Penataan Tenaga Kerja Wujud Kedaulatan Negara

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*


Banyak jumlahnya yang datang, tidak berbarengan setahu saya, sepertinya dari beberapa buah pesawat dari Jakarta, keperluannya juga tidak tahu.” Gufran, seorang supir taksi bandara mengaku penasaran ketika puluhan pria yang diduga Warga Negara Asing (WNA) Tionghoa, terlihat memadati area kedatangan Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru, Selasa (28/8) pagi. Mereka tiba ke Kalsel melalui penerbangan pagi dari Jakarta (kalsel.prokal.co, 29/08/2018).


Beberapa waktu lalu puluhan TKA asal China tiba di Bandara Syamsudin Noor. Sebanyak 30 orang yang telah memiliki Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dari Kedutaan RI di China yaitu visa untuk bekerja selama 1 tahun (B-312). Mereka diwajibkan mendatangi Kantor Imigrasi Banjarmasin untuk mendapatkan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Kedatangan puluhan tenaga kerja asing ini sempat jadi buah bibir di media sosial.


Kepala Divisi Keimigrasian Kalimantan Selatan Dodi Karnida mengatakan di Kalimantan Selatan ini, dari sekitar 20-an perusahaan yang menggunakan TKA tidak banyak yang menggunakan TKA dalam jumlah besar puluhan sampai ratusan, kecuali yaitu hanya pabrik semen dan pertambangan batu bara saja (banjarmasin.tribunnews.com, 31/08/2018).


Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) Fahri Hamzah mengakui bahwa keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing, selain bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, juga mengundang kecemburuan dari para buruh lokal. Oleh karenanya, Pemerintah harus segera mencabut Perpres tersebut sebelum menimbulkan persoalan yang lebih serius. Padahal, di UU Ketenagakerjaan (yang belum diubah), jelas disebutkan syarat pertama pekerja asing itu adalah memiliki keahlian. Kedua, harus mengerti bahasa yang memudahkan transfer daripada keahliannya itu kepada orang Indonesia.


“Tapi ternyata yang datang ini, dan yang dilegalkan melalui Perpres ini, justru yang tidak punya keahlian yang pasarnya di Indonesia ini banyak sekali karena pengangguran sangat besar. Kita tahu, pertama-tama karena penyerapan tenaga kerja bersumber dari pertumbuhan ekonomi. Sementara ekonomi kita mandeg, katanya (mediaumat.news).


Pekerja asing mulai ramai masuk ke Indonesia tentu menimbulkan persoalan, karena banyaknya pengangguran masyarakat. Apalagi, para pekerja asing itu tidak memiliki keahlian, sebagian besar mereka adalah para pekerja biasa. Komisioner Ombudsman mengatakan bahwa dari hasil investigasi di lapangan, ternyata 90 % TKA yang datang ke Indonesia menjadi buruh kasar. Ada yang jadi sopir atau pekerja lain yang sebenarnya bisa dikerjakan pekerja lokal (kumparan.com, 27/04/2018). 


Masuknya TKA ke Indonesia termasuk ke daerah Banua Kalsel merupakan bagian dari meningkatnya investasi asing di Indonesia. Terutama dari Cina. Sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian investasi dengan Cina, mereka pun mengirimkan sejumlah tenaga kerjanya untuk bekerja di proyek-proyek, di mana Cina sebagai investornya. 


Sungguh ironi! Banyak warga negara khususnya para pemuda negeri yang masih jadi pengangguran, tak terserap lapangan pekerjaan. Kemiskinan masih melanda masyarakat sampai membuat mereka terpaksa merantau hingga keluar negeri. Tapi, kini TKA justru berdatangan membanjiri negeri. Tentu saja, ini semakin menguatkan penguasaan Kapitalisme di Indonesia.


Apa yang akan terjadi pada negeri ini? Sudahlah kekayaan alam (SDA) kita diambil alih swasta dan asing, negara hanya dapat keuntungan yang tak seberapa. Lapangan kerja yang ada pun dikuasai oleh TKA. Terasa makin sempitlah kehidupan masyarakat. 


Belum lagi masalah budaya yang dibawa TKA banyak yang tidak bersesuaian dengan Islam. Misalnya, pergaulan bebas dan hobi menenggak miras. Ini bertentangan dengan pemahaman masyarakat Banua yang religius. Tergeruslah moral masyarakat dan generasi kita. 


Padahal, dalam Islam penguasa wajib memenuhi hak-hak rakyat dan menjamin kesejahteraan mereka. Salah satunya, dengan memberikan jaminan berusaha atau bekerja. Hal ini dilakukan agar setiap kepala keluarga memiliki jalan untuk memperoleh harta yang halal dan berkah. 


Pengelolaan ekonomi dalam Islam tentu sangat memperhatikan terpenuhinya kebutuhan seluruh warga negaranya. Salah satu kemudahan untuk memenuhi hal tersebut dengan menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi warga negara untuk bekerja demi memperoleh harta. Termasuk dalam mengeksplorasi SDA, tenaga kerja dari warga negara Islam akan lebih diutamakan. Jika pun memerlukan tenaga ahli dari luar negeri, maka akan ditetapkan dengan akad yang jelas terkait akad kerja (ijarah). Dan ini bisa terkait pula dengan kebijakan luar negeri dari Negara Islam. 


Terkait TKA, sistem Islam telah memberikan pengaturan. Tidak semua TKA bisa masuk dan bekerja di wilayah negara. Islam membagi negara-negara di luar negara Islam ke dalam beberapa status. Status ini berpengaruh bagi perlakuan negara terhadap mereka. 


Pertama, negara dengan status memusuhi kaum muslimin secara nyata, keberadaan warga negaranya di wilayah negara hanya untuk mempelajari Islam. Tidak boleh bekerja atau berdagang. Mengundang masuk TKA dari negara harbi filan, jelas mengancam kedaulatan negara, baik aspek keamanan, daya beli, daya saing ekonomi, dan lain-lain. 


Kedua, negara berstatus tidak memusuhi kaum muslimin secara nyata), baik yang terikat perjanjian dengan negara Islam (mu’ahad), maupun bukan, dan negara-negara yang tidak terlibat langsung dalam memerangi Islam dan kaum Muslim, maka warga negaranya boleh keluar masuk wilayah negeri Islam tanpa visa khusus. Terkait urusan berdagang atau bekerja, bergantung pada perjanjian dengan negara mereka. Jika perjanjiannya meliputi perdagangan dan jasa, maka mereka boleh berdagang dan bekerja di wilayah negara. Jika tidak, maka tidak dibolehkan. 


Beginilah, sistem Islam memberikan penataan tenaga kerja. Negara akan memastikan agar warga negaranya dapat memperoleh lapangan kerja yang jadi haknya. Maka, kebijakan penguasa akan melindungi ketahanan negara dan menyejahterakan rakyatnya.[]




*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi, tinggal di Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalsel.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak