Oleh Irianti Aminatun, Dra. (Pemerhati Masalah Umat)
Dalam rangka menyambut para tamu pertemuan IMF dan World Bank pada tanggal 8 hingga 14 Oktober 2018, Pemerintah sangat matang mempersiapkan segala sarana dan prasarana yang diperlukan. Mulai dari helikopter sebanyak 30 unit hingga kapal selam. (https://m.merdeka.com/uang/30-helikopter-kapal-pesiar-mewah-disiapkan-untuk-kepala-negara-pertemuan-imf.html) . Bahkan PT Pelindo III menghabiskan anggaran hingga 700 milyar rupiah untuk pendalaman alur dan kolam di pelabuhan Banoa Bali agar kapal pesiar raksasa MV Genting Dream bisa sandar. Selain itu Pemerintah juga telah menganggarkan anggaran multiyears sebesar 855,5 milyar. (https://m.liputan6.com/amp/3601137/kapal-pesiar-raksasa-bakal-meriahkan,pertemuan-imf-worl-bank-di-bali)
Semua itu adalah bukti bahwa Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan sangat serius dalam menyambut dan melayani tamunya. Hal ini sangat kontras dengan keseriusan pemerintah dalam menolong rakyatnya sendiri di Palu, Sigi dan Donggala. Sudah berapa helikopter dan hercules yang disiapkan? Ada berapa kapal perang yang disiapkan untuk mengangkut bantuan? Berapa dana yang sudah dianggarkan? Bahkan hanya untuk mengatur penyaluran bantuan pasca gempa yang bahannya sudah ada saja, pemerintah malah menetapkan prosedur yang rumit, mulai dari kelengkapan administrasi tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota. (http://makasar.tribunnews.com/2018/10/04/korban-gempa-dan-tsunami-palu-keluhkan-prosedur-pengambilan-bantuan-logistik.
Masih ribuan warga yang diperkirakan hilang tertimbun. Tapi pemerintah justru akan menghentikan status tanggap darurat pada 11 Oktober 2018. (https://m.merdeka.com/peristiwa/bnpb-hentikan-status-tanggap-darurat-palu-donggala-11-oktober-2018). Ini adalah bukti bahwa para pemimpin saat ini hanya bertindak sebagai pelayan para pemilik modal, bukan penjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat.
Indonesia Rawan Bencana
Indonesia memang berada tepat di batas-batas lempeng Eurasia, Hindia, Australia dan Pasifik. Indonesia juga memiliki 129 gunung api aktif. Semua itu menyebabkan Indonesia menjadi wilayah yang berpotensi gempa, longsor, tsunami dan erupsi yang mampu memporakporandakan negeri.
Dengan realita seperti itu seharusnya negara menetapkan kebijakan-kebijakan komprehensif yang terhimpun dalam pembangunan infrastruktur penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana itu meliputi penanganan pra bencana, ketika dan sesudah bencana.
Penanganan pra bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Kegiatan ini bisa berupa pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana seperti, bangunan tahan gempa, pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul dan sebagainya.
Kegiatan lain yang tak kalah penting adalah membangun mindset dan kepedulian masyarakat agar mereka memiliki persepsi yang benar terhadap bencana. Agar mereka memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup, peka terhadap bencana, dan mampu melakukan tindakan yang benar ketika dan sesudah bencana. Artinya negara memiliki tanggung jawab mengedukasi masyarakat terhadap seluk beluk bencana, wilayah-wilayah mana saja yang rawan bencana, bagaimana cara menanggulangi jika gempa terjadi, bagaimana membangun rumah tahan gempa dan seterusnya. Juga pembentukan tim-tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan non teknis dalam menangani bencana. Tim ini dibentuk secara khusus dan dibekali dengan kemampuan dan peralatan yang canggih, seperti alat telekomunikasi, alat-alat berat, alat-alat evakuasi korban bencana dan lain-lain, hingga mereka siap diterjunkan ke daerah-daerah bencana. Tim ini juga bergerak secara aktif melakukan edukasi terus-menerus kepada masyarakat, hingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, menangani, dan me-recovery diri dari bencana.
Adapun penanganan ketika terjadi bencana adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Kegiatan ini semisal evakuasi secepatnya, membuka akses jalan, komunikasi dengan para korban, penyiapan lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan.
Aspek ketiga adalah penanganan pasca bencana. Yaitu seluruh kegiatan yang ditujukan untuk merecovery korban bencana, agar mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama berada dalam pengungsian dan memulihkan kondisi psikhis mereka agar tidak depresi, stres atau dampak-dampak psikhologis kurang baik lainnya.
Yang juga penting dilakukan pasca bencana adalah me-recovery lingkungan tempat tinggal mereka pasca bencana, kantor-kantor pemerintahan maupun tempat-tempat vital lainnya seperti tempat ibadah, pasar, rumah sakit, gedung sekolah dan lain-lain.
Penanganan diatas disusun dengan berpegang teguh pada prinsip “ Wajibnya seorang Kepala Negara melakukan pelayanan terhadap urusan rakyatnya” sebab Kepala Negara adalah pelayan rakyat yang akan dimintakan pertanggungjawaban atas pelayanannya itu.
Namun pada kenyataanya Pemerintah abai menyiapkan hal-hal diatas. Tak heran akibat kelalaian Penguasa ini, setiap kali terjadi bencana, baik gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus dan bencana lain selalu menelan korban yang sangat banyak. Korban jiwa, korban luka-luka, harta benda dan infrastruktur.
Alih-alih menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh menghadapi bencana. Yang terjadi justru negara sibuk melakukan pembangunan infrastruktur untuk mendukung kelancaran bisnis dan pariwisata. Model pembangunan seperti ini tentu sejalan dengan ideologi kapitalis sekuler yang menaungi negeri ini yang lebih mementingkan materi dan melayani kepentingan para kapitalis, ketimbang melayani rakyatnya.
Islam Membangun Sumber Daya Manusia
Bertolak belakang dengan kapitalis sekuler, Islam menekankan pentingnya membangun infrastruktur lunak berupa sumber daya manusia. Landasan dari pembangunan SDM adalah keyakinan bahwa hidup dan mati adalah ujian. Ujian ketaatan kepada Allah SWT untuk menjadi yang terbaik ditengah manusia untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Setelah akidah, yang dibangun adalah ukhuwah. Kemudian Daulah yang melayani seluruh urusan rakyat dengan menerapkan syariat Islam. Kemudian diperluas dengan menerapkan dakwah dan jihad ke seluruh dunia untuk menjadi rahmat bagi dunia.
Keyakinan untuk menjadi yang terbaik ini membuat umat islam generasi terdahulu menjadi generasi pembelajar yang paling sabar. Sabar menunda kenikmatan, sabar menempuh kesulitan, sabar untuk tidak tergesa-gesa merayakan keberhasilan, karena sadar bahwa tujuan hidupnya bukan untuk dunia.
Inilah yang membuat peradaban Islam bertahan berabad-abad. Mereka menemukan banyak inovasi untuk menanggulangi serangan musuh maupun bencana.
Ilustrasi penanganan bencana yang dilakukan Daulah islam adalah apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin al-Khatab ketika menangani paceklik yang menimpa jazirah Arab. Pada saat itu orang-orang mendatangi pusat pemerintahan Daulah Islam di Madinah untuk meminta bantuan pangan. Khalifah Umar lalu membentuk tim yang terdiri dari beberapa orang sahabat. Setiap hari tim ini melaporkan seluruh kegiatan mereka kepada Khalifah, sekaligus merancang apa yang akan dilakukan esok hari. Umar menempatkan mereka di perbatasan kota Madinah dan memerintahkan mereka untuk menghitung orang-orang yang memasuki kota madinah. Pada suatu hari orang yang makan di rumah Khalifah Umar bin Khatab berjumlah 10 ribu orang, sedang orang yang tidak hadir di rumahnya berjumlah 50 ribu orang.
Pengungsi itu tinggal di kota Madinah selama muslim paceklik. Selama itu pula mereka mendapatkan pelayanan terbaik dari Khalifah. Setelah musim paceklik berakhir, Khalifah memerintahkan agar para pengungsi itu dihantarkan kembali ke kampung halaman masing-masing. Setiap pengungsi dibekali bahan makanan dan akomodasi lainnya, sehingga mereka pulang ke kampung halaman dengan tenang dan penuh kegembiraan.
Agar Negara Berfungsi Sebagai Pelayan Rakyat
Karena itu agar negara benar-benar berfungsi sebagai pelayan dan pelindung rakyat, wajib ada koreksi total terhadap seluruh sistem dan mekanisme penanggulangan bencana yang meliputi koreksi atas paradigma dan tanggung jawab layanan terhadap masyarakat.
Jika masih berkawan dengan ideologi kapitalis-sekuler maka bencana tetap disikapi sebagai fenomena alam yang tidak menggugah kesadaran umat manusia sebagai hamba Allah untuk melakukan kesholihan atas berbagai karunia hidup yang dilimpahkan Allah pada bumi ini. Jika tetap seperti ini maka bencana akan terus terjadi.
Sudah semestinya setiap bencana yang terjadi menjadi peringatan bagi umat manusia agar berbenah dan berjuang agar hukum Allah tegak dimuka bumi, dan kehidupan dunia sejahtera penuh berkah.
Rasulullah SAW bersabda : “Siapa yang diserahi oleh Allah mengatur kepentingan kaum muslimin (kepentingan rakyat), yang kemudian ia sembunyi dari (memenuhi) hajat kepentingan mereka, maka Allah akan menolak hajat kepentingan dan kebutuhannya pada hari kiamat” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi)
Wallahu a’lam bi showab.