama yang memperhatikan setiap sisi kehidupan, Islam telah memberikan tuntunan berpolitik. Dalam pandangan Islam politik terkait dengan pengaturan urusan masyarakat (riayah syuun al-ummah) didasarkan pada akidah dan syariah. Misalnya, Islam memiliki aturan terkait kriteria dan pemilihan pemimpin, serta menjelaskan pula bagaimana pemimpin seharusnya menjalankan kepemimpinannya. 


Bagi umat Islam, politik adalah bagian dari aktivitas dakwah. Salah satu wujudnya berupa perjuangan politik (al-kifah as-siyasi). Seperti, mengkritisi dan memberi nasihat penguasa ketika ada kebijakan yang tak sejalan dengan syariah Islam. Maka, akan hal ini sudah selayaknya ulama tegak berdiri untuk pencerdasan umat. 


Ulama sangatlah diperlukan perannya. Peran ulama dalam politik yaitu mencerdaskan umat. Terlebih, ulama sebagai pewaris nabi, sudah menjadi tugasnya berperan mencerdaskan umat tentang politik Islam ini. 


Ulama yang memimpin dan membina umat dengan dakwah ideologis. Dakwah, memaparkan syariah sebagai solusi berbagai persoalan yang membelit negeri. Menyelesaikan masalah akhlak, pendidikan, ekonomi, sosial, keamanan hingga politik-pemerintahan. Sebab, inti dakwah adalah memang seruan untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah. 


Umat tidak boleh alergi politik, tapi harus paham politik Islam yang benar, bukan sekedar politik yang diembel-embeli Islam. Supaya tidak menjadi korban pencitraan politik, yang sekadar dibungkus dengan simbol agama, tetapi kebijakannya tetaplah kapitalis-liberal. 


Memang, dalam sistem Kapitalisme-demokrasi, sebagian peran ulama dipinggirkan. Hal ini antara lain dibuktikan dengan: pertama penguasa meninggalkan ulama dalam proses menetapkan kebijakan negara. Kedua, membatasi ruang ulama dalam dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar dengan UU dan Perppu. Ketiga, memanfaatkan sebagian ulama dunia untuk melegitimasi kepentingan penguasa dan sebagai stempel dukungan umat saat pemilihan.

 

Sebenarnya, ulama bukan alat untuk melegitimasi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu. Misalnya, ibarat menjadikan ulama sebatas  pendorong mobil mogok. Setelah bisa berjalan lagi, akan ditinggalkan pergi. Justru, umat harus menyadari politik Islam dan bahwa keterpurukan yang menimpa umat saat ini tidak terlepas dari jauhnya aturan syariah.


Ulama harus kembali mengambil peran sebagai pencerdasan umat. Ulama tidak boleh diam diri terhadap kebenaran yang harus disuarakan. Tidak menyembunyikan hukum syariat atas satu perkara pun, baik terkait dengan urusan umat ataupun kebijakan penguasa.  


Dengan demikian, memperjuangkan islam sebagai agama politik merupakan kewajiban dan prasyarat kebangkitan kembali umat Islam. Ulama mesti kembali berperannya agar umat bisa menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya. Selain itu, melalui penerapan syariah kita akan meraih ridho Allah SWT dan keberkahan hidup.[]



*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak