Muhammad Al Fatih Milenial

Oleh Indah Ummu Izzah 

(Pemerhati Remaja)


Sejarah umat Islam telah mencatat keberanian, ketangguhan dan kecerdasan seorang Muhammad Al Fatih. Pemuda Islam yang mempimpin  lebih dari 4 juta prajurit menaklukkan Konstantinopel. Usianya masih terbilang muda saat itu, 21 tahun. Muhammad Al fatih juga diusia nya yang masih terbilang belia telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz. Mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak dan strategi perang. Selain itu ia juga mempelajari berbagai bahasa.

Bagaimana nasib pemuda Muslim di era milenial ini. Para pemuda Islam semakin terjerat kedalam liberalisasi budaya. Barat yang merupakan pelopor paham liberal (kebebasan) menjadi kiblat para pemuda Islam saat ini dalam menjalani kehidupannya. Kecermerlangan berpikir sudah terkikis oleh kesengan-kesenangan semu. Para generasi penerus peradaban ini pun terseret oleh ganasnya arus digitalisasi. 

Banyaknya pemuda Islam yang terpapar pornografi, bahkan terlibat dalam akun-akun LGBT seperti yang terjadi di Garut dimana terungkap adanya grup gay pelajar SMP dengan jumlah yang sudah mencapai ribuan orang (Detik.com). Bahkan terlibat dalam prostitusi online.seperti yang terjadi di Cikarang Selatan, dimana pihak sekolah sebuah SMPN membongkar jaringan mesum siswa siswi mereka yang tergabung dalam satu grup whatsapp.

Belum lagi maraknya ditemukan remaja alay yang menjadi korban uji nyali semisal momo challenge hanya karena ingin disebut keren. Pamer kecantikan dan ketampanan lewat aplikasi semisal tik tok dan masih banyak lagi penggunaan gadget yang negatif lainnya. Masih segar juga dalam ingatan kita bagaimana keganasan para geng motor yang pelakunya adalah mayoritas pemuda Islam. Inikah gambaran pemuda yang menjadi generasi yang akan membangun peradaban cemerlang?

Akar Masalah

Pertama, sistem pendidikan yang berjalan saat ini adalah sistem pendidikan sekuler-materialistik yang membentuk frame berpikir siswa yang serba terukur secara material. Ibaratnya menanam pohon lalu menuai hasihnya. Maka pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang sudah ditanam, membayar semua biaya yang telah dikeluarkan melalui kelulusan yang ditandai dengan selembar ijazah, memperoleh pekerjaan kemudian mengumpulkan kekayaan. 

Agama lalu dinomor duakan, belajar agama menjadi tidak penting. Karena masalah agama dianggap sebatas ibadah ritual belaka. Agama tidak mempunyai porsi dalam mengatur kehidupan. Itulah sekularisme. 

Sekularisasi dalam bidang pendidikan juga menyebabkan tingginya biaya pendidikan. Pendidikan menjadi profit oriented. Hal inilah yang menyebabkan meroketnya jumlah remaja putus sekolah. 

Kedua,  hilangnya peranan keluarga, masyarakat dan negara dalam menjaga generasi. Tiga pilar kokoh yang menjadi benteng pertahanan anak telah rapuh. Keluarga sebagai tempat pendidikan dan pembinaan telah kehilangan perannya. Banyak orangtua lalai dalam mendidik anak-anak mereka bahkan menanamkan nilai-nilai sekuler-liberal dalam keluarga. Memberikan kebebasan berperilaku pada anak-anak mereka. 

Masyarakat sebagai pilar kedua pun sudah tidak peduli terhadap masa depan generasi sekitarnya. Tidak ada pengawasan sehingga sangat wajar ketika kita melihat saat ini masyarakat yang tutup mata terhadap aktivitas pacaran dan hamil diluar nikah. 

Negara pun abai terhadap pendidikan dan pembinaan moralitas pemudanya. Kebijakan melalui Undang-undang tidak mampu memberikan penjagaan terhadap generasinya. Maraknya kasus pornografi, narkoba, kriminalitas pemuda semisal geng motor tidak terbendung oleh aturan yang dibuat oleh penguasa. Negara juga tidak mampu memberikan jaminan pendidikan yang murah dan berkualitas.

Islam Mencetak Generasi Al Fatih

Pendidikan dalam Islam tidak hanya berpijak pada pendidikan formal dibangku sekolah saja. Tapi pendidikan pertama dan utama adalah berangkat dari rumah, menjadi tanggungjawab orang tua. Bahkan dikatakan rumah adalah madrasah ula. Sekolah pertama bagi anak-anak. Orangtua memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian dan aqidah bagi anak-anaknya. 

Begitupun disekolah formal. Kurikulum dibangun berlandaskan aqidah Islam. Tsaqofah Islam dan nilai-nilainya mendapatkan porsi yang besar dalam sistem pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam tiga komponen materi pendidikan utama yaitu: Pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan penguasaan ilmu kehidupan (IPTEK, keahlian dan keterampilan). 

Dalam Islam setiap anak dituntut untuk memiliki kecerdasan integral, kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional. Penguasaan tsqofah Islam dan ilmu kehidupan yang memadai disertai komitmen memegang prinsip dasar Islam, dibutuhkan oleh seorang anak agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan, baik itu masalah pribadi, keluarga, maupun masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan islami inilah yang mendorong lahirnya generasi cemerlang, handal dan berkepribadian Islam. 

Negara juga menjamin biaya pendidikan murah bahkan gratis. Serta menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pendidikan. Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab, pembiayaan pendidikan diambilkan dari hasil pungutan jizyah, kharaj dan usyur. Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu pertama pos fai` dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). 

Penutup 

Hanya dengan kembali kepada aturan Allah yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Generasi Islam akan menjalani kehidupan yang berkualitas karena adanya jaminan dari Allah SWT. Sudah saatnya kaum muslimin kembali kepada Syariat Allah untuk menyelamatkan generasi penerus yang akan membangun peradaban yang cemerlang. Generasi milenial setangguh dan secerdas Muhammad Al Fatih. Wallahu a’lam bishawab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak